Wajah Eva masih terlihat pucat namun Eva masih memaksakan diri untuk membantu Galang, Eva tak ingin duduk manis dan Galang yang harus bekerja sendirian merapihkan semua gudang itu hingga bersih.
"Nggak kelar-kelar," Galang mulai mengeluh lelah.
Eva pun melirik bagian lain memang masih banyak yang belum mereka selesaikan karena Eva tadi beristirahat sebentar karena darah keluar dari hidungnya.
Tangan Eva meraba saku rok-nya ia sedikit bernapas lega karena membawa botol kecil yang berisi obat, Eva takut jika sewaktu-waktu ia kambuh dan ia jauh dari tas nya yang berada di dalam kelas.
"Va..." panggil Galang.
"Aku keluar dulu beli minum," kata Galang, Eva hanya menganggukan kepalanya tak menyahuti Galang yang telah keluar dari dalam gudang.
Kini hanya tersisa Eva seorang diri di dalam gudang, Eva mulai merapihkan beberapa bola dan mulai mamasukan ke dalam dus besar.
Entah karena suasana gudang sepi atau karena Eva memikirkan bayangan masa kecilnya dulu membuat kepala Eva mendadak pening luar biasa.
"Akhh..." Eva memukul sesak yang tiba-tiba saja muncul dari dadanya, bayangan tentang bagaimana ayah tirinya yang melakukan hal bejat.
Eva mengatur napasnya dengan pelan ia berusaha mengenyahkan bayangan buruk itu, lima menit kemudian Eva berhasil menenangkan dirinya dan mulai kembali membaik.
Keringat dingin membasahi pelipis Eva dengan lembut Eva langsung menghilangkan jejak keringat dingin itu.
Suara langkah kaki Galang mulai terdengar kencang entah kenapa jantung Eva kembali berdegup kencang, Eva pikir bayangan buruk itu telah hilang namun mendengar derap langkah kaki membuat Eva ketakutan setengah mati.
"Eva..." panggil Galang dari arah pintu sambil menenteng plastik berisi roti dan air mineral.
Eva hanya berdiri mematung sementara tangannya bergetar hebat dengan kedua mata berkaca-kaca, semakin Galang mendekat semakin pula Eva meringsut ketakutan.
"Eva..kamu kenapa?" tanya Galang.
Eva menggelengkan kepalanya dan langsung berjongkok menutup telinganya rapat-rapat.
"Jangan mendekat.." teriak Eva.
Galang mengkerutkan keningnya melihat Eva yang seperti itu dengan cepat Galang berjongkok, "Jangan mendekat..pergiii...." usir Eva.
Galang hanay tertegun melihat tubuh Eva yang terus saja bergetar, Eva sangat ketakutan melihatnya.
"Va..ini aku Galang," Galang berusaha selembut mungkin berbicara sementara Eva masih saja menutupi kedua telinganya.
"Va..." Galang mengusap lembut pundak Eva, membuat Eva tersentak kaget dan langsung mengadahkan wajahnya.
Wajah Eva telah dipenuhi dengan air mata bahkan bibirnya pun bergetar hebat, Galang mencoba menenduhkan wajahnya agar Eva yakin semuanya baik-baik saja.
"Please hugs me," pinta Eva tiba-tiba.
Tanpa Galang minta pun lelaki itu telah menarik tubuh Eva dan memeluknya hingga Eva menangis di pelukan Galang.
Entah apa yang terjadi Galang lagi-lagi tak tau menau mengapa Eva bisa seperti itu padahal tadi ketika ditinggalkan oleh Galang, Eva sedang baik-baik saja hanya wajahnya sedikit pucat karena mimisan.
Eva masih terus saja menangis kencang Galang tak tau harus berbuat apa, yang Galang lakukan hanya memeluk tubuh Eva dan mengusap lembut punggungnya.
"Sstttt.." bisik Galang.
Suara tangisan Eva mulai memelan sesegukannya pun mulai tak terdengar kencang lagi seperti tadi, perlahan Eva melepaskan pelukan Galang.
Kedua tangan Galang mengusap lembut sisa air mata yang masih membekas di wajah Eva, Eva hanya terdiam sambil menundukan wajahnya.
