Chereads / look at me / Chapter 11 - Chapter 15 | Terungkapnya Ari.B

Chapter 11 - Chapter 15 | Terungkapnya Ari.B

Harus Nuke akui, teman-temanya memang sangat berantusias membantunya menemukan sosok dibalik surat-surat miterius itu. Mela dan Galang mulai menyusun rencana, hanya Kenzo yang terlihat paling santai, meneliti dua surat di tanganya sambil bersenandung kecil.

"Kapan kita berangkat nih?" Kenzo mulai jengah dan bosan. Dia tidak sabar mengungkap siapa orang bernama Ari. B itu.

"Hayok," Mela berucap, nampaknya dia dan Galang sudah selesai merancang strategi.

"Tunggu dulu, jadi apa rencananya?" tanya Nuke pada Mela dan Galang. Mereka berdua hanya nyengir kuda sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Sebenarnya, kita juga nggak tau, kita bingung mau buat rencana kayak apa?"

Kenzo ber-hadeh ria mendengar jawaban Galang "Jadi dari tadi, kalian nggak dapet ide apa-apa?" Galang dan Mela menggeleng serempak. Kenzo tertawa sinis "Udah tau nggak ada otak, pake sok-sokan mikir, buang-buang waktu tau nggak," cercanya.

"Udah-udah, lagian buat apa sih, nyari orang aja pake rencana," tukas Nuke, dia berdiri dari tempat duduknya "Ayo ah, kita berangkat, sekolah udah sepi nih."

Semua mengikuti perintah Nuke, mereka berjalan beriringan menuju kelas dua belas. Sekolah benar-benar sudah sepi. Mereka memulai aksi pertamanya dari kelas 12 Ipa 1, namun tidak menemukan anak bernama Ari. B di buku absensi kelas itu.

Berlanjut ke kelas berikutnya, dan hasilnya sama, mereka tidak menemukan apapun. Lelah, mereka memilih kembali ke kelas, dan memutuskan untuk berhenti melakukan pencarian. Mau apa lagi? selain siswa, tidak ada guru, kariawan atau tukang kebun sekalipun yang memiliki nama Ari. Ya! satu tahun sekolah sudah cukup untuk mereka mengenal seluk-beluk sekolah ini.

Entah, tiba-tiba saja Nuke merasa cringe "Kalau di sekolah ini nggak ada yang namanya Ari. B, terus dia itu siapa? Atau jangan-jangan, dia.." Nuke mengubah suasana menjadi mistis.

"Setan? nggak mungkin!" Kenzo menyela, dia paham arah dari perkataan Nuke, dan menurutnya itu sangat-sangat tidak rasional  "lo jangan mikir kesana-sana dong Ke," sungutnya. Nuke mengangguk sambil memanyunkan bibirnya.

Saat sedang sibuk dengan pikiran masing-masing, seseorang datang mengejutkan mereka.

"HAYOH!!"

Mereka berempat tersentak melihat sosok tinggi besar tiba-tiba masuk ke dalam kelas. Dia Pak Yayan, guru piket yang bertugas sebagai tukang absen keliling "Kalian lagi ngapain hah?! Lagi transaksi narkoba ya!" tuduhnya langsung.

"Enak aja!" ucap Galang tidak terima. "Kita lagi menyelesaikan sebuah kes," lanjutnya dengan nada pelan-pelan, seolah dia adalah agen rahasia 86.

Pak Yayan menatap mereka tidak percaya "Kalian kira, saya bisa dibodohi, sekarang, tunjukan dimana sabu-sabunya!"

"Astagfirullah, jaga mulut bapak ya! kita semua ini anak soleh solehah, nggak kenal sama barang haram kaya gitu," Kenzo menatap Pak Yayan tidak suka, udah tua tapi suka suudzon.

Kini Pak Yayan mengangguk sambil mendekati mereka "Kalau bukan Narkoba, terus ngapain kalian masih di sekolah? bel pulang udah dari lama bunyi loh, Pake berpasang-pasangan lagi."

Mereka berempat saling menatap satu sama lain, mengerti maksud dari ucapan Pak Yayan "Astagfirullah" ucap mereka serempak, bahkan Mela ikut-ikutan nyebut.

"Maksud bapak, kita sedang melakukan penyimpangan? Mana mungkin! " Galang berdiri dari tempat duduknya "Kita anak baik-baik, kita selalu patuh norma dan peraturan, atau jangan-jangan bapak sendiri yang Narkoba? hayoh ngaku!"

Pak Yayan melotot, mendekati Galang lalu mengeplak kepala cowok itu pelan "Sontoloyo! sembarangan kamu ya, nuduh nuduh ahli surga seperti itu," Nuke, Mela, dan Kenzo hanya tertawa melihat perdebatan antara Galang dan Pak Yayan.

Beberapa saat kemudian Nuke tersadar akan sesuatu "Pak Yayan," panggilnya. Perdebatanya dengan Galang sekatika usai.

"Ada apa?"

"Pak Yayan kan setiap hari ngecek absen kelas, emm, bapak pernah nggak, kenal, tau, atau denger anak yang inisial namanya Ari. B?" tanyanya, Siapa tau saja, dalam pencarian kemarin mereka melewatkan sesuatu. Ketiga teman Nuke turut menatap Pak Yayan penasaran.

Pak Yayan tampak berfikir, mengerutkan dahinya sambil mengetuk-ngetukan dagunya dengan telunjuk "Ari. B?" ulangnya tanpa berhenti mengingat "Iya ada! Bapak nggak asing sama namanya, tapi bapak lupa siapa dia, anak kelas berapa, bapak nggak inget," ucapnya yakin tak yakin.

Nuke tersenyum "Tapi bapak yakin kan, ada anak yang namanya Ari. B di sekolah ini?"

"Iya, bapak yakin, namanya familiar banget di telinga saya," kali ini ucapan Pak Yayan terdengar meyakinkan.

Empat anak muda itu saling menatap, lalu tersenyum lebar. Pak Yayan yang tidak tau menau tentang masalah mereka, hanya cengo dengan sikap aneh mereka. Dia pergi setelah melihat kelakuan anak-anak di depanya kini semakin menakutkan.

Galang menyatukan tanganya "Bagus, kita dapat petunjuk meyakinkan, Berarti kita masih ada harapan," ucapnya, lalu disusul anggukan dari teman-temanya.

"Kita lanjutin misi kita besok, gue pengin pulang, laper," Kenzo berdiri dari bangkunya lalu berjalan keluar dari kelas "Bye," ucapnya saat sudah tepat di depan pintu. Galang yang tertinggal berlari menyusul Kenzo "Ken tungguin gue!"

Tersisa Nuke dan Mela yang masih duduk di bangku masing-masing "Jadi, gimana hubungan lo sama Kenzie?" tanya Mela. Dia melihat perubahan di raut wajah Nuke. Cewek itu hanya diam. Lalu mengangkat bahunya.

"Katanya dia Cuma cinta sama gue," ucapan Nuke terdengar hambar. Entah, dia merasa ragu pada Kenzie. Tapi dia sama sekali tidak mengharapkan perpisahan, bahkan jika benar Kenzie dan Amara masih saling mencintai, dia tidak akan berniat untuk berpisah. Dia tidak ingin Kenzie dekat kembali dengan Amara, karena dia takut dia dan Kenzie akan berpisah. Itu sebabnya dia marah dengan Kenzie.

"Kalo lo nggak yakin, jangan dilanjutin, karena pada kondisi yang seperti ini, gue yakin lo yang bakal tersakiti."

"Gue juga mikir begitu, tapi pada kenyataannya, ninggalin Kenzie nggak semudah itu Mel," Jangankan untuk berpisah, marah lama-lama saja Nuke tidak kuat. Dia jadi merasa sedih pada dirinya sendiri "Gue udah berharap sama dia sejak lama," Nuke merasa diperbudak oleh cinta.

Mela mengerti "Hmm, sabar ya, lo pasti bisa kok."

Nuke tertawa singkat lalu mengubah ekspresi menyedihkanya "Eh, kenapa jadi melow-melow begini sih, ya ampun," dia menaruh kedua telapak tanganya di pundak, lalu bergaya seperti orang paling bahagia. Mela ikut tertawa, lalu menyeret temanya itu menuju parkiran sekolah.

💌

Cewek itu menyetel lagu dengan volume keras. Sambil memakan camilan beraneka bentuk dan rasa. Dia ingin meluapkan segalanya. Sendirian. Handphonenya berulang kali berdering, bukannya dia mengabaikan, dia hanya terlalu fokus melompat, bernyanyi, dan menelan makanan di tanganya, sampai tidak mendengar apapun kecuali lantunan lagu dari spiker kecil milik kakanya yang dia pinjam.

"Nuke!!" Dimas berteriak dari luar kamar. Kali ini Nuke mendengar, dia mematikan spikernya, lalu berjalan menuju pintu.

Nuke menemukan kakanya beracak pinggang di depan pintu "Apa? Teriak-teriak brisik tau nggak!" kesalnya.

"Nggak nyadar diri ya," Dimas mengetuk jidat Nuke pelan "Nyetel lagu kayak orang budeg, hampir rubuh tau nggak rumah ini."

"Lebhay!" cletuk Nuke yang langsung dihadiahi tatapan maut dari Dimas.

"Kamu tau nggak, Akbar lagi tidur, bisa dimarahin ibu kalau dia sampai bangun, Kakak juga lagi belajar, awas aja kalau brisik lagi, kakak bawain warga buat grebek kamu."

Nuke tidak mau pusing-pusing mendengarkan ocehan kakaknya lagi. Dia menutup pintu pelan, berjalan lagi menuju ranjang.

"Nuke!"

cewek itu menghela malas. Mau apa lagi sih, Dimas?

"Hmm."

"Pacar kamu nunggu di bawah."

Ops, Nuke menyibak bantal yang menumpu kepalanya, lalu berjalan lekas ke luar. Dia menemukan sosok Kenzie tengah duduk di bangku teras rumahnya, dia menyusul dengan perasaan enggan.

"Nu-"

"Ada apa?"

Kenzie sedikit terkejut dengan reaksi Nuke. Cewek itu bahkan hanya berdiri di ambang pintu. Tak mau berfikir negatif, dia mengeluarkan dua buah benda dari dalam dompetnya "Nonton yuk?" Ajaknya sembari menunjukan dua tiket bioskop.

Nuke memutar bola matanya malas "Gue lagi banyak tugas hari ini," dustanya. Sungguh, ingin rasanya Nuke memaki, mengeluarkan keluh kesahnya di hadapan Kenzie secara langsung. Tapi dia sadar juga, kalau kehilangan Kenzie adalah sesuatu yang paling dia takutkan.

"Yah, gue udah beli tiketnya, sayang dong."

Melihat raut memelas Kenzie, Nuke jadi tidak enak hati. Namun mengingat kejadian Kemarin, hatinya benar-benar panas. Bahkan sampai sekarang pun Kenzie tidak mau menjelaskan alasannya bertemu Amara waktu itu. Setidaknya hargai Nuke sebagai pacarnya, sedikit saja, misal dengan beralasan walaupun itu bohong.

"Maaf Zie, lain kali aja,"

Nuke berlalu, masuk kembali ke dalam rumah. belum sepenuhnya pergi karena dia masih berdiri di balik pintu, mengintip dari celah jendela.

Kenzie masih di tempatnya, hatinya bertanya-tanya. Nuke selalu berantusias ketika dia ajak ke manapun, tidak biasanya dia menolak apalagi bersikap dingin.

