Jeong Il's Pov
-Colorful Kafe-
"Kau benar-benar cantik, Ha Wook-a." aku setuju dengan Euna yang memegang foto Ha Wook.
Aku menyetujui ajakan Ha Wook untuk makan malam di kafe tempat salah satu muridku ini bekerja setelah mencetak foto dengan ukuran A5. Kebetulan tempat mencetak foto tak jauh dari kafe tempat Euna bekerja.
"Sudahlah, jangan memfitnahku." