"Apa Ara mau menikah dengan kakak kalau kakak melamar Ara...?"
°°°°°
Ara terkejut. Tidak menyangka akan mendengar kata itu untuk kedua kalinya. Ara merasa dejavu. Hatinya terasa sakit dan remuk. Penuh akan kebohongan dan kepastian yang tidak pernah terjadi. Meskipun Ara sadar kalau kata itu bukan berasal orang yang, namun tetap saja perasaannya menjadi tak menentu. Ara ingin banyak waktu untuk membuka hatinya lagi, meskipun suatu saat ia harus mencoba dan merasakan sakit yang sama,setidaknya ia sudah mencoba.
Abrar diam dan melepas pelukannya dari tubuh Ara. Abrar sadar akan perkataannya barusan dan itu mungkin mengejutkan Ara. Jadi Abrar menegapkan tubuhnya dan membalik tubuh Ara untuk menghadap kearahnya.
"Perkataan kakak barusan tidak main - main kalau itu yang Ara fikirkan. Kakak juga sadar kalau kita baru bertemu, tapi bukan berarti kakak main - main dengan apa yang pernah kakak katakan. Kakak tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun. Ara perempuan pertama yang dekat dengan kakak, selain adik dan mama kakak. Kakak tidak pernah bohong dengan ucapan yang keluar dari mulut kakak. Jadi kakak harap Ara bisa mengerti dan mau memberi kakak kesempatan untuk menjadi orang terdekat Ara....."
Perkataan Abrar yang panjang dan tegas itu sangat mengena di hati Ara. Ara tersentuh mendengarnya. Ara bisa merasakan kesungguhan di setiap katanya. Ara akan memikirkannya lagi, setidaknya ia hanya sedikit membutuhkan waktu karena kegundahan dan keresahan hatinya sedikit berkurang.
"Apa kakak bisa memberi Ara sedikit waktu, karena Ara perlu berfikir dan pasti Ara akan memberikan jawabannya. Ara tidak ingin merasakan kesakitan untuk kedua kalinya jadi Ara harap kakak bisa mengerti."
Abrar diam, namun tidak lama kemudian ia tersenyum. Abrar berharap apa yang di inginkan nya dapat terjadi dan ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah ia dapatkan. Semoga saja.
"Baiklah kalau itu yang Ara inginkan dan Juga maafkan sikap kakak barusan yang sudah lancang memeluk Ara karena kakak tidak bisa menahan diri untuk melakukan hal itu. Kakak harap Ara bisa memaafkan kakak.."Pinta Abrar sambil menatap manik Ara. Abrar tersentak melihat bola mata milik Ara yang berbeda warna, karena saat pertama kali Abrar melihat Ara, Abrar bisa memastikan kalau warna bola mata Ara itu berwarna coklat, kenapa sekarang bola matanya berubah..?
"Apa mata kakak yang salah atau warna mata Ara memang berbeda...?"Tanya Abrar spontan
Mata Ara membola. Sial, Dia lupa pakai kontak lens. Kalau begini Abrar pasti tahu kalau bola matanya berbeda. Tapi mau bagaimana lagi, Ara sudah tidak bisa menyembunyikan warna matanya yang berbeda.
"Ehm...Kak Abrar, Ara boleh minta tolong...?"
Abrar mengangguk. "Apa bisa kak Abrar merahasiakan warna mata Ara?Ara tidak ingin orang lain tahu?"
Abrar diam. "Mengapa harus di sembunyikan?"Tanya Abrar.Heran.
Ara terlihat gugup. "Ehm...bukan gitu. Ara tidak ingin menjadi pusar perhatian orang karena mata Ara. jadi bisakah kakak tolong Ara?"
Abrar diam, namun ia menganggukan kepalanya. Di dalam hatinya juga dia tidak rela kalau laki - laki lain melihat Ara nya yang sangat cantik karena warna matanya yang berbeda. Abrar sangat tidak rela. Terserah kalau mau bilang posesif, Abrar tidak perduli. Yang di perdulikan Abrar hanya Ara, tidak yang lain.
"Ara bersiap dulu, kakak tunggu Ara sebentar, tidak lama kok...",ujarnya sambil berjalan menaiki tangga. Meninggalkan Abrar yang sedari tadi memperhatikan dirinya. Anggap saja untuk menghilangkan rona di wajahnya akibat tatapan Abrar yang tidak lepas dari wajahnya.
Sedangkan Abrar, berdiri dan menatap setiap langkah Ara menaiki tangga dan perlahan menghilang dari pandangannya.
°°°°°
Disebuah parkiran di Bandara, terlihat sangat ramai, mengingat ini hari libur. Banyak yang datang dan juga pergi. Dan disinilah Ara berada. Berjalan bersisian dengan Abrar yang terlihat sangat menawan. Wajah tampan dan tegas. Tubuh yang tegap dan kokoh. Rambut yang berwarna coklat dan warna mata yang indah membuat penampilannya sempurna.
Ara penasaran kenapa Abrar mengajaknya kesini, namun ia memilih untuk tidak bertanya. Ara hanya diam. Hingga langkahnya berhenti di depan seorang perempuan cantik yang sedang membelakangi Ia dan Abrar. Terlihat ia sedang menelpon seseorang, terdengar dari suaranya. Dan ketika ia membalikkan tubuhnya kebelakang, matanya membola saat melihat kehadiranku dan juga Abrar.
"Kakak...."