"Gue salah apa?"

💌

"Heh Nina bobo, ngapain lo di sini!" sentak Kenzo pada seorang cewek bernama Nina.

Nina melolotot ke arah Kenzo "Emang kenapa? kalau bukan di suruh Bu Alin, nggak bakal mau gue satu kelompok sama lo, apalagi sama temen lo ituh," tunjuknya pada Galang.

"Kenapa jadi bawa-bawa gue?" protes Galang tidak terima.

Suasana Kelas sangat ramai, Bu Alin membagi tiga puluh anak di kelas menjadi lima kelompok. Kenzo yang sudah nyaman satu kelompok dengan tiga teman karibnya, jadi terganggu dengan kehadiran Nina. Cewek berpostur kecil itu sangat cerewet dan selalu ingin tau. Pembicaraan mereka pasti terganggu, apalagi ini menyangkut misi sepulang sekolah nanti.

"Pergi sana lo! anak sd nggak boleh di sini," usir Kenzo. Nina yang kesal menutup telinganya rapat-rapat, berusaha mengabaikan ucapan cowok rese di dekatnya.

"Udah Ken, biarin aja kenapa, lagian Bu Alin sendiri yang nyuruh Nina di sini," Nuke ikut bersuara, dia menatap Nina kasihan.

"Yaudah, tapi lo jangan bawel ya!" Kenzo memberikan peringatan, yang di balas lirikan mata oleh Nina.

Bu Alin hanya memberikan tugas membuat teks karya ilmiah secara berkelompok hari ini. Tugas yang di berikan untuk dikumpulkan minggu depan, aman, mereka bisa mengerjakan tugas ini besok, dan memanfaatkan waktu kali ini untuk membahas misi dibalik Ari. B.

"Jadi-"

"Nuke," Nina memotong ucapan Galang. Cewek itu menatap Nuke dengan mata berbinar "Gimana mejanya?" tanyanya.

Nuke menatap Nina bingung "Meja?"

"Iya, waktu piket kemarin gue ganti meja lo."

Mata Nuke membulat sempurna "Kenapa? kok bisa?"

Nina sedikit terkejut dengan reaksi Nuke. Apa yang dilakukanya salah? "Soalnya, gue liat meja lo keliatan udah keropos gitu, jadi gue ambil meja di gudang deh buat gantiin meja lo, lebih enak kan sekarang?" jelasnya polos.

"Emang kapan lo piket?"

"Rabu pagi."

Nuke menganga tak menyangka, dia menemukan surat itu selasa sore, berarti hari itu tepat setelah Nuke menemukan suratnya. Kini ketiga temannya menatapnya meminta penjelasan "Meja ini bukan tempat benda itu di temukan," ucapnya dengan nada lesu.

Ya ampun, jadi usaha Nuke dan teman-temanya selama ini sia-sia saja, Ari. B tidak ada hubunganya dengan surat misterius itu. Nuke, Mela, Kenzo dan Galang menatap Nina sedikit Gemas "Kenapa lo nggak bilang kalau ganti meja gue?" tanya Nuke kesal.

"Emang harus ngomong ya?"

Nina membuat mereka semakin kesal. Bukanya takut, cewek itu malah menunjukan senyum imut bak bayi tak berdosa, dan senyum itu malah membuat mereka yakin kalau cewek seperti Nina memang pantas dicekik.

"Emang kenapa sih?"

"Kenapa? Lo udah buat kita capek tau!" jawab Galang, sekuat tenaga menahan untuk tidak menabok  wajah polos Nina.

"Lah, kan yang mindahin meja ini gue, kenapa kalian yang capek?" jawab Nina gamblang.

Seketika Galang bangkit dari tempat duduknya lalu bertriak "GUE BUTUH CLURIT!!" semua manusia di dalam kelas menatap Galang cengo.