Chereads / look at me / Chapter 16 - Chapter 16 | Terlalu Singkat

Chapter 16 - Chapter 16 | Terlalu Singkat

"Kok lo bisa nggak nyadar sih, kalau meja lo di ganti?" Mela merasa sebal. Padahal, kalau benar meja itu tempat surat misterius itu di temukan, mungkin Ari. B sudah mereka temukan sepulang sekolah nanti.

"Ya mana gue tau, abisnya gue nggak pernah merhatiin meja gue. Lagian kalau gue liat-liat, semua meja di kelas ini tuh sama, dari bentuknya, warnanya, semuanya sama, semua meja di sini juga banyak coretanya, ya wajar kalau gue nggak tau," jelas Nuke panjang lebar.

Dari luar kelas, terdengar suara berat Kenzo memanggil nama Nuke dan Mela. Cowok itu masuk ke kelas bersama Galang, berjalan dengan semangat mendekati dua teman ceweknya.

"Ternyata bener! bukan Ari. B orangnya," ucap Kenzo gembira.

"Dari mana lo tau?" Mela belum sepenuhnya percaya.

"Tadi gue sama Kenzo datengin Pak Yayan sama Pak Jon di ruang kearsipan, kita minta izin buat liat semua buku absen sekolah ini," ucap Galang yang kemudian dilanjutkan oleh Kenzo "Dan setelah setengah jam nyari, kita nemuin beberapa Nama berinisial Ari. B. Tapi semua orang itu udah pada lulus, dan nggak ada nama Ari. B di tahun ajaran sekarang, jadi kemungkinan besar, tulisan Ari. B di meja lo itu udah ada dari lama."

"Jadi kita harus gimana setelah ini?" tanya Mela, mendengar penjelasan dari teman-temannya malah membuatnya pusing.

"Kita sama sekali nggak punya petunjuk, sekarang semuanya bergantung pada Nuke, karena mungkin aja sebenarnya lo kenal dan deket sama orang ini, makanya dia nggak ngasih petunjuk, jadi mulai sekarang lo harus peka sama orang-orang di sekeliling lo," ucap Galang, menatap lurus ke arah Nuke.

"Aduh udah deh, gue udah nggak mau ngurusin masalah ini lagi, lagian nggak ada yang bisa jamin orang ini lebih baik dari Kenzie, gue nggak mau buang-buang waktu gue," ucap Nuke menyudahi. Kalaupun iya orang itu lebih baik dari pada Kenzie, salah sendiri dia tidak mau mengungkapkanya langsung. Tapi, toh Nuke hanya mencintai Kenzie, jadi untuk apa dia repot-repot mencari orang itu.

Nuke tau, semua orang punya caranya masing-masing untuk mencintai seseorang. Sama halnya dengan si pengirim surat-surat itu. Entah karena dia takut, atau hanya ingin mencintai Nuke dengan tulus tanpa memberi tau pada siapapun, tidak ada yang tau pasti selain dirinya dan tuhan. Tapi yang jadi masalahnya, semua itu tidak akan berarti jika orang yang dicintai sudah mencintai orang lain.

Nuke menyenderkan punggungnya lalu berucap.

"Untuk sekarang, kita akhiri dulu misi kita."

💌

Nuke berjalan menuju perpustakaan, merasa susah dengan setumpuk buku paket di tanganya. Seandainya tidak berdosa, dia akan menolak mentah-mentah perintah dari Pak Samar untuk mengembalikan buku-buku ini ke perpustakaan sendirian.

"Udah tua masih aja ngrepotin," gerutunya pelan. Namun dengan cepat dia menyalahkan ucapanya "Astaghfirullah Nuke, nggak boleh ngomong gitu, kan kamu juga yang butuh dia, ampuni Nuke ya Allah, Nuke hilaf," tapi bodohnya Nuke, dia malah menarik satu tanganya untuk menepuk mulutnya, akibatnya semua buku di tanganya terjatuh ke lantai. Karena beban buku yang berat, Nuke sampai ikut terjatuh dan lututnya membentur lantai.

"Kualat," hardiknya pada diri sendiri. Itulah akibatnya tidak ikhlas disuruh orang tua. Nuke segera merapikan buku-buku yang tercecer di lantai. Baru beberapa buku yang dia ambil, seorang cowok tiba-tiba datang membantunya.

Nuke sedikit canggung, cowok itu sesekali tersenyum menatapnya "Nih," ucapnya  membuyarkan lamunan Nuke. Dia mengulurkan setumpuk buku paket pada cewek itu.

Nuke menatap cowok itu ragu "Ma-makasih Sahala."

Sahala mengangguk. Nuke segera beranjak dari tempatnya. Namun kembali dia dibuat gugup saat Sahala memanggilnya. Nuke berbalik, dan terkejutnya dia ketika melihat Sahala sudah bersimpuh di kakinya. Cowok itu mengikatkan tali sepatunya yang terlepas.

Ya tuhan, Nuke sangat panik, bagaimana jika ada orang lain yang melihat kejadian ini? Nuke tidak mau mengambil resiko, dia segera menarik kakinya mundur, namun sepertinya Sahala sudah berhasil mengikat tali sepatunya "Ma-makasih," Ucapnya segera bergegas pergi.

"Nuke."

