Chereads / Pemilik Hati Dinara / Chapter 2 - YAYASAN AMAL

Chapter 2 - YAYASAN AMAL

Di dalam ruangan dengan aula yang besar dan bisa menampung sekitar 500 tamu undangan, terlihat seorang pria sedang memandu acara sedang berdiri di atas podium dengan tampilan resmi bak seorang model. Tidak heran kenapa tampilan pria tersebut bisa di bilang mencolok, memakai pakaian suit kantoran yang lengkap beserta dasi berwarna abu - abu tua, jas berwarna hitam kebiruan serta sepatu hitam yang mengkilat, di tambah dengan tatanan rambut yang di tata klimis membuat siapapun yang melihatnya mungkin akan terpesona, jangan lupa wajah yang rupawan menjadi pelengkap pria tersebut.

Namun hal itu tidak dirasakan oleh Ara, sang perempuan cantik yang sedang duduk dengan bosan karena sedari tadi telinganya hanya mendengar suara berat si pembawa acara yang diiringi dengan tepuk tangan yang riuh tamu undangan yang diundang dalam acara ini.

Entah kenapa, Ara merasa dirinya bosan sejak ia duduk di kursi yang telah disediakan oleh panitia acara. Ia hanya diam dan tidak bersuara sedikitpun. Sampai sekarang pun dirinya masih belum tau sebenarnya kehadirannya ini dalam rangka acara apa, karena sejak tadi pembawa acara tersebut menyebutkan tentang pelelangan barang yang nantinya dana yang dikeluarkan oleh si pemilik barang di gunakan untuk membantu Negara Afrika yang sampai sekarang masih mengalami krisis air dan bahan makanan yang bergizi.

Hingga beberapa saat kemudian, telinganya mendengar bahwa tujuan dari acara ini laksanakan adalah untuk membangun sebuah yayasan amal untuk membantu anak - anak yang ditinggal oleh orang tua, keluarga, atau kerabat mereka. Ternyata para tamu yang hadir di acara ini akan menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk membangun sebuah Panti Asuhan yang nantinya akan mengurus dan membesarkan anak - anak yang ditelantarkan, termasuk dengan tuna wisma dan orang yang membutuhkan bantuan lainnya seperti makan dan tempat tinggal..

Mendengar apa yang dibicarakan oleh pembawa acara tersebut , Ara merasakan adanya sesak juga kesedihan yang menyusup dihatinya. Ia langsung memikirkan bagaimana nasib anak - anak yang secara sengaja memang ditinggalkan oleh orang tuannya. Tidak mendapatkan kasih sayang, mengalami kekerasan fisik dan lainnya. Air matanya turun begitu saja saat memikirkan hal itu. Ara yang masih memiliki orang tua saja meskipun hanya ada ayahnya masih tidak tau bagaimana rasanya kasih sayang orang tua, tapi bagaimana anak - anak yang masih kecil tersebut? Apa mereka bisa menjaga diri mereka sendiri dengan tubuh ringkih miliknya?

Di sisi lain, Abrar yang saat ini sedang duduk bersama keluarganya bisa melihat dengan jelas posisi Ara yang sedang duduk disebelah neneknya, namun matanya bisa menangkap gerakan Ara yang sepertinya sedang mengusap wajahnya, entah apa itu, Abrar tidak tahi.Karena semenjak dimulainya acara sampai sekarang, mata Abrar selalu tertuju kepada Ara, meskipun begitu telinga Abrar mendengarkan apa yang di bicarakan tentang isi acara tersebut, hingga ada suara yang berhasil memutuskan lamunannya..

"Apakah fokusmu terhadap sesuatu berubah akhir - akhir ini? Seingatku kau selalu mengamati dan menikmati setiap acara yang selalu kau hadiri. Tapi kenapa yang aku lihat hari ini adalah kau sedikit berbeda? Apa ada yang salah dengan tampilan wanita itu hingga kau memperhatikannya sejak acara dimulai dari tadi hingga sekarang? Aku takut tubuh wanita itu akan berlubang akibat tatapan tajammu itu?

Abrar langsung mengalihkan tatapannya kearah sumber suara berasal namun tidak menjawab karena Suara tersebut berhasil mengalihkan pandangan dan fokusnya dari Ara.

Masih belum puas Alexander kembali menyuarakan rasa penasarannya. " Apa bisa kau kenalkan wanita itu kepadaku? Aku sungguh penasaran bagaimana rupanya? Apa ia cantik? Seksi? ayo jawab, jangan buat aku penasaran sepupu..

" Bukan urusanmu...", dengus Abrar sambil melirik tajam kearah sekretarisnya tersebut.

Alexander sang pemilik suara terkekeh mendengar jawaban Abrar. Alexander adalah sepupu dari Abrar, bisa dikatakan ia sepupu sekaligus menjabat sebagai sekretaris Abrar di kantor. " Apa kau lupa aku ini siapa? Sejak kapan kau hilang ingatan..?" Kita ini sepupu? bagaimana bisa kau melupakan kenyataan itu?" tambahnya lagi.

"Apa kau ingin aku pecat...?"

Singkat, jelas, padat dan jawaban itu sukses membuat Alexander mengaga mendengarnya. Sumpah demi apa Alexander sangat ingin memberi pelajaran kepada Abrar, tapi apa mau dikata, Alexander hanya bisa mengelus dada mendengar jawaban singkat Abrar. Meskipun bukan pertama kali, tetap saja Alexander sangat dongkol mendengarnya dan tentu saja berhasil membuatnya diam tak berkutik. Jadi untuk sekarang lebih baik ia mencari aman saja.

Merasa tidak ada suara lagi yang keluar dari mulut Alexander, Abrar kembali memfokuskan tatapannya kembali ke arah wanita yang masih setia terdiam di bangkunya.

Disisi satunya, Ara merasa sedari tadi ada yang memperhatikannya, ia duduk dengan gelisah. Tapi Ara tidak tau hal apa itu. Entah kenapa Ara sangat penasaran dan ingin melihat para tamu yang menyesaki ruangan. Namun ketika ia sedang mengedarkan pandangan dan memperhatikan kearah tamu undangan yang hadir, secara tidak sengaja mata indah miliknya menangkap ada sepasang mata tajam yang menatap dirinya, tidak jauh dari tempat duduknya. Ara yang merasa gugup karena di perhatikan, langsung membalikan semula posisi duduknya. Memegang dadanya yang tiba - tiba berdegup dengan cepat.

" Apa memang seperti ini rasanya kalau ada seseorang memandangmu seperti itu? Tapi kenapa harus pria itu lagi? Tidak tahukah dia kalau senyum manis yang tadi saja masih membuat dirinya terbayang - bayang dan belum hilang sampai sekarang? Lalu kenapa dia menatapku tajam seperti itu? kalau seperti ini bisa - bisa aku kena serangan jantung betulan.." lirihnya sambil terus mengusap pelan dadanya yang masih setia berdegup dengan keras".

Ketika Ara sibuk memikirkan hal yang membuat dadanya berdetak cepat, Ara tidak menyadari kalau acara telah selesai. Amora yang duduk disamping Ara mengalihkan pandangannya ke arah sang cucu, menyadari kalau selama acara berlangsung Ara lebih banyak diam dan tidak berbicara sedikitpun dan hal tersebut membuat Amora gelisah.

"Sayang, apa kau baik - baik saja? Nenek perhatikan sedari tadi Ara hanya diam? Apa Ara tidak suka dengan acara seperti ini?"

Ara langsung menggeleng mendengar perkataan neneknya barusan. " Tidak nek, Ara baik - baik saja, nenek tidak usah khawatir. Ara hanya sedikit sesak karena tamu yang diundang di acara ini sangat ramai..." jawabnya sambil tersenyum.

Amora menghembuskan nafas dengan pelan. Ia merasa takut sendiri saat menyadari keterdiaman Ara. "Sebentar lagi acara akan selesai dan kita bisa langsung pulang, bisakah Ara bersabar sebentar lagi? nenek akan bilang dengan kakekmu untuk cepat pulang, nenek khawatir..."

Ara tersentuh mendengar perkataan neneknya. Sungguh, Ara sangat menyayangi mereka berdua. Dengan lambat, Ara mengambil dan menggenggam erat tangan Amora serta mengelusnya pelan. "Nenek tidak usah khawatir, Ara tidak apa - apa kalau itu yang nenek takutkan."

Amora tersenyum dan mengelus sayang wajah Ara. "Oh..ya, ada yang ingin nenek bicarakan setelah kita pulang nanti..."

Ara mengangguk mengiyakan.