Chereads / look at me / Chapter 19 - Chapter 24 | Sepenggal Kisah Masa lalu

Chapter 19 - Chapter 24 | Sepenggal Kisah Masa lalu

Nuke menarik sebuah kotak topi dari bawah tempat tidurnya. Di dalamnya terdapat beberapa benda-benda berharga masa kecilnya, dan juga foto-foto kenangan bersama ayahnya dulu. Dia mengambil sebuah view master yang ayahnya belikan khusus saat ulang tahunnya yang ke 9 tahun.

Di dalam view master itu terdapat foto-fotonya bersama anggota keluargannya yang lain, sejak masih bayi sampai memasuki usia anak-anak. Dirangkai dengan indah, berbalut nuansa retro.

Potongan kenangan itu selalu membawa angan-angan Nuke menuju pada sosok Zain. Ayahnya yang pergi entah kemana.

Kenangan yang pahit, bisa mengubah perasaan seseorang jadi buruk setelah mengingatnya. Namun sayangnya setiap Nuke merindukan ayahnya, kisah kelam itu seperti tidak mau terlewatkan.

Delapan tahun yang lalu.

Zain Abube. Suami dari wanita berdarah Jawa bernama Shalsadila, ayah dari Dimas permana Abube dan Shalsabila Nukaila Abube. Laki-laki penyayang itu tengah berada pada roda kehidupan yang terpuruk. Dunianya di obrak-abrik setelah mendapat PHK dari kantornya bekerja, dan terlilit cicilan properti.

Sebagai anak yang mandiri, dia tidak mau meminta bantuan dari orang tua dalam masalah keluarganya, bahkan tidak akan berniat seperti itu. Sudah cukup dia dengan jasa orang tuanya dulu, merawatnya sampai dewasa seperti ini. Dia tidak ingin merepotkan mereka kembali setelah bisa berjalan sendiri.

Namun bukanya mendapat dukungan dari istrinya yang akrab disapa Dila. Dia justru selalu dipojokan dengan berbagai permintaan dari wanita yang dinikahi pada umur sembilan belas tahun itu. Demi cintanya kepada istri dan anak-anaknya, dia berusaha keras mencari pekerjaan kembali. Sampai akhirnya, dengan berbekal bakat bermusik-nya, dia memutuskan menjadi guru prifat musik di sebuah sanggar di kota Palembang.

Akan tetapi, gajihnya yang tak seberapa, tidak bisa menarik kasih sayang dari Dila kembali. Dila memutuskan bekerja, untuk memenuhi kebutuhanya sendiri. Awalnya semua berjalan baik-baik saja, tapi lama-kelamaan sifat Dila mulai berubah. Entah mengapa dia menjadi bersikap cuek kepadanya, tapi untungnya wanita itu tidak melakukannya pada kedua anaknya.

Sampai suatu ketika, saat dia cukup larut untuk pulang ke rumah. Tak sengaja, di sebuah kedai makan kecil, dia melihat Dila bersama laki-laki lain di sana. Tertawa lepas, berpegangan tangan, sambil sesekali laki-laki itu mengelus wajah istrinya. Dia yang kalap langsung menghampiri Dila dengan langkah bergegas.

Dia marah sesampainya di sana, berteriak di depan banyak orang, berusaha meminta penjelasan dari Dila. Namun yang terjadi, wanita itu malah berbalik marah dan pergi dengan laki-laki itu.

Menyusuri jalan yang sepi, dengan lelah dia berjalan pulang ke rumah sambil menahan rasa kecewa. Seorang laki-laki yang punya kesabaran luar biasa, kini menangis dengan mudahnya.

Sesampainya di rumah, dia mendapati Dila duduk di sofa ruang tamu. Menatapnya dengan penuh kebencian. Dia mencoba berbicara halus pada istrinya itu, walau seharusnya dia yang merasa terluka. Namun setiap ucapan yang Dila katakan, selalu memposisikanya sebagai peran yang bersalah.

Dila lelah dengan kondisi mereka saat ini. Zain tidak bisa memenuhi apa kemauannya seperti yang laki-laki itu janjikannya dulu. Bahkan dia mengatakan kalau dia, sudah tidak mencintai Zain lagi.

Semuanya tiba-tiba terasa pupus. Hancur dalam waktu seketika.

Sementara Dimas dan Nuke hanya bisa terdiam, bersembunyi di balik tirai pintu kamar mereka. Sesekali Dimas mengusap bahu Nuke, meyakinkan pada adik perempuanya kalau hal seperti ini sudah wajar dalam sebuah keluarga.

Nuke hanya mengangguk. Menatap sedih ayahnya yang duduk sambil menyembunyikan tangis di balik telapak tangannya. Lalu berbaring di tempat tidurnya tanpa bisa tertidur.

Semuanya begitu jelas terdengar. Isak tangis ayahnya, dan kemarahan ibunya di dalam kamar. Nuke menatap langit-langit kamarnya, dia merasa sangat khawatir dengan kedua orang tuanya. Dia ingin menemui mereka, namun Dimas menahan, menjaga di sampingnya sampai dia bisa tertidur.

Keesokan harinya. Dimas dan Nuke terbangun ketika mendengar suara pintu kamar diketuk. Mereka membukanya secara bersamaan, dan menemukan ayahnya berdiri di sana sambil menenteng sebuah tas besar. Tiba-tiba saja laki-laki itu memeluk mereka berdua, sambil berpesan agar mereka menjaga diri baik-baik.

Nuke bertanya kemana ayahnya akan pergi, namun ayahnya tidak menjawab. Dia mengelus pucuk kepala Nuke kemudian berjalan ke luar rumah. Nuke tidak bisa melihat ayahnya pergi. Dia berusaha menahan ayahnya, memohon, dan terus mencekal tangan ayahnya, untuk tidak pergi meninggalkannya.

Dimas yang sudah cukup mengerti dengan keadaan keluarganya, hanya bisa menahan adiknya untuk berhenti menahan ayahnya. Dia mengatakan ayahnya hanya akan pergi sebentar, dan pasti akan pulang kembali. Dengan itu, Nuke berhenti menangis.

Namun setelah sekian lama menunggu, ayahnya tidak kunjung pulang. Sampai akhirnya dia sudah cukup besar untuk menyadari kalau ayahnya tidak akan kembali. Orang tuanya sudah berpisah. Bertahun-tahun Nuke mencoba untuk terbiasa tanpa ayahnya.

Sementara Dila memutuskan hubunganya dengan laki-laki simpananya setelah resmi berpisah dengan Zain. Lalu pada tahun-tahun berikutnya, dia bertemu dengan Fendi, seorang pengusaha dari jawa.

Laki-laki itu menikahinya, menjadi pengganti Zain sebagai ayah Dimas dan Nuke, bahkan kini memberikan manusia baru dalam rumah mereka, yaitu Akbar.

Entah dimana Zain berada, bahkan Achmad Abube, kakek Dimas dan Nuke tidak mau mengatakan di mana laki-laki itu berada. Namun, dimana pun dia berada sekarang. Dia tetap menjadi laki-laki terhebat untuk Dimas dan Nuke.

Nuke meletakan view master itu kembali ke dalam kotak topi. Kini, dia bisa sedikit merasakan apa yang ayahnya rasakan dulu. Mana bisa seseorang melihat orang yang dia sayang bersama orang lain, membagi cinta dan perhatianya pada orang selain dirinya. Nuke merasakan itu saat melihat Kenzie bersama Amara. Menyakitkan.

Nuke meletakan kembali kotak itu ke bawah tempat tidurnya. Setelahnya mengecek notifikasi di ponselnya sebelum tidur.

Masih, Kenzie masih belum juga mengirim pesan padanya. Hampir lewat seminggu mereka seperti hilang kontak, padahal status hubungan mereka masih jelas.

Nuke sendiri ragu untuk menghubungi Kenzie terlebih dahulu. Apalagi mengingat perkataan Kenzie waktu itu yang menyebutnya pencemburu sampai menjelekan Amara. Dia pikir, Nuke se-childish itu?

Saat sedang bertengkar dengan pikirannya sendiri. Dimas tiba-tiba datang mengetuk pintu tidak sabaran.

"Buka!"

Berisik. Banget. Nuke sebenarnya enggan membukakan pintu, mengingat kebiasaan kakaknya yang suka sekali mengganggu. Tapi karena gedoran itu makin menggila, dan handle pintu kamarnya yang hampir copot karena ditekan-tekan tanpa perasaan. Akhirnya dia bangkit.

Baru hendak memaki kakaknya, mulutnya seketika membisu saat Dimas menyodorkan sebuket bunga dengan beberapa batang coklat tepat di depan wajahnya.

"Nih, dari pacar kamu!"

Pacar? Nuke tidak percaya begitu saja "Kenzie maksudnya?"

"Iyalah, emang pacar kamu siapa lagi?"

"Terus orangnya mana? Kok nggak bilang sih, kalau kesini?" Tanya Nuke, berjalan ke tepi tangga sembari menatap pintu di lantai bawah sana.

"Dia cuma ngasih itu aja, terus pulang."

Tidak ada tanggapan lagi dari Nuke selain anggukan kepala. Saat akan masuk ke kamarnya, Dimas kembali bersuara.

"Oh ya Ke, besok kamu suruh nungging dia, mau berangkat bareng katanya." Ucapnya sambil mencomot sebatang coklat di tangan Nuke.

Cewek itu tertegun beberapa saat, lalu menjawab "Oke."