Jika ia diberi kesempatan saat ini juga Eva ingin berlari menjauh dari rasa sesak dan pengap yang menyerangnya, kenapa rasa takut itu harus menyerangnya disaat Galang berada disamping Eva.
Jujur saja Eva semakin takut jika Galang mengetahui rahasia besar dalam hidupnya apa yang akan terjadi nanti jika sesuatu yang Eva tutupi diketahui oleh teman sekelasnya.
"Minum dulu," Galang membukakan sebotol air mineral.
Eva langsung mengambilnya dan meminumnya hingga tersisa setengah botol, kini tangan Eva merogoh saku rok-nya mengambil botol kecil yang berisi dua butir pil.
"Itu apa?" tanya Galang.
"Ini obat," sahut Eva.
"Iya aku tau, obat apa?" tanya Galang lagi.
"Biar aku nggak mimisan terus," Eva hanya bisa berbohong dan hanya itu yang bisa Eva lakukan.
Galang merebut botol kecil tersebut kemudian membukakan roti dan memberikannya kepada Eva.
"Kalo mau minum obat makan roti dulu, Va. Nggak baik buat lambung kamu," tanpa banyak bicara Eva mengambil roti yang telah Galang bukakan.
Dengan pelan Eva mengunyah roti tersebut, pandangan mata Eva terlihat sangat kosong Eva bahkan tak sadar jika dirinya masih bersisian dengan Galang.
"Kalo kamu lagi sakit bilang sama aku, Va." ujar Galang.
Eva menolehkan wajahnya sejenak lantas kembali menatap roti yang baru saja ia gigit, "Aku baik-baik aja Lang, makasih buat tadi," lirih Eva.
"Its okay, aku cuman nolongin kamu kok," sahut Galang.
Sepi kini kembali menyapa Eva meletakan roti yang baru beberapa kali ia gigit setiap hari Eva tak bernapsu untuk makan apapun hidupnya seolah tak beraturan lagi.
"Aku mau minum obat," Eva meminta botol obat yang Galang mabil tadi.
Dengan berat Galang memberikan botol obat tersebut kemudian Eva meminumnya dengan satu kali tegakan minum.
"Kamu udah lama minum obat kayak gini?" tanya Galang.
Eva hanya menganggukan kepalanya memang telah lama ia mengkomsumsi obat-obatan seperti itu.
"Kamu sakit ya?" Galang terus saja bertanya dan lagi-lagi Eva hanya mengangguk.
Galang dan Eva kini hanya terdiam sambil duduk bersisian mereka tak melakukan tugas seperti apa yang guru BK minta, Galang tak mungkin membiarkan Eva sendirian dengan kondisi seperti itu meskipun Galang masih berada disekitarnya.
"Va,"
"Hmm.."
"Kamu mirip seseorang,"
"Siapa?"
Galang hanya tersenyum dan tak melanjutkan ucapannya, "Ada deh," serunya.
Eva hanya tersenyum kecil setelah meminum obat Eva pasti akan selalu baikan dan akan terlihat seperti tak terjadi apapun.
"Kita harus kelarin hukuman kita Lang, kalo kita duduk terus kayak gini bisa-bisa kita jadi penghuni gudang ini semalaman," Galang hanya bisa menatao Eva dengan senyuman.
Baru kali ini melihat Eva berkata sebanyak itu, gadis yang biasa cuek dan tak banyak bicara serta dingin itu ternyata sangat manis jika banyak bicara Galang menyukai Eva, Galang suka sekali dengan sikap Eva yang seperti ini terlebih dari apapun yang menjadi rahasia Eva. Galang akan mencari taunya nanti, kini Eva dan Galang merapihkan seluruh gudang keduanya sesekali mengobrol apa saja meskipun terkesan random tapi Galang merasa sangat senang bisa dekat dengan Eva, begitupun dengan Eva tak menyangka jika dirinya bisa berbicara banyak hal dengan Galang siswa murid baru yang selalu saja mengikutinya itu.
Gudang yang berantakan pun kini terlihat sangat rapih Eva dan Galang pun terlihat sangat senang, keduanya pun keluar dan melihat hari telah senja tanpa banyak bicara Galang dan Eva memilih untuk mengambil tas keduanya yang berada di dalam kelas kemudian meninggalkan sekolahan tersebut.
***
Bersambung.