Chereads / Home of Ardor / Chapter 16 - CHAPTER XVI : PELAYAN SANG ORACLE

Chapter 16 - CHAPTER XVI : PELAYAN SANG ORACLE

Seorang wanita berparas ayu namun mengerikan adalah sosok pertama yang Evelyna lihat selepas kembali dari kilasan kenangan masa lalu, pasalnya wanita dengan bibir tipis dan rahang yang tegas itu bersurai ular. Sorot mata yang dingin bak hendak menghipnotis siapapun yang menatap kedua manik legam miliknya. Tubuhnya yang ramping namun sintal bagaikan gitar Spanyol terbalut sebuah gaun berwarna hijau yang menampilkan daerah bahu putih pucatnya.

Sementara itu, air mata masih mengalir deras membasahi pipi Evelyna yang entah sejak kapan penuh carut marut, ia menangis tertahan masih terngiang akan kata-kata terakhir sang Ayah tepat ditelinga nya. Pria berkuncir legam yang baru saja mencerai-beraikan tubuh Elf dihadapannya tadi segera melihat ke arah asal dari tangis keras yang ditangkap indera pendengarannya, degup jantungnya berdetak lebih cepat kala melihat sosok lain yang entah sejak kapan telah berdiri dihadapan gadis perak disana.

' Erudian, kau pasti akan mengagumi keindahan dan kehebatan dari gadis pendeta itu.' Sederet kalimat yang pernah diucapkan seseorang terlintas begitu saja, pria tampan itu hampir mengalami serangan jantung kala otak encernya berhasil menyimpulkan jati diri sang calon kakak ipar, meskipun itu masih sebuah hipotesa semata.

Thanatos memperhatikan kehancuran dan kepedihan makhluk lain, meratapi kehilangan karena kepergian mereka yang tercinta. Ia mulai mengingat salah satu manusia yang pernah memohon pertolongan, sebelum ia dikirim menuju kedamaian. Pria itu memohon untuk membantu putri kecil ayu nya Itu agar kembali mengingat dan mengemban tanggung jawabnya ketika dirinya berhasil memanggil kembali sang Dewa.

" Benar-benar, manusia itu memang menarik." Lirihnya sebelum akhirnya sang Dewa hilang pergi meninggalkan sang Oracle dan pelayan barunya.

Evelyna menggenggam erat pedang miliknya, manik zamrudnya menatap nyalang wanita yang sedari tadi hanya menguap dan berdiri santai. Ia lelah dan merasa muak dengan dunia dan orang-orang. Tidak lagi ingin peduli, namun ia harus mencari takdir yang telah merantai apa yang dimilikinya.

" Kau adalah makhluk yang ku panggil tiga tahun yang lalu juga kan?" tanya Eve dengan suara parau. Wanita bersurai ular itu mendesah pelan dan mengangguk menjawab pertanyaan tuannya malas.

" Ya tentu saja, begitu sialnya aku justru dipanggi oleh si pak tua dan menjadi pelayan dari gadis lemah sepertimu." Gerutu si wanita, rautnya tampak masam menatap rendah gadis dihadapannya.

Ah, ini menyebalkan dan memuakkan.

Evelyna mengangkat wajahnya manik zamrudnya menatap kosong sekaligus tajam wanita yang tak lain adalah Medusa, makhluk kegelapannya yang dipanggil. Tanpa diduga wanita ular itu tuan nya yang tak lain si gadis perak menusukkan bilah pedang tepat menuju dada abdinya[1] itu. Manik legamnya terbelalak tidak percaya apa yang tengah dilakukan manusia dihadapannya.

" Ah, begitu ya aku lemah. Tapi aku bisa memanggilmu yang dikenal sebagai makhluk kegelapan, dan lagi kau adalah pelayanku sekarang. Siapa yang jauh lebih lemah sebenarnya?"

Si Wanita Ular terbatuk darah selepas bilah pedang ditarik dari tubuhnya, gadis dihadapannya adalah seorang Oracle yang sinting, itu adalah kesan selanjutnya selepas pertemuan kedua mereka. Tapi jika gadis ini tak semenarik ini dia tak akan bisa memanggil nya melalui Thanatos diumur yang terbilang cukup muda dimasa lalu. Medusa berlutut sembari menarik senyum nya meletakan sebelah tangannya untuk melayani nona muda nya yang sekarang.

" Mohon maaf atas kelancangan saya, my Lady."

Evelyna hanya meliriknya dengan nafas naik turun, terengah karena tenaga nya terkuras habis melakukan pemanggilan Thanatos menguras separuh lebih kekuatan yang ada. Terlebih lagi air mata masih saja mengalir tanpa sebab, tangannya mengusap kasar cairan bening itu dan menoleh ketika Erudian terlempar keras selepas tercabik cakar Cerberus.

" Musuh kita adalah monster itu, bantu Erudian untuk mengirimnya kembali." Titah Eve dengan manik zamrudnya yang mengkilat, Medusa tersenyum mengangguk namun sebelum dirinya pergi nona nya itu menarik ujung jarinya.

" Bawa aku bersama mu, aku akan mengiris-iris gadis jalang itu."

Medusa semakin tersenyum lebar melihat sosok yang harus ia layani kali ini berbeda, gadis yang tak bisa ditebak dan memiliki berbagai sisi yang menjadi sebuah misteri. Menuruti perintah sang nona wanita bersurai ular itu membawa nya ke dalam gendongannya.

