Perjalanan panjang di lalui Abrar dan Ara dari Australia menuju Kota Kota Delft, Belanda. Jarak tempuh 14.630 km Dilalui Ara sehari setelah sampai di Australia. Perjalanan tersebut sangat menyita tenaganya meskipun perjalanan tersebut menggunakan private jet milik Abrar sendiri, meskipun begitu tetap saja tubuhnya butuh tenaga ekstra selama perjalanan yang jauh.
Makan dan tidur sepertinya menjadi rutinitas baru untuk Ara sendiri mengingat lusa nanti ia akan resmi menjadi nyonya Pranadja.
Sebelum keberangkatan mereka menuju Delft, Ara merasakan kegelisahan yang sangat menyesakkan. Bagaimana tidak, setelah menjelaskan masalah nya hampir di perkosa dengan Bara, Ara harus memasrahkan semuanya kepada Abrar tentang rencana mereka kedepannya tanpa membantah sekalipun.
Di waktu yang sama juga, Abrar langsung menghubungi orang tua dan kakeknya untuk rencana pernikahan dadakan mereka yang akan di laksanakan di Negara Belanda, Negara kelahiran Abrar sendiri. Dan satu lagi yang membuat Ara tercengang adalah ternyata Abrar sendiri merupakan pria yang akan di jodohkan dengannya, seperti yang pernah neneknya katakan saat peresmian yayasan milik kakeknya di buka.
Entah apa perasaan Ara rasakan saat ini. Bingung, aneh, atau bahagia Ara sendiri tidak tahu.Namun satu hal yang pasti, hatinya sudah di miliki oleh Abrar sepenuhnya, begitu juga sebaliknya. Ara memasrahkan diri seutuhnya kepada Abrar karena keyakinan yang kuat, meskipun belum pasti namun waktu yang akan menjawabnya.
Dan masalah kuliahnya, Abrar sendiri yang mengurus semuanya tanpa harus Ara ikut campur. Ara di suruh duduk manis tanpa melakukan apapun, termasuk pernikahan mereka yang akan di gelar.
Gedung, undangan, semuanya orang tua Abrar dan kakeknya yang menyiapkan semuanya. Sedangkan Ara sendiri hanya tidur - tiduran dan menjalani beberapa proses perawatan tubuh menjelang pernikahan.
Acara pernikahan mereka di langsungkan secara tertutup, namun kemegahan pernikahan harus tetap berjalan mengingat Ara merupakan cucu perempuan satu - satunya. Dan mengapa Abrar memilih melangsungkan pernikahan di Belanda karena selain tempat nya yang indah, Abrar sangat menyukai bunga tulip. Pada awalnya Ara terkejut mendengar kalau Abrar, kekasihnya menyukai bunga namun setelah melihat langsung bagaimana Abrar melihat bunga tulip itu secara langsung, dadanya menghangat. Biasanya para pria menyukai mobil mewah, jam tangan dan sebagainya, tetapi Abrar berbeda dengan pria manapun. Ara beruntung bertemu dengan Abrar di waktu yang tepat. Dan satu hal lagi, Ara yakin dengan pilihan nya.
Saat ini Ara berada di sebuah mansion megah dengan pilar yang berukir dan halaman luas dengan di tumbuhi bermacam - macam bunga . Mansion tersebut sangat luas, melebihi lapangan bola kaki. Ara tidak tahu siapa yang mempunyai mansion ini, nanti sekembalinya Abrar, Ara akan bertanya langsung padanya. Mengapa? karena saat memijakkan kakinya kedalam mansion ini, para maid yang bekerja di mansion ini berdiri untuk menyambut kedatangan nya. Tidak mungkin bukan dirinya orang yang punya mansion ini dan kalau tidak salah tadi, Ara mendengar salah satu maid memanggilnya dengan sebutan nyonya. Namun di pikiran Ara adalah mansion ini milik orang tua dari Abrar. Jadi wajar - wajar saja kalau maid memanggilnya dengan sebutan nyonya, toh sebentar lagi dia akan menikah dengan anak sang pemilik mansion ini. Tapi seharusnya Ara di panggil nona, bukan nyonya . Memang harus di klarifikasi secara langsung dengan sang empu pemilik mansion.
"Nyonya, tuan muda mencari anda..", kata salah satu maid yang berada di dekat Ara. Saat ini Ara berada di halaman belakang, menikmati bunga yang beraneka ragam.
"Baiklah..",Ara berjalan menuju di mana Abrar berada. Sesampainya disana, Ara melihat orang tua dari Abrar, kakek dan neneknya serta seorang pria paruh baya yang terlihat sedang berbicara dengan Tom, Ayah Abrar.
"Sayang..."Abrar berdiri dari duduknya, berjalan menghampiri Ara yang berjalan menuju kearahnya.
Abrar memeluk erat Ara. Begitu juga Ara yang membalas pelukan erat Abrar. " Kita akan menikah nanti malam.." tambah nya lagi.
"Benarkah..?" tanya Ara sambil menatap wajah tampan kekasihnya
"Hmm, jadi sekarang Ara bersiap, para maid akan membantu dan sebentar lagi Ana akan datang..."
"Ana..?Temanku..? Benarkah..?"
Abrar mengusap sayang kepala Ara. "Hmm, jadi sekarang bersiap, kakak tunggu di depan, sebentar lagi kita akan menikah..
Ara tersenyum malu. Bergegas Ara berjalan kembali ke dalam kamar untuk bersiap, begitu juga dengan Abrar yang juga masuk ke dalam kamar lain untuk bersiap.
°°°°°
Pengucapan janji sehidup semati telah dilaksanakan dua jam yang lalu. sekarang tinggal acara resepsi pernikahan. Abrar yang mengatakan kalau hanya mengundang kerabat terdekat dan keluarga, namun nyatanya undangan seribu lebih di hadirkan di pesta pernikahan mereka. Belum lagi bulan madu, hadiah dari kakek dan orang tua Abrar, yaitu satu bulan tinggal di mansion milik kakeknya Abrar sekaligus teman baik dari kakek Ara.
Dengan status sebagai suami istri, Abrar terlihat sangat bahagia, begitu juga dengan Ara. Kedua belah keluarga pun juga terlihat begitu bahagia karena menyambut anggota baru. Namun ada satu orang yang tidak menghadiri pernikahan Ara dan Abrar, yaitu Olivia. Saat Ara bertanya, Abrar selalu mengalihkan pembicaraan seperti menyembunyikan sesuatu. Karena Abrar sering seperti itu, Ara tidak akan bertanya lagi.
Hingga pukul sebelas malam, Akhirnya pesta pernikahan mereka selesai. Dengan memakai gaun pengantin yang berat dan high hells yang tinggi membuat seluruh tubuh Ara letih. Bisa di pastikan malam ini ia akan tidur nyenyak.
Namun berbeda dengan Abrar yang terlihat masih sangat bugar, berbeda dengan Ara yang terlihat sangat letih. Abrar yang sedari tadi memperhatikan Ara yang sedang membersihkan make up di meja rias berjalan menghampiri Ara dan mengusap kepalanya sayang.
"Kenapa istriku ini terlihat sangat letih?" Tanya Abrar sambil memperhatikan dengan lekat raut wajah cantik milik istrinya yang juga menatapnya dari pantulan kaca.
Ara menyenderkan tubuhnya ke tubuh Abrar dan memeluk nya erat. "Apa Ara bisa melanjutkan kuliah kak...?",Ara bertanya sambil mengadahkan kepalanya ke arah Abrar yang juga memeluknya erat.
"Apa Ara masih ingin melanjutkan kuliah?", tanya Abrar balik.
Ara menenggelamkan kepalanya ke tubuh Abrar. menghirup aroma tubuh suaminya. "Kalau masih di izinkan Ara masih ingin melanjutkan kuliah Ara kak karena sebentar lagi Ara akan selesai...?
"Hmm, baiklah kalau begitu.."
"Benarkah..?"
"Iya, tapi dengan satu syarat..."
"Apa itu...?"
"Kita akan tinggal di apartment yang kakak beli kemarin dan pulang pergi kuliah harus di antar supir, kakak tidak mau dengar alasan apapun..."
"Hmm, baiklah. Asal Ara bisa kuliah lagi tidak masalah. Dan sekarang juga Ara sudah menikah jadi harus mendengar perkataan suami Ara bukan?"
Abrar tersenyum mendengar ucapan bijak istri cantiknya. Lalu Abrar teringat satu hal lagi.
"Oh ya sayang, satu lagi.."
"Apa ada lagi kak...?
"Jangan pakai soflent lagi karena kakak ingin menunjukan pada semua orang kalau istri kakak sangat cantik..."
Ara tersipu malu mendengarnya. Dengan masih memeluk tubuh erat suaminya Ara hanya bisa mengangguk. Malu kalau Abrar melihat wajah nya yang memerah.
"Sudah sangat malam, ayo kita tidur. Besok kita akan ke Italia, bulan madu.."
Abrar melepas pelan tubuh Ara yang sedari tadi memeluknya dan menariknya untuk berdiri. "Ayo.."
Ara mengangguk dan berjalan bersama Abrar menuju tempat tidur mereka. Memulihkan tenaga setelah seharian melangsungkan pernikahan mereka. Ini bukan akhir, tapi ini adalah awal kisah mereka menuju kebahagiaan yang terbentang di depan sana.