Tangan Eva berkali-kali bergetar hebat, belum lagi pucat wajah yang sulit sekali Eva tutupi.
"Apakah aku harus ijin hari ini?" gumannya.
Eva bingung sekali, hari ini adalah jadwal piketnya namun kondisinya benar-benar tak baik sama sekali.
Semalam Eva mimpi sangat buruk, bahkan mimpi itu membuat Eva kesusahan untuk tertidur kembali.
Kemudian Eva telah meminum obat yang diberikan oleh dokter, jika gejala itu kembali muncul, namun obat yang Eva minum berkali-kali itu sama sekali tak berfungsi.
Meskipun enggan akhirnya Eva keluar dari rumah, segera menuju Honda jazz, dan langsung mengemudikan mobil menuju sekolah.
Sepanjang jalan keringat dingin keluar dari punggung dan pelipisnya, dengan tenang Eva mencoba mengusapnya dengan tissue.
Tak lama kemudian Eva tiba di sekolah kemudian memarkirkan mobil, baru saja ia akan keluar dari mobil satu motor kawwasaki berhenti begitu saja tepat di samping mobil Eva.
"Hei..udah dateng?" sapa Galang.
Eva hanya mengangguk lantas terlebih dahulu menuju kelas, melihat hal itu Galang pun segera mengejar Eva yang telah lebih dulu pergi.
Sepanjang koridor Eva sama sekali tak berbicara, memang setiap harinya pun Eva tak pernah mengobrol dengan yang lain, Eva hanya berhubungan dengan Lusi.
Orang terdekat Eva, "Wajah kamu pucet banget, kamu sakit?" tanya Galang.
Eva tak memperdulikan ucapan Galang, gadis itu terus saja berjalan tanpa menoleh ataupun menjawab.
Galang berjalan lebih cepat, kemudian buka pintu kelas dan masuk terlebih dahulu.
Sementara Eva hanya terdiam, tiba-tiba saja kepalanya semakin pusing ... bukan itu saja yang di rasakan olehnya pusingnya semakin menjadi-jadi membuat Eva kesulitan untuk berjalan.
Galang menyadari ada sesuatu hal yang tak beres dengan Eva, lantas Galang pun memberanikan diri untuk menghampiri Eva yang masih mematung di dekat pintu.
"Kamu sakit?" tanya Galang lagi.
Eva menatap Galang, sedetik kemudian Eva terkulai lemas namun Galang masih menahannya hingga tubuh Eva tak jatuh ke lantai.
Kulit tangan Eva bersentuhan dengan kulit Galang, ada rasa takut untuk kala tangan besar itu menempel pada kulitnya.
Eva benar-benar kacau, ada rasa cemas serta takut melingkupi dirinya.
"Kamu kenapa?"
Suara Galang terdengar, rasa takut Eva sedikit berkurang-bayangan buruk yang semula hinggap pun lenyap.
Eva hanya terdiam, keringat di tubuhnya semakin banyak keluar.
Galang mencoba memapah Eva, namun karena gadis itu tak mempunyai tenaga sama sekali mau tak mau Galang pun mengendong Eva dan membawanya untuk duduk.
"Kamu belum sarapan?" Eva mengeleng, tubuhnya semakin bertambah puisng, bahkan sebgaian semakin lemah.
"Maaf sepertinya saya harus ijin," ucap Eva lemas, suaranya pun sangat lemah untungnya kelas sepi tak berpenghuni memudahkan pendengaran Galang.
Dengan napas yang tercekat dan tubuh yang sangat lemas, Eva mencoba untuk bangun namun apalah daya.
Tenaganya telah hilang hanya untuk sekedar bangun pun Eva tak bisa.
"Aku bisa bantu kamu, kalo kamu mengatakan kayak nggak butuh orang yang ada kamu bakalan kesusahan," Galang lantas berjongkok.
Telapak tangan Galang pun diletakan di atas kening Eva, suhu badannya sangat dingin dan dingin yang membuat Galang secepatnya mengendong Eva membawanya keluar dari kelas tersebut.
Eva hanya bisa memejamkan matanya, kedua bola mata mengeluarkan cairan bening.
Tubuhnya drop namun tak ada seorang pun yang bisa ia minta tolongi, Eva hanya seorang diri di muka bumi ini.
