Galang yang mengemudikan mobil sementara Eva hanya duduk manis disamping kemudi, semenjak mobil melaju Eva hanya terdiam pandangan matanya terus saja menatap jalanan berbeda dengan Galang yang melirik ke arah Eva sesekali.
"Va," panggil Galang.
"Hm.."
"Makan dulu yuk?" ajak Galang.
Eva hanya menganggukan kepalanya menerima tawaran Galang, ini baru pertama kalinya Eva makan malam bersama seseorang.
Galang membawa mobilnya menuju tempat makan kebetulan pula senja telah berganti menjadi malam, "Motor kamu dipake sama siapa?" tanya Eva.
"Oh, tadi aku minta Alsad buat bawain motor," sahut Galang.
Eva hanya menganggukan kepalanya sebenarnya agak canggung buat Eva untuk bertanya ini itu, sepi kembali menyeruak Galang kembali fokus dengan mengemudinya begitu pun dengan Eva yang sibuk menatap jalanan.
Sampai Galang memberhentikan mobilnya di salah satu tempat makan, "Ayo turun?" ajak Galang.
Eva hanya menganggukan kepalanya kemudian melihat ke tempat yang Galang tentukan, belum juga apa-apa Eva merasakan perutnya terasa mual melihat banyaknya orang yang berada di tempat makan tersebut.
"Loh nggak turun?"
"Ini mau kok,"
Dengan berat Eva mencoba untuk turun dari mobil, melihat Eva yang ragu-ragu keluar dari mobil Galang langsung saja membukakan pintu mobil Eva dan mengajaknya keluar dari mobil.
"Ayo," tangan Galang terulur mau tak mau Eva mengenggam tangan Galang.
"Tangan kamu dingin banget, kelaperan?" Galang berbicara asal membuat Eva tersenyum kecil.
Ucapan Galang barusan terdengar sedikit lucu di telinga Eva dan hal kecil itu mampu mmebuat Eva lupa akan hal yang ia takutkan yaitu keramaian.
Melihat keramaian Eva sangat takut sungguh ia seolah berada dalam lingkup yang menyesakan suara-suara tawa orang-orang yang bercengkrama membuat Eva kesakitan karena kepalanya harus mengingat masa-masa dulu.
"Kok ngelamun," dengan pelan Galang menepuk pundak Eva.
Eva yang merasakan tangan hangat Galang pun langsung menatap lelaki tinggi yang berada disampingnya itu.
"Kamu seneng banget ngelamun ya, Va. Mikirin apa sih? Aku ada disini loh," canda Galang.
Eva hanya menampilkan senyumannya lagi-lagi Galang terkesiap melihat senyuman Eva yang telah dua kali ia lihat.
"Cantik," guman Galang.
"Apanya?" tanya Eva.
"Oh itu lampunya," Galang menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena terlalu fokus dengan wajah Eva.
Keduanya berjalan dan duduk di salah tempat dengan dua kursi yang tertera disana, pandangan mata Eva melihat tempat yang begitu sangat pas untuk pasangan muda-mudi.
Banyak diantaranya yang berpasangan mereka tengah berkencan dengan pasangannya dan makan malam bersama untuk menghabiskan waktu.
"Kamu mau makan apa, Va?" tanya Galang ketika melihat menu yang tertera.
Eva lantas melihat salah satu buku menu yang terlihat menganggur dan membacanya satu persatu.
Lima menit telah berlalu Eva seolah bingung untuk memakan apa, setiap malam Eva selalu lupa dengan apa itu makan.
Ia jarang sekali untuk mengisi perutnya yang Eva lakukan adalah meminum obat hingga ia tertidur dan esok paginya baru akan mengisi perutnya dengan sepotong roti.
"Va..." panggil Galang lembut.
"Kamu mau makan apa?" sambung Galang.
Eva menunjuk salah satu menu makanan, Galang tersenyu kemudian memesan dua porsi makan tersebut.
"Tempatnya bagus ya, kita harus sering-sering datang kesini," Galang kembali bersuara setelah memberikan pesanan.
Eva hanya tersenyum saja ia tak tau harus berkomentar seperti apa tentang tempat seperti ini, "Kamu udah berapa kali datang ke tempat kayak gini?" pertanyaan Eva membuat Galang mengigit bibirnya menahan tawanya yang siap meledak.
Entah Eva terlihat lucu atau kenapa Galang merasa bahwa gadis yang ada dihadapannya ini seperti baru pertama kalinya keluar rumah.