Nuke kembali menghentikan langkahnya "Iya?"

"Bener-bener udah nggak ada perasaan di hati lo buat gue?"

Nuke tertegun. Apa yang baru saja Sahala katakan?

"Semenjak suka sama lo, sampai saat ini, gue belum jatuh cinta lagi sama siapapun. Kalau Lo nggak bahagia sama cowok lo, lo bisa lihat gue kembali."

Deg. Mendengar kalimat itu, darah dalam tubuh Nuke seketika berdesir hebat.

Tanpa berucap apapun lagi Sahala pergi meninggalkan Nuke, Tidak berniat membantu Nuke untuk mengembalikan buku ke perpustakaan.

Nuke merasakan ada sesuatu yang berubah, namun dia berusaha tidak perduli. Dia segera melanjutkan kembali langkahnya ke tujuan awalnya.

Sampai Nuke kembali lagi ke kelas, perasaan itu belum hilang, entah kenapa Nuke merasa ada sesuatu yang hilang dari Sahala. Cowok itu jadi jarang terlihat dan pendiam setelah Nuke jadian dengan Kenzie. Sebenarnya, Nuke masih mengharapkan Sahala sebagai seorang sahabat, tapi sepertinya ada sesuatu yang tidak bisa Sahala terima, dan itu membuat Sahala menjadi sosok yang berbeda.

Dan mengingat ucapan Sahala tadi. Nuke jadi berfikir "Apakah Sahala? orang di balik surat misterius itu?"

Nuke menggelengkan kepalanya, untuk apa dia memikirkan itu kembali. Yang harus jadi konsentrasinya saat ini adalah hubunganya dengan Kenzie, bagaimana caranya dia mengantisipasi nasib buruk yang akan terjadi kedepannya.

💌

Cewek itu mencepol rambutnya, walaupun hanya sedikit yang bisa terikat. Tengkuknya gatal, merasa gerah juga. Dia berjalan lesu menuju taman belakang. Jam istirahat kali ini, Kenzie mengajaknya ke sana. Dia masih malas berbicara, jadilah Kenzie berangkat ke tempat itu terlebih dahulu, sementara dia berkata akan menyusul.

Sampai di sana. Terlihat Kenzie duduk membelakanginya. Terlintas di benak Nuke untuk mengejutkan cowok itu.

Dia mengambil langkah perlahan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Sebelum niatnya bubar, saat seorang cowok berjalan cepat mendekati Kenzie.

"Bro," Sapa cowok itu. Ah, Nuke tau siapa dia, Sam, ketua ekskul Bantara. Cowok itu tanpa permisi duduk di sebelah Kenzie.

"Kenapa nggak jadi ikut Ubaloka?" walaupun cukup jauh. Suara pembicara mereka terdengar cukup jelas di telinga Nuke.

"Nggak lah males, osis lagi banyak acara," beberapa hari yang lalu, SMA Edelweis mengirimkan personil Pramuka untuk mengikuti Ubaloka. Salah satu yang terpilih adalah Kenzie, namun peran ganda yang dia pegang, mengharuskannya untuk tetap tinggal di sekolah.

Nuke mengurungkan niatnya untuk mendekati Kenzie. Kalau masalah Kenzie sudah menyangkut urusan sekolah, dia tidak berani mengganggu.

"Banyak banget yang nanyain lo Zie."

"Masa?"

Sam tertawa singkat "Iya, apa lagi Si Itu, dia mepet terus sama kelompok sekolah kita?"

"Siapa?"

Dari kejauhan, Nuke menajamkan pendengarannya. Sam sialan, ucapannya barusan langsung membawa otaknya pada sosok Amara.

"Amara, mantan lo."

Kan! Nuke sudah mendidih di tempatnya. Cewek itu lagi?! walaupun tidak berhasil bertemu dengan Kenzie, mendengar usahanya mendekati Kenzie lagi membuat Nuke ingin mencabik-cabiknya tak tersisa.

"Mantan ge-be-tan," Kenzie menegaskan.

Nuke memukul geram tembok di sebelahnya. Awas saja kalau Kenzie membicarakan cewek itu, dan melupakan Nuke yang belum hadir di sana.

"Oh iya, dia titip sesuatu buat lo," Sam mengulurkan sebuah kotak kecil.

"Buat Gue? Dari Amara?" Kenzie memastikan.

"Iya, katanya suruh dijaga baik-baik, gue ke sini cuma mau ngasih itu, bye."

Setelah Sam pergi. Nuke menghampiri Kenzie dengan langkah pelan. Dengan jelas dia melihat Kenzie meneliti kotak itu sambil tersenyum. Perasaannya makin kacau, sedikit sakit banyak kecewanya.

Tidak, Nuke harus banyak bersabar, hubungannya dengan Kenzie baru berjalan 4 bulan. Waktu tersebut masih sangat muda. Terlalu singkat untuk diakhiri.

Tiba-tiba Kenzie membalikkan badannya, mendapati Nuke berdiri di belakangnya. Nuke tau, diam-diam Kenzie menyembunyikan kotak itu di sampingnya, di tempat yang sulit terlihat oleh pandangannya.

Kenzie tersenyum lebar "Nuke."

Sekuat hati, Nuke berusaha membalasnya.

"Hayyy."