"Ngiler gue" ucap Kenzo. Di tengah terik matahari, sepulang dari fotokopian, Dia dengan tiga temanya berdiri di depan polsek, menatap pohon mangga yang berbuah lebat di halaman polsek.
"Minta yuk, seger banget kayaknya," ajak Kenzo tak tahan.
"Malu ah," sahut Nuke.
"Yaudah kita ambil aja, tapi jangan bilang-bilang," mangga berwarna Hijau merekah itu benar-benar menguji ke imanan Kenzo.
"Ogah! lo gila apa mau nyolong di kantor polisi, yang ada, bukan cuma langsung dipenjara kita, tapi bisa langsung di selpet peluru" ucap Mela. Cewek itu sudah berangkat sekolah setelah pulang dari perkemahan kemarin.
"lagian lo bayangin aja Ken, misalnya ketahuan nyolong satu mangga itu di hukum setahun, lah gimana kalau lo ketahuan nyolong sekilo, bisa di penjara sampai jenggotan lo."
Kenzo bergidik ngeri mendengar penuturan Mela dan Galang. Dia menatap kembali buah mangga itu putus asa. Kalau di Eropa dulu, melihat buah mangga seperti tidak berselera, berbeda saat di Indonesia yang suasananya panas, buah itu terlihat sangat menyegarkan.
"Yaudah yuk, balik ke sekolah, nanti kita dicariin Pak Samar," ajak Galang. Dia menarik Kenzo yang masih mematung sambil menatap buah yang bergelantungan manja itu.
Mereka segera duduk setelah sampai di kelas. Nuke langsung saja meringkas sebuah materi sejarah di bukunya, seperti yang di perintahkan Pak samar. Sialnya, tinta pulpenya habis. Nuke berdecak sebal, lalu merogoh ke dalam lacinya. Dia sering meletakan pulpen di dalam, siapa tahu ada pulpen lain di dalam sana.
Namun bukanya menemukan pulpen, dia malah tak sengaja menyentuh sebuah benda asing di sana. Dia menarik keluar benda itu. Alangkah terkejutnya dia saat melihat sepucuk mawar merah yang dia genggam di tanganya.
Nuke segera melempar kembali benda itu ke dalam laci, sebelum ada orang lain yang melihat, terutama ke tiga temanya. Dia sudah malas dengan benda-benda misterius yang selalu dia temukan di lacinya.
Untuk Nuke sendiri, sebenarnya dia juga masih sangat penasaran dengan orang di balik itu semua. Bagaimana jika Nuke melewatkan orang yang benar-benar tulus selama ini? Siapa dia sebenarnya? Tiba-tiba terlintas sebuah ide di benak Nuke.
"Kalau gue bales surat-surat ini sekalian tanya dia siapa, dia bakal bales apa enggak ya?"
💌
Sore ini cukup menyenangkan, sejuk, tapi tidak mendung. Berulang kali rambut Nuke berkibar diterpa angin sepoi-sepoi. Dia berdiri menghadap ke barat, melihat warna jingga di atas sana.
"Gue seneng lo ngajak gue ke sini," ucap Nuke pada orang di sebelahnya "Walaupun sebenernya gue takut," lanjutnya sambil melihat ke bawah. Dia duduk tepat di atap ruang osis, bersama Kenzie yang terus menjaganya dari belakang.
"Kenzie."
Kenzie menoleh memenuhi panggilan Nuke. Cowok itu bertanya dengan tatapanya.
"Gue mau nanya sesuatu, dan lo harus jawab jujur," ucap Nuke. Dia menahan tangannya diatas paha sebab angin sore kini juga menyerang rok selututnya.
"Apa?"
"Tentang boneka dasboard yang lo kasih ke gue, apa bener itu dari penggemar lo?"
Tawa kecil terbit di bibir Kenzie. Dia merogoh isi tasnya lalu mengeluarkan benda kecil berwarna kuning "Bukan, sebenarnya itu dari gue."
Nuke mendengus geli, merebut benda ditangan Kenzie "Alasannya?"
Kenzie mengikis jarak, tangannya terulur menuju pucuk kepala Nuke "Karena gue suka sama lo udah sejak lama, saat pertama kali gue liat lo tidur di atas bankar UKS waktu itu, you are so beautiful, cute, and peaceful, Tapi lo nggak peka."
cup
Tiba-tiba sebuah benda kenyal mendarat di bibir Nuke. Tanpa aba-aba Kenzie menciumnya. Jantungnya seperti mencelos, darahnya berdesir hebat. Dia hanya diam saat bibir Kenzie bergerak pelan di atas bibirnya. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. first kiss from first boyfriend. Jujur, dia sangat menyukai kegiatan ini.
