Ha Wook's pov
Mobil Ha songsaeng berjalan cepat menjauhi Seoul Station. Aku menikmati pemandangan di luar jendela yang memperlihatkan gedung-gedung pencakar langit. Ha Seonsaeng menyalakan mp3 player, lagu Love Rain dari Jang Keun Suk.
Aku dan Ha Seonsaeng bernyanyi bersama. Suara deepnya berpadu dengan suaraku adalah definisi kesempurnaan. Salah satu hal yang ku sukai dari Ha Seonsaeng adalah suara merdunya saat sedang bernyanyi, suara yang mampu membuat siapa saja meleleh.
I love rain, I love you
Aku tersenyum mendengar kalimat terakhir yang dinyanyikannya. Apakah aku terlalu berlebihan jika menganggap lirik itu untukku?
Ha Seonsaeng menyanyikannya dengan menghadap ke arahku, setiap perempuan pasti akan menduga sepertiku, kan?
"Kita mau kemana?" tanyaku pada Ha Seonsaeng saat melihat pemandangan sawah dan pohon-pohon mulai terlihat. Di depan kami ada gunung yang menjulang tinggi.
"Tentu saja bersenang-senang!"
Belum sempat aku bertanya lebih lanjut, mobil berhenti di tempat parkir Gunung Eungbongsan yang terletak di Eungbong-dong, Seongbong-dong. Aku menelan ludah melihat banyaknya tangga yang membentuk jalan ke atas.
Ha Seonsaeng keluar dari mobil dan membawa tas punggung berwarna hitam. "Kaja!" katanya menggandeng tanganku menuju tangga.
"Kenapa Oppa tidak bilang kita akan kemari? Lihatlah, aku memakai pakaian seperti ini."
"Surprise!" katanya dengan wajah ceria. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan berjalan mendahuluinya.
"Tapi kan seharusnya Oppa memberitahuku agar aku mempersiapkan diri. Pergi ke tempat seperti ini dengan rok sangat merepotkan." Aku sedikit tersentak saat merasakan tangannya menggenggam tanganku.
"Tidak masalah. Rok itu bukan pilihan yang buruk." Ha Seonsaeng tersenyum sangat manis.
Oh tolonglah!
Aku tidak akan pernah bisa marah padanya jika dia tersenyum seperti ini. "Baiklah, ini memang bukan ide yang buruk. Hari ini akan menjadi hari yang tak terlupakan bagiku, aku pergi mendaki dengan menggunakan rok bersama Oppa." Ha Seonsaeng terkekeh mendengar nada suaraku yang entah kenapa berubah manja.
"Hari ini dan beberapa hari ke depan juga akan menjadi hari yang paling indah dalam hidupku. Kau tahu kenapa?"
"Tidak."
"Karena bersamamu." Aku menatap kedua mata Ha Seonsaeng.
Benar, dia tidak berbohong. Dia sangat menyukai hari-hari yang ia lewati bersamaku. Namun, aku tidak bisa membaca sebabnya. Aku melepaskan gandengan tangan Ha Seonsaeng dan naik beberapa anak tangga lebih dulu.
"Ayo balapan. Siapa yang kalah akan mentratir makan siang!" Aku tertawa sebelum mempercepat langkahku meninggalkannya.
"Dongsaeng-i, tunggu aku!"
#
Jeong Il's pov
"Sampai! Aku sampai duluan!" teriak Ha Wook melompat-lompat dan menghempaskan tubuhnya di bangku. Melihat senyuman di wajahnya membuat rasa lelahku lenyap. Baiklah, aku akan mentraktirnya makan siang nanti.
Aku senang bisa melakukan ini dengannya. Jika dengan Ra Im, aku tidak akan melakukan kegiatan seperti ini. Kegiatanku hanya menemaninya berbelanja, pergi ke salon, dan menonton di bioskop.
Aku membutuhkan suasana baru dan kesempatan bagus tak akan ku lewatkan begitu saja. Aku senang Ra Im pergi ke Jeju yang artinya aku bisa lebih banyak menghabiskan waktu Ha Wook-ku.
"Kau mau minum?" aku menyodorkan botol air mineral yang sudah ku siapkan dalam tas.
"Gumawo, Oppa." aku mengelus rambutnya yang basah karena keringat. Aku menenggak habis botol minumku karena sangat lelah. Ku harap lelah yang ku rasakan ini bukan faktor usia. Mengingat perjuanganku mendapatkan hatinya masih panjang.