Erudian menghela nafasnya, wajahnya kotor begitu pula dengan tubuh dan setelan hitam kesukaannya. Pria itu menjeentikkan jari hingga bola api besar muncul dan mengarah menuju Cerberus yang telah bersiap menerjangnya lagi. Berbeda dengan mayat hidup yang telah dibangkitkan Rayn, Cerberus memiliki kemampuan regenerasi jauh lebih cepat. Cerberus yang telah terbakar separuh kepala dan tubuhnya Itu meraung-raung keras, suaranya menggema memekakan telinga. Namun tulang beserta kulit nya kembali tumbuh tanpa luka.

" Kami akan membantu mu."

Gadis bersurai perak baru saja melewati nya, Erudian tersedak pelan melihat sosok lain yang tengah membawa Sang Calon Kakak Ipar. Baiklah, setidaknya ia cukup terbantu sedikit. Dan dimulai lah serangan gabungan antara Medusa dan Erudian, bagaimana dengan Eve?

Gadis itu telah memisahkan diri dan kini tengah beradu pedang dengan gadis bersurai merah yang tak lain ialah Rayn Delmon.

Medusa menendang Cerberus hingga mengenai dinding pembatas, kemudian Erudian menancapkan sekumpulan petir berwarna hitam membuat Cerberus kesulitan untuk berdiri. Keduanya tak mengatakan apapun namun cukup membuat makhluk berkepala tiga itu kesulitan. Medusa tiba tepat dihadapan Cerberus berjalan lurus dan menatapnya tajam, beberapa detik kemudian tubuh nya telah berubah menjadi batu menyisakan bagian kepala yang turut berubah membatu perlahan.

Wanita bersurai ular itu tersenyum miring sebelum berganti tempat dengan pria berambut legam panjang, lagi Erudian menjetikkan jarinya memunculkan bola-bola api yang langsung menghantam Cerberus. Tak cukup sampai disana, pria itu menancapkan ribuan petir berwarna hitam yang ikut membakar tubuh Cerberus tak tersisa.

" Kerja bagus , bocah tampan." Ucap Medusa setelah Erudian mengambil langkah mundur, sementara lawan bicaranya hanya melirik sekilas sebelum berpindah tempat secepat mungkin membawa Eve menjauh dari jangkauan sabit si gadis Delmon.

" Gadis itu benar-benar gila."

Medusa memasang pelindung dihadapan nona mudanya, ketiga nya menatap gadis bersurai merah menyala dengan mata yang telah berganti warna menjadi hitam pekat disebelah sisinya. Sebagian tubuhnya dipenuhi simbol berwarna hitam hingga mencapai leher putihnya.

" Kau harus mati, kami para Asmodia tidak akan sudi dilindungi dan mengabdi pada manusia lemah sepertimu, sekalipun kau istri dari Tuan Muda." Racau Rayn yang telah menyerang membabi buta, denting sabit ditangannya beradu dengan pelindung Medusa.

" Maaf sebelumnya rambut cabai, tapi nona ku itu gadis pendeta kau tau? Sang Oracle? Pelayan dan anak dari Dewa, enak saja menyebut nya lemah."

Medusa mendorong gadis dihadapannya itu dengan sebelah tangan hingga lawannya itu jatuh berguling dan terbatuk mengelurakan darah, namun Rayn justru tertawa bak orang sinting. Ia tak memerdulikan dirinya yang kian ditelan kutukan Anathema.

" Ewww.. Menjijikan"

Medusa membuang muka saat melihat Rayn yang membangkitkan ratusan mayat hidup dengan tubuh yang tak utuh sama sekali, bahkan beberapa diantaranya tak memiliki organ lengkap.

Bergerak cepat wanita itu mengubah ratusan mayat dihadapannya itu menjadi batu dan menghancurkannya sesaat setelah tangannya mengepal. Rayn tertawa ketika Medusa berhasil mencengkeram leher nya, si gadis Delmon mengarahkan sabitnya dan mengarahkan nya tepat pada tangan kiri Medusa sehingga tangan wanita ular Itu terlempar bersamaan dengan sabit milik Rayn yang telah ditarik paksa Si Wanita Ular.

" Dasar iblis kampungan, berani sekali kau memutus tangan seorang legenda sepertiku." Medusa mencengkeram leher si Bungsu Delmon kian erat bahkan terdengar bunyi tulang saling beradu, bertanda terjadi patah tulang pada leher milik gadis merah itu.

" Kau bilang legenda? Jangan membuatku tertawa dasar ular tua, kau hanya sosok yang dipanggil kembali tidak lebih, bahkan kau jauh lebih hina dari ku yang seorang iblis."

Rayn tertawa dan tetap tertawa memegangi perutnya yang terasa sakit, gadis itu telah memperhatikan si gadis bersurai perak memanggil sang Dewa Kematian yang seharusnya hanya dapat dipanggil mereka yang terpilih dan agung, seperti Tuan Castiello misalnya.

" Jangan meremehkam ku ya terlebih aku adalah yang melayani sang Oracle."

"Eh-"

Lengah, Rayn merasa dirinya terjatuh terjerembab dan terguling.

Sakit dan perih, yaa tubuhnya merasakan semua itu.

Namun, hal janggal terjadi. Gadis itu bertanya dalam benaknya mengapa ia dapat melihat tubuhnya sendiri. Dan barulah ia menyadari jika hanya kepala nya saja yang terkena tebasan hingga membuat nya terpisah dari tubuhnya sendiri.

Medusa tertawa keras, sebelah tangannya baru saja kembali tumbuh. Wanita itu tersenyum miring dan menari-nari diatas genangan cairan merah yang telah menggenang membasahi kaki nya, seolah tengah merayakan euforia kemenangan pertama nya dalam pertarungan.

" Ah, sudah ku bilang jangan meremehkan ku."