Beberapa detik kemudian moment itu selesai. Nuke menarik nafas dalam-dalam, kejadian barusan berhasil menguras isi paru-parunya. Sementara Kenzie, entah apa yang dia pikirkan, tiba-tiba cowok itu terbahak.
"Kenapa?"
"Liat muka lo merah begini, jadi inget lo dulu. Lo salting banget kalau gue deketin," Ucap Kenzie dengan sisa tawanya.
"Nggak usah dibahas lagi!" Nuke memalingkan wajahnya kembali ke depan, menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Tapi jujur gue seneng banget buat lo salting, Lo keliatan lucu kalau lagi gitu."
"Stopp!!" Nuke menjerit malu. Dia gemas sendiri, jujur saja dia bukan tipe cewek yang suka digombalin.
"Oke, sory sory " Kenzie menghentikan tawanya "Udah mau gelap nih, yuk turun." dia mengulurkan tangannya pada Nuke, menuntun cewek itu menuju tangga.
Nuke melompat turun dari anak tangga, disusul Kenzie di belakangnya. Mereka segera berjalan menuju motor Kenzie yang terparkir di depan ruang osis. Tak banyak yang mereka katakan. Dengan perasaan senang, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Kenzie mengingat kembali memori-memori yang sudah dia dan Nuke lewati selama hampir empat bulan ini. sementara Nuke membayangkan bagaimana masa-masa yang akan dia dan Kenzie lewati selanjutnya.
Tuhan, Nuke merasa hubunganya dengan Kenzie terlalu indah saat sedang damai seperti ini. Nuke memohon dalam hatinya, semoga hubungan mereka selalu dilindungi dari hal-hal yang tidak menyenangkan, karena dia bahagia dengan Kenzie, cowok itu tau cara membuatnya begitu. Dia tidak bisa menjamin dia akan baik-baik saja, jika hubungannya dengan Kenzie harus berakhir.
💌
Untuk kesekian kalinya, dia merobek kertas tepat di depanya, lalu membuangnya ke lantai dengan asal. Sudah lebih dari ratusan kata yang dia coba rangkai menjadi kalimat indah. Sayangnya semua gagal. Dia terlalu kaku untuk menjadi romantis.
Satu mawarnya sudah ditolak oleh Nuke, lalu bagaimana dengan nasib mawar-mawar yang masih tergeletak di kamarnya. Ternyata sesulit ini mencintai orang yang tidak peka, perlu bekerja keras dan itu melelahkan. atau mungkin, ini karena dia sendiri yang terlalu pengecut. Bukankah dia dekat dengan Nuke, bahkan dia dan gadis itu pernah sedekat jari manis dengan jari kelingking, tapi pada kenyataanya mulutnya masih terlalu kelu, hanya untuk mengatakan 'aku suka kamu'.
Cowok itu mengambil kertas diary kembali. Dia telan dalam-dalam semua pikiran Negatif yang berselewengan di otaknya. karena semua itu semakin membuatnya takut. Namun sepertinya otaknya benar-benar buntu. Dia meletakan penanya dengan kasar.
Merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Jendela kamarnya terbuka, dia bisa melihat bulan seutuhnya dari tempat tidur. Tiba-tiba saja hatinya berkata
Bulan. Benda itu punya sejuta ke indahan. Punya cahaya yang menenangkan, bentuk yang unik, dan warna putih yang halus. Sayangnya keindahan bulan itu tercipta, karena dilihat jauh. Jika dilihat, dirasakan dari dekat, bulan tidak seindah itu. Di sana terjal, sepi, menakutkan, dan sulit tersentuh, karena kita hanya bisa melayang-layang tanpa mampu berpijak dengan tenang.
Sama halnya seperti yang aku rasakan pada Dia.
Nuke.
Aku kira mendekatinya tidak akan sulit, karena aku melihat dia sebagai cewek yang baik, periang, dan selalu tersenyum. Aku melihatnya sebagai sosok yang berbeda setelah aku mengenalnya. Dia mudah di dekati, tapi sulit untuk dibuka hatinya. Apalagi ketika dia menemukan pujaan hatinya. Dia sama sekali tidak bisa tersentuh, membuat setiap usahaku beterbangan percuma, lalu menjadi gagu walaupun bisa dekat denganya.
Cowok itu tersenyum. Melihat bayangan dirinya di agan-angan, lalu berkata "Ya ampun, inikah yang diamakan delusi patah hati?"