Jeritan tertahan keluar dari mulutnya. Dengan cepat ia mematikan telepon nya dan tiba - tiba langsung memeluk Abrar dengan erat.
"Oliv kira kakak tidak datang?oceh nya saat masih memeluk Abrar.
Abrar mengusap sayang punggung perempuan bernama Oliv tersebut. "Kan sudah kakak bilang kalau kakak akan datang.Oliv saja yang tidak percaya.."
Ara memperhatikan mereka berdua bercengkrama. Iri melihat keberadaan mereka, namun senang melihat keakraban di antara keduanya. Entah kenapa hati Ara menghangat melihat interaksi diantara keduanya. Apa karena selama ini Ara selalu sendiri dan tidak tahu bagaimana rasanya punya saudara? Mungkin saja.
Abrar melepas pelukannya dari Oliv dan menyadari kalau sedari tadi Ara hanya diam melihat interaksi dirinya dengan Oliv. Abrar tidak ingin ada sesuatu aneh menjalar ke fikiran Ara.
"Oliv, kakak mau memperkenalkan Oliv dengan seseorang. Oliv mengerutkan keningnya namun dengan cepat ia menganggukkan kepalanya.
"Ara.."
Ara yang namanya disebut menatap Abrar yang saat ini juga menatapnya." Perkenalkan, ini Olivia adik kakak dan Oliv ini Ara..."
Ara mengulurkan tangannya kearah Oliv. "Hai Oliv, aku Ara..."
Oliv membalas uluran tangan Ara." Aku Oliv, adik kak Abrar yang gantengnya kebangetan.."Ujarnya sambil tersenyum lebar.
Ara membalas senyuman Oliv. "Jam berapa keberangkatannya Oliv...? Abrar bertanya.
Oliv melihat jam dipergelangan tangannya. "Hm, ini sudah mau berangkat kak, sekitar 10 menit lagi Oliv mau take off kak..."Ujar Ara.
"Baiklah, kakak akan kesana untuk mengunjungi Oliv.."
Oliv menganga mendengar ucapan Abrar barusan. Ara yang melihatnya heran. Kenapa respon Oliv seperi itu?sudah seharusnya kan seorang kakak melihat adiknya kesana?Jadi apa yang aneh.
"Kakak beneran mau pergi liat aku? serius? ke Sydney...? wah...sesuatu yang mengejutkan.
Abrar terlihat salah tingkah dan mengusap tengkuknya yang tidak gatal." Kenapa memangnya? tidak salah bukan kalau seorang kakak melihat adiknya kesana? memangnya ada yang aneh?tidak bukan? Lanjutnya lagi.
Oliv berkacak pinggang. "Memang aneh..!Selama ini saja mama sama papa yang sibuk kesana. Sedangkan kakak sekalipun tidak pernah? jangankan kesana, bertanya saja tidak pernah. Oliv sedang apa?lagi apa? Oliv sampai heran kenapa kakak tiba- tiba mau ke Sydney...?Hm..ada yang mencurigakan disini...!! Oliv mengusap dagunya sambil menatap kearah Abrar yang semakin salah tingkah.
Ara. jangan tanya. Ia sedari tadi sedang menikmati tingkah Abrar yang terlihat menggemaskan di matanya. Ditambah dengan rentetan pertanyaan yang beruntun membuat Abrar semakin salah tingkah.
Saat melihat bibir Abrar yang ingin menjawab pertanyaan Oliv, terdengar suara kalau pesawat sebentar lagi akan berangkat. Abrar terlihat menghela napas panjang, terlihat senang.
"Saat ini kakak selamat, lain kali jangan berharap bisa lepas dari Oliv.
"Oke...oke...Sudah berangkat sana, nanti ketinggalan pesawat...."
"Iya...iya...cerewet sekali kakak ini."Oliv menatap Ara dan tersenyum. "Oliv harap kita bisa bertemu lagi kak Ara.."
"Kau bisa Oliv..." Ujar Abrar.
"Hah...maksudnya..."
"Sudah...sudah.., pergi sana.." Usir Abrar.
"Huh...untung kakak, kalau bukan-
"Kalau bukan apa...?"
"Tidak jadi..."Oliv langsung menarik kopernya sambil berlari meninggalkan Abrar dan Ara yang terdiam melihat aksi spontannya.
Saat matanya melihat punggung Oliv yang sudah tidak terlihat, Abrar menarik tangan Ara dan menggenggamnya pelan. "Ayo kita pergi..."
Ara mengangguk kan kepalanya. Mereka berjalan dalam diam dengan bergandengan tangan. Sesekali Ara tersenyum mengingat tingkah Abrar saat bersama Oliv tadi. Abrar yang melihat kearah Ara terlihat mengerutkan keningnya saat melihat Ara yang sesekali tersenyum.
"Apa ada yang aneh...?" Lontar Abrar yang masih setia menatap wajah cantik Ara. Heran.
Ara menggeleng."Tidak ada kok kak, ayo kita pergi ke villa. Ara rindu kakek dan nenek..."
Abrar tersenyum dan mengeratkan tangan mereka yang masih bertautan. Mereka berdua berjalan menuju parkiran dimana mobil mereka berada.
°°°°°
Sedangkan di sisi lain, terlihat seseorang yang baru saja mendarat berjalan di belakang sepasang manusia yang terlihat bahagia. Mata nya yang di tutupi dengan kaca mata hitam menatap tajam punggung keduanya.
"Kau hanya pantas dengan ku, bukan dengannya.." desis nya.