Citra bersembunyi di balik jaket dan merasakan pipinya yang memerah. Ketika dia memikirkan cara Satya melepaskan ikat pinggangnya tanpa ragu, dia merasa sangat malu dan berdebar. Sebenarnya apa yang dilakukan Satya itu bukan apa-apa. Dia hanya mengganti celananya, tetapi karena Citra telah terbiasa melihat Satya yang berpakaian rapi selama ini, pemandangan itu terasa sangat ekstrem baginya.
Terlebih, tubuh pria itu seperti seorang model yang begitu menggoda. Bahu lebar dan pinggang ramping. Kulitnya tidak putih, tapi juga tidak gelap, warnanya eksotis. Otot perut six pack bisa terlihat dengan jelas, ditambah dengan lengannya yang berotot. Semua itu membuat Satya pantas dinobatkan sebagai pria dengan tubuh ideal. Pria yang didambakan semua wanita.
Saat tiba-tiba sadar apa yang dia pikirkan, Citra segera menggelengkan kepalanya. Dia tidak pernah tidur dengan Miko, tapi sekarang dia justru sedang memikirkan pengawalnya?
Satya berbalik, menyipitkan matanya, dan menatap wanita yang meringkuk di kursi belakang dan menutupi kepalanya dengan jaket. Tanpa sadar, tampak ada senyuman di bibirnya.
Setelah suara Satya yang sedang mengganti bajunya tidak terdengar, Citra bertanya, "Apakah kamu sudah selesai?"
"Ya, sudah nona," jawab Satya. Kemudian, Citra melepaskan jaket yang menutupi kepalanya.
Satya selalu tampak sederhana dalam balutan pakaian berwarna gelap, sedangkan Miko memiliki gaya yang lembut dan elegan. Baju yang dibeli Citra untuk Miko dan kini dipakai Satya adalah kemeja putih dengan celana panjang hitam, terlihat klasik dan sederhana.
Citra mengambil handuk yang ditempatkan di belakang dan menyerahkannya kepada Satya, "Handuk ini tidak pernah digunakan, pakai saja."
Pria itu melirik ke arahnya, mengambilnya, dan menyeka rambutnya. Setelah mengganti pakaiannya dan menyeka rambutnya, Satya menggunakan handuk kertas dan kain perca untuk membersihkan air di dalam mobil.
Setelah menunggu setengah jam, Citra sudah mengantuk di kursinya. Di saat yang sama, lampu mobil redup muncul di antara hujan. Pria yang duduk dengan tenang di kursi pengemudi mengambil payung dan hendak keluar dari mobil, tapi wanita di belakang tiba-tiba menghentikannya, "Satya."
Satya berbalik, "Ada apa?" Citra melepas jakektnya dan menyerahkannya padanya, "Pakai ini, hujan terlalu deras, dan payungku terlalu kecil, kamu pasti akan basah." Satya menatapnya selama beberapa detik, sebelum mengulurkan tangan untuk mengambil jaket itu dan memakainya.
Melihat Satya keluar dari mobil, Citra kembali kursi penumpang di samping kursi pengemudi lagi. Dia ingin melihat situasi di depan, lagipula, suasananya gelap dan hujan, dia sedikit takut Satya akan bertemu dengan seorang perampok.
Satya menghampiri mobil yang lewat di depannya. Ternyata mereka juga pasangan muda yang bepergian dengan mobil. Ketika mereka turun dari puncak gunung, mereka melihat lampu mobil Citra yang sedang parkir. Lagi pula, jalan di sekitar situ kurang bagus, jadi mereka menurunkan kecepatan mobilnya. Mereka juga menduga bahwa mobil Citra mogok, jadi mereka berhenti.
Satya mengetuk jendela mobil pasangan muda itu, suaranya masih terdengar di bawah suara hujan lebat, "Mobil kami mogok, bisakah kalian mengantar kami menuruni gunung, atau bisakah kami meminjam ponsel?"
Citra masih mengamati Satya di dalam mobil. Jaket hitamnya sebagian besar sudah basah terkena hujan. Wajahnya yang tampan juga terkena percikan air. Citra baru sadar bahwa Satya tampak kurus dan tinggi. Sosok itu sepertinya bisa saja menyatu dengan warna gelap langit malam. Tiba-tiba Citra merasakan jantungnya berdebar.
Pasangan muda di mobil itu saling memandang. Pria yang mengemudi ragu-ragu sejenak, dan berkata, "Aku akan pinjamkan ponselku padamu, tapi sinyalnya tidak bagus di tempat ini, ditambah petir dan hujan, mungkin tidak ada sinyal." Sambil berbicara, dia memberikan ponselnya pada Satya.
Satya memegang payung dengan satu tangan, dan mengambil telepon dengan tangan lainnya. Benar saja, hampir tidak ada sinyal di sana. Tapi, Satya masih mencoba untuk menelepon seseorang. Percobaan pertama, panggilan tidak terhubung. Percobaan kedua, sinyalnya terlalu lemah. Selain itu, ini adalah telepon milik orang asing, Satya tidak berani untuk menggunakannya terlalu lama, jadi dia menutup telepon dan mengembalikannya pada pemiliknya.
Setelah itu, Satya bertanya lagi, "Bisakah kalian memberi kami tumpangan untuk turun dari gunung? Tidak perlu sampai ke bawah juga tidak masalah, asal kami bisa bertemu banyak orang untuk mencari pertolongan." Pasangan muda itu diam beberapa detik, dan berkata, "Tunggu. Kami akan memikirkannya dulu."
sangat wajar jika kedua orang itu merasa ragu untuk memberi tumpangan pada Satya. Di tempat ini, telah terjadi pemerkosaan dan pembunuhan bulan lalu. Seorang wanita karir yang putus cinta pergi ke sini sendirian untuk melihat matahari terbenam. Dalam perjalanan pulang, dia memberi tumpangan pada sekelompok pria untuk turun gunung, tetapi dia justru diperkosa terlebih dahulu dan kemudian dibunuh. Kematiannya sangat menyedihkan.
Pasangan muda ini juga mendengar orang lain membicarakannya saat mereka makan malam di puncak gunung, jadi mereka sangat waspada terhadap Satya. Bagaimanapun, Satya terlihat tinggi dan gagah, jadi mereka merasa pria ini bisa menindas mereka kapan saja.
Sang pria ragu-ragu sejenak, dan berkata dengan malu-malu, "Ada banyak barang di kursi belakang mobil kami, dan kalian mungkin tidak bisa duduk. Kalau tidak, kami akan menghubungi orang dari bengkel untuk menolong Anda ketika kami sudah sampai di bawah. Atau Anda bisa berikan nomor teman Anda pada saya. Ketika ada sinyal, kami akan memberitahu mereka untuk menjemput Anda."
Satya berkata dengan lemah, "Tapi petir di sini terlalu berbahaya, dan ada seorang gadis di dalam mobil saya, dia sangat takut." Pasangan muda di dalam mobil itu masih tidak berbicara. Tapi, bisa dilihat bahwa masih belum ada niat bagi mereka untuk memberi tumpangan pada Satya dan Citra untuk turun dari gunung.
Satya menyipitkan matanya, tidak berbicara, dan berpamitan pada pasangan muda itu. Sang pria tampak lega dan siap memacu mobilnya. Namun, tanpa diduga, pria itu berteriak kesakitan karena tangannya tiba-tiba terjepit kaca jendela saat dia berusaha menutupnya setelah Satya berpamitan tadi.
Citra bahkan bisa mendengar suara teriakan pria itu. Satya yang melihatnya langsung berusaha menolongnya, tetapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun seperti orang yang sangat tenang. Saat Satya menyentuh tangan pria itu, darah bercucuran dari sana.
Satya menggenggam tangan pria itu dengan satu tangan. Rasa sakit dan darah yang mengucur deras membuat wajah pria itu mengerikan, dan wanita di sampingnya menangis ketakutan.
Satya berkata dengan tegas, "Percayalah, jika kamu tidak bekerja sama, tangan kekasihmu akan putus di sini malam ini. Bahkan, polisi tidak akan menolong kalian di tempat seperti ini."
"Aku percaya, aku percaya. Kamu bisa masuk ke mobil. Tolong kami!" teriak wanita itu menjerit ketakutan
"Kami akan mengantar Anda untuk turun gunung. Kumohon! Kumohon!" ucap wanita itu sambil menangis terisak. Satya mengangkat matanya dan menatapnya, bibir tipisnya tertutup, "Baiklah kalau begitu, ada seorang gadis di Ferrari putih itu. Kamu ke sana dulu dan jemput dia."
Wanita itu menangis dan berkata, "Baiklah. Aku akan menjemputnya." Setelah itu, wanita itu buru-buru mencari payung, lalu keluar dari mobil. Hujan masih sangat deras, tapi suara Satya bisa terdengar jelas di telinga wanita itu, "Bawa payung dua, jadi kalian tidak bisa basah. Gadis itu tidak memiliki payung di mobil."