"Aku baru pertama kali," Galang hanya bisa berkata seperti itu.
"Aku juga," ujar Eva.
Galang mengerutkan keningnya mendengar penuturan Eva benarkah Eva baru pertama kali keluar untuk nongkrong seperti ini.
"Kamu anak baru juga ya?" selidik Galang.
"Maksudnya?" tanya Eva tak mengerti.
"Iya anak baru kayak aku, yang baru pindahan," Galang berkata panjang lebar.
Eva menggelengkan kepalanya, baru saja ia akan membuka mulutnya makanan yang mereka pesan telah datang.
"Terusin," pinta Galang.
Eva menatap Galang kemudian menggelengkan kepalanya, "Aku nggak bisa makan sambil ngomong," Galang menatap Eva dengan lamat.
Ucapan Eva mengingatkan Galang pada gadis kecilnya, "Lang..." Eva memanggil Galang yang menatapnya kosong.
"Sorry, kita makan dulu," Eva lagi-lagi menganggukan kepalanya. Lantas keduanya pun menikmati makanan yang telah dipesan.
Eva menikmati satu porsi risoto yang ia pesan rasanya sangat nikmat jika disantap di tempat seperti ini, Eva baru merasakan apa itu nikmatnya makan setelah bertahun-tahun ia hidup.
"Kamu suka risoto?" Galang memperhatikan cara makan Eva.
Eva hanya menganggukan kepalanya, seingatnya ia tak pernah pilih-pilih makanan asal perutnya kenyang Eva sangat senang.
"Kamu berapa bersaudara?" Galang memang ingin tau banyak tentang Eva dan salah satunya ia bertanya seperti itu.
"Aku tunggal," Eva terlihat tak nyaman dengan pertanyaan Galang.
Galang yang menangkap sinyal seperti itu pun langsung memahami situasi, Eva adalah gadis dingin dengan sikap yang susah ditebak bahkan Eva dikenal dengan mulutnya terkunci rapat.
"Va, aku banyak ngomong ya?" Galang merasa aneh kepada dirinya sendiri.
Katakanlah ia sedikit gila karena terlalu banyak bertanya, "Lumayan," kekeh Eva.
Setelah dirasa cukup mengistirahatkan perutnya yang telah terisi oleh makanan, Eva dan Galang memutuskan untuk pulang lebih tepatnya Galang yang mengantarkan Eva pulang.
Galang kembali mengemudi dan Eva duduk manis disampingnya, Galang menanyakan alamat rumah Eva dengan pelan Eva memberitaukan alamat rumahnya.
Jalanan tiba-tiba saja macet membuat Eva harus duduk bersisian dengan Galang selama mungkin.
Eva mencoba melihat ke arah jendela menikmati pemandangan malam lambat laun mobil kembali berjalan namun detik berikutnya mobil harus kembali terhenti.
Dan di menit berikutnya mata Eva terasa berat meskipun ditahan sebisa mungkin namun nyatanya Eva malah terlelap.
"Benerkan belok sini?" Galang membelokan mobilnya menuju komplek perumahan elit.
Mata Galang terus saja mencari rumah yang berwarna putih karena tadi Eva memberitaunya.
"Benerkan Va? Yang ini rumahnya?" Galang lagi-lagi bertanya namun tak ada jawaban dari Eva.
'Va.." panggil Galang.
Dengan penasaran Galang langsung melihat wajah Eva yang tengah tertidur pulas, Galang menatap dalam-dalam wajah cantik yang tengah tertidur pulas itu.
Tak ada niatan sedikitpun untuk Galang membangunkan Eva meskipun jam telah menunjukan waktu semakin larut, Galang hanya membiarkan Eva tertidur selama mungkin melihat pulasnya tidur Eva membuat Galang tak berani membangunkanya.
Ponsel Galang menyala pesna dari Alsad terlihat menanyakan dimana keberadannya.
Galang hanya membalas pesna tersebut dengan asal dan membiarkan motornya di pakai oleh Alsad begitu saja.
Kini Galang mengetikan sebuah pesan untuk Bundanya agar tak mencarinya kemana-mana alasan Galang hanya satu yaitu menjual nama Alsad untuk mengerjakan tugas kelompok.
Selagi mengetikan pesan tersebut Galang memohon ampunan berkali-kali agar hal itu tak menjadi dosa untuknya karena telah berani-beraninya membohongi Bunda Gea.
***
Bersambung.