Bahkan jika Citra mendengar kata-kata itu, dia merasa apa yang dikatakan Satya sangat kejam, apalagi Yulia, sekarang wajahnya menjadi pucat, tubuhnya gemetar. Dia tidak tahu apakah Satya sedang memberi nasihat atau sedang mempermalukannya. Miko sudah tidak bisa menahan diri. Dia berkata dengan marah pada Satya, "Satya, tutup mulutmu! Kamu tidak berhak ikut campur di sini."
Satya tidak peduli dengan Miko. Matanya masih tertuju pada Citra yang sedang berdiri di depan jendela. Dia hanya diam dan melihatnya, seolah menunggu perintah selanjutnya dari Citra. Miko ikut memandang Citra yang berdiri di depan jendela. Mungkin karena cahaya matahari yang terlalu terang, dia tidak bisa melihat raut wajah Citra dengan jelas. Sebaliknya, Citra bisa melihat wajah Miko dan tersenyum, "Miko, apakah kamu ingin mencoba gaun pengantin sekarang?"
Citra berdiri bersandar di kusen jendela. Bibir merahnya mengukir senyum tipis. Dia hanya menunggu jawaban dari Miko. Bibir Miko bergerak, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Keduanya saling memandang dan tidak berbicara untuk sementara waktu.
Yulia memecah keheningan, "Miko, kamu pergi saja dengan Citra," suaranya masih lembut dan tegar, matanya tertutup, air mata mengalir di wajahnya, "Urusanku… Kamu tidak perlu ikut campur lagi. Aku punya rencanaku sendiri."
Wajah Miko tampak terkejut mendengar apa yang baru saja diucapkan mantan kekasihnya itu. Dia tahu bahwa Yulia jelas tidak bisa mengurus masalahnya sendiri. Oleh karena itu, Miko tidak pernah bisa meninggalkannya. Selain itu, Yudha masih bersikeras untuk tidak menceraikan Yulia, jadi Miko benar-benar harus turun tangan saat ini.
Citra melihat mereka berdua secara bergantian. Dia membungkuk untuk mengambil tasnya, lalu melingkarkan talinya di bahunya. Dia menepis rambut panjangnya dengan tangan yang lain, dan tersenyum dengan agak terpaksa, "Kurasa suasana hatimu sedang tidak baik, Miko. Jadi, sebaiknya kamu harus menangani masalahmu dengan Yulia dulu. Ya, kupikir Yulia berhasil memanfaatkan penderitaannya untuk mendapatkan hatimu."
Wajah Yulia menjadi pucat. Dia menggigit bibir bawahnya dan berkata, "Citra… Bukan begitu." Miko ikut membela wanita itu, "Citra, sudah cukup. Jangan memperkeruh keadaan."
Citra berhenti sejenak. Kemudian, dia berusaha menyunggingkan senyuman, "Apakah aku salah?" Tatapan mata Miko semakin suram. Bibirnya ingin mengatakan sesuatu, tapi saat menatap Citra, dia mengurungkan niatnya seketika.
"Hari pernikahanku sudah sangat dekat. Tidak apa-apa kalau kalian berdua butuh waktu untuk menyelesaikan semuanya sekarang. Aku akan mencoba gaun pengantin sendiri. Jika kamu menyesali pernikahanmu dengan Yudha, maka aku tidak bisa menyalahkanmu," jelas Citra sambil menatap tajam ke arah Miko dan Yulia.
Mata Citra tidak sengaja bertemu dengan mata Yulia, dan dia melanjutkan perkataannya dengan senyum tipis, "Jika kamu berpikir bahwa aku akan menyesali pernikahanku dengan Miko kelak, maka kamu salah, Yulia. Aku bukan kamu dan tidak akan pernah menjadi sepertimu."
Setelah mengatakan itu, Citra berbalik dan berjalan menuju pintu. Ekspresi wajahnya menjadi datar. Dia memanggil Satya, "Ayo pergi."
____
Di luar Bar Castillo, matahari bersinar dengan terang dan angin yang bertiup membuat udaranya menjadi agak sejuk. Ferrari putih milik Citra sudah diparkir di tempat parkir. Citra menatap Satya yang sedang membukakan pintu mobil untuknya, "Apakah kamu meminta seseorang untuk mengirimnya ke sini secara langsung?" Satya menjawab, "Ya, nona. Sebelum Anda datang."
Citra membungkuk untuk masuk ke dalam mobil dan meletakkan tasnya di sampingnya. Dia memberi perintah pada Satya, "Pergi ke butik. Aku akan mencoba gaun pengantin hari ini." Satya menyalakan mobil dan melirik wanita di kursi belakang dari kaca spion. "Anda tidak menunggu Tuan Miko untuk pergi bersama?"
Citra menunduk. Dia berkata dengan malas, "Tidak. Aku ingin kamu yang melihat gaun pengantinku untuk pertama kalinya."
Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah butik terbesar di Kota Medan. Begitu mereka masuk, satpam di sana menyapa mereka dengan ramah, "Silakan masuk, nona dan tuan."
Setelah berada di dalam butik, pelayan di butik itu menyambut mereka dengan wajah gembira. Dia menyapa Citra terlebih dahulu sebelum menyadari bahwa ada pria yang mengikuti Citra di belakangnya. Mengetahui hal itu, sang pelayan langsung berseru, "Tuan Miko, gaun pengantin Nona Citra sudah tiba dua hari yang lalu."
Citra tertegun mendengar perkataan sang pelayan. Dia mengakui kalau Satya tampan dan menawan, tapi apakah pelayan itu tidak terlalu berlebihan dengan mengira Satya adalah Miko?
Butik baju pengantin ini dapat dikatakan sebagai yang paling mewah di Medan, jadi semua karyawan di sana sangat berkualitas, baik dalam bekerja maupun berperilaku.
Satya dengan ragu-ragu berkata, "Kamu salah paham, aku bukan tunangan Nona Citra, aku hanya seorang pengawal."
"Ah…" sahut pelayan itu kecewa.
Beberapa pelayan yang ada di sana juga saling memandang dan berkata dengan canggung kepada Citra, "Nona Citra, maafkan kami." Citra tidak terlalu peduli, "Keluarkan gaun pengantinnya. Aku ingin melihat dan mencobanya. Mungkin saja ada perubahan setelah aku mencobanya."
Gaun pengantin yang dipesan oleh Miko adalah karya seorang desainer terkenal dari Milan. Desainer itu secara khusus merancang gaun pengantin untuk Miko dan Citra. Miko tahu dia harus mempersiapkan segalanya dengan spesial mengingat identitas Citra sebagai putri dari seorang walikota.
Desain gaun pengantinnya sangat detail dengan ekor yang sangat panjang. Beberapa pelayan bahkan membantu Citra untuk mencoba gaun pengantin itu di ruang pas. Selama menunggu Citra, Satya duduk di sofa di luar dan menunggu. Dia duduk di sana dengan tenang sambil membolak-balik majalah di tangannya.
Beberapa pelayan toko sedang bergosip tidak jauh dari tempat Satya duduk.
"Dia terlalu tampan untuk menjadi seorang pengawal. Mengapa hidup Citra sangat beruntung? Apa tidak cukup menikah dengan bos muda? Dia bahkan memiliki pengawal dengan penampilan luar biasa di sisinya." ujar salah satu pelayan.
"Aku ingin berkenalan dengannya. Apa menurutmu dia mau berkenalan denganku? Aku bisa melihat wajahnya setiap hari tanpa merasa bosan sedikit pun," seru yang lain.
Setelah mereka mengatakan itu, tapi pada akhirnya tidak ada satu pun dari mereka yang berani mendekati Satya. Meski pria ini tidak berkata apa pun, tapi auranya membuat semua wanita biasa tampak ragu untuk mendekatinya, seperti seorang lelaki yang sulit digapai.
Tiba-tiba tirai kamar pas terbuka. Mendengar itu, Satya tanpa sadar menoleh ke arah kamar pas. Mungkin karena dia sudah terbiasa mendampingi dan melindungi Citra selama ini, jadi dia punya gerakan refleks yang bagus jika itu terkait dengan Citra.
Setelah tirai kamar pas terbuka, seorang wanita dengan gaun pengantin putih berjalan ke arah Satya secara tak terduga. Seorang wanita yang dibalut gaun pengantin selalu tampak cantik, apalagi jika itu adalah Citra, wanita yang memang cantik sejak lahir.
Gaun pengantin yang dikenakan Citra memiliki lengan dengan model Sabrina yang menunjukkan bahunya yang kecil. Tulang selangkanya yang seksi juga tampak jelas, sehingga menambah pesona Citra. Citra belum sempat memotong rambutnya, jadi rambut panjangnya yang tebal dan terawat itu terurai bagaikan air terjun yang menutupi bahunya, menggantung di antara pinggangnya yang ramping.
Mata Satya tidak beralih sedikit pun sejak tadi. Dia hanya menatap Citra seorang, terpaku tanpa tahu bagaimana harus mengalihkan pandangannya. Di saat yang sama, dia terbayang Citra yang sedang berdiri di hadapannya tanpa pakaian seperti malam itu.