"Aku juga membawa sesuatu!" mata Ha Wook berbinar begitu melihat kimbab yang ku siapkan pagi-pagi tadi. "Buka mulutmu." aku menyuapkan kimbab yang langsung di lahapnya.
Aku tertawa melihat mulutnya penuh dengan sepotong kimbab. Bukankah dia sangat menggemaskan?
"Jika Soo Ji melihat ini, dia akan memarahiku." katanya setelah menelan makanannya.
"Benarkah?"
"Hmm, dia selalu berusaha membuatku dan Ha Na terlihat feminim. Aku dan Ha Na tidak mau mendengarkannya dan kami melakukan apapun yang kami inginkan. Ha Na tidak ingin memakai rok saat summer party, jadi kami hanya tampil bertiga karena dia merajuk. Tapi, aku tidak mengerti kenapa Soo Ji bisa meluluhkanku. Kelemahanku, aku tidak bisa melihat orang lain memohon padaku." Ha Wook menatapku dengan senyuman. "Kalau Oppa?"
Aku mengerjap beberapa kali, "Hmm, aku merasa tidak punya pendirian dan tidak bisa mengambil keputusan. Aku tidak bisa menolak tawaran seseorang karena tidak ingin menyakiti hatinya, meskipun tawaran itu menyakiti hatiku sendiri dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan hatiku."
Terkejut.
Aku terkejut dengan setiap kata yang dengan mudahnya keluar dari mulutku. Ku rasa baru kali ini aku bicara mengenai diriku sendiri pada seorang perempuan. Aku tidak pernah mengatakan hal ini pada Ra Im sekalipun.
"Seperti yang kau tahu, bahkan meskipun 4 tahun berjalan aku tidak mencintai Ra Im. Aku juga tidak bisa menolak semua keinginannya karena aku tidak ingin menyakiti hatinya." Ha Wook menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Ku harap dia paham dengan maksudku mengatakan ini.
"Dan menyakiti hati Oppa sendiri?"
"Aku tidak punya pilihan lain. Ra Im sudah melakukan banyak hal untukku, aku tidak bisa melupakannya begitu saja seperti laki-laki pengecut yang tidak tahu terimakasih. Untuk itu aku terus belajar mencintainya walau hatiku sendiri menolaknya."
"Apa sampai sekarang Oppa masih belajar mencintainya?"
Gelengan kepalaku membuat Ha Wook membulatkan matanya, "Tidak. Aku sudah berhenti belajar mencintainya."
Karena aku sudah mencintai yang lain, yaitu kau Ha Wook-a.
Ha Wook menghela napas panjang, "Jika Oppa masih tetap seperti ini, Eonni akan lebih sakit."
"Aku tahu. Untuk saat ini aku benar-benar tidak menemukan jalan keluar."
Aku menatapnya dengan senyuman, "Mungkin nanti aku akan menemukannya. Kau harus membantuku, Dongsaeng-i. Bantu aku keluar dari masalah ini. Bantu lepas dari Ra Im tanpa menyakiti hatinya." Ha Wook tidak menjawabku, ia hanya mengangguk.
"Oh ya, kenapa kau menyukai Love Rain?"
"Pertama aku suka dramanya, lalu ada satu scene yang sangat ku sukai. Yaitu saat Seo In Ha dan Kim Yoon Hee berjalan bersama dengan payung kuning di tangan mereka. Scene itu sangat romantis lebih dari scene manapun. Dan aku ingin kejadian itu menjadi nyata, bersama orang yang ku cintai."
Senyum Ha Wook luntur, ia menunduk. "Tapi semua itu tidak akan pernah terjadi."
"Semua itu pasti akan terjadi." Ha Wook memandangku dengan kerutan di keningnya.
"Tapi bagaimana bisa? Aku tidak punya kekasih."
"Tidak harus dengan kekasihmu. Bisa dengan orang yang kau cintai, kan?"
Ha Wook membulatkan matanya, "Seseorang yang ku cintai pun tidak tahu aku mencintainya."
"Dia tahu."
"Hmm?"
"Seseorang yang kau cintai, tahu perasaanmu padanya."
"Tap-"
"Dan dia juga merasakan hal yang sama denganmu."