Eva tak tau Galang membawanya kemana, tubuhnya semakin melayang dan kesadarannya pun hilang seketika.
Sementara itu Galang telah membawa Eva keluar dari kelas dan tengah berada di parkiran, kondisi sekolah yang masih pagi pun sangat sepi.
Kini Galang mencoba mencari kunci mobil milik Eva, dengan cepat Galang menjatuhkan tas Eva dan merogoh dengan asal.
"Taro dimana sih kuncinya?" monolog Galang sambil terus mencari kunci mobil.
Kini pandangan mata Galang jatuh di saku baju sekolah Eva, kunci terlihat menyembul dan yang terlihat hanya gantungannya saja.
"Sorry," Galang menarik kunci mobil tersebut dan membuka mobil.
Dengan sangat hati-hati Galang merebahkan tubuh Eva, lantas ia pun masuk dan membiarkan motor memasuki parkiran sekolah.
"Gue bawa dia kemana?" Galang sadar jika ia tak tau apa-apa soal Eva.
Berpikir sambil mengemudi itu bukan hal yang tepat, terbukti saat ini kala Galang tiba-tiba membawa Eva ke rumah.
Tinn..tin..Galang mengklakson kencang, hingga Bunda Gea langsung keluar dari dalam rumah.
"Siapa, ya?" tanya Bunda Gea sambil melanjutkan mobil.
Galang langsung menyembulkan kepalanya dari pintu mobil.
"Ini Galang, Bun," Galang tergesa-gesa keluar dari dalam mobil, lantas menghampiri Bunda Gea yang terlihat keheranan.
"Temen Galang sakit, Galang bingung bawa kemana, yang kepikiran sama Galang cuman rumah dan Bunda," mendengar ucapan Galang.
Bunda Gea langsung saja menuju mobil dan melihat sosok gadis cantik dengan wajah yang sangat pucat.
"Galang! Angkat cepetan! " Bunda Gea syok melihat Eva yang sangat pucat seperti itu.
Galang yang mendengar Bunda Gea histeris pun langsung membuka pintu mobil, dan membopong tubuh Eva membawanya ke dalam rumah, lebih tepatnya Galang membawa Eva masuk ke dalam kamar tamu dan merebahkannya.
Panggil Dokter cepetan. Galang segera mengambil ponselnya lantas mengubungi Dokter seperti titah Bunda Gea.
Sementara Bunda Gea sendiri langsung menarik laci, mengambil minyak kayu putih untuk membaluri semua anggota tubuh Eva yang terlihat.
Tubuh Eva terbaluri, Bunda Gea langsung membuka sepatu Eva kemudian mengecek kaki dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang dingin.
Meskipun belum tau penyebabnya, Bunda Gea hanya melakukan tugasnya menolong teman sekolah Galang yang katanya sakit.
"Bunda, Dokternya udah datang," kata Galang.
"Cepetan suruh kesini!" Bunda Gea tak mau berlama-lama, melihat kondisi Eva yang telah pucat pasi, jiwa keibuannya langsung khawatir.
Galang dan Bunda Gea hanya terdiam memperhatikan Dokter keluarga mereka yang memeriksa Eva, terlihat jika Dokter mira berkali-kali mengerutkan keningnya seolah-olah sedang berpikir keras.
"Gimana, Dok?" tanya Bunda Gea.
"Saya belum tau penyebabnya apa, sepertinya pasien kelelahan, dan ini obat yang telah saya resepkan nanti tolong di beli di apotek," ujar Dokter Mira.
Bunda Gea terlihat lega sementara Galang tak percaya, mendengar Eva kelelahan.
Apakah benar jika teman satu kelasnya itu kelelahan, Galang rasa tak mungkin karena yang dilakukan Eva kala di kelas hanya membaca dan duduk di perpustakaan.
Eva pun tak ikut ekstrakulikuler apapun.
"Kamu tebus obat dulu di apotik depan, Bunda mau siapin dulu bubur buat temen kamu," Bunda Gea memberikan uang seratus dua ribu.
Galang segera menerima uang tersebut, kemudian langsung meninggalkan kamar dengan banyak pertanyaan aneh.
Tanpa Galang sadari, ia melupakan jadwal piketnya hari ini dan bukan itu saja, Galang meninggalkan motor begitu saja.
***
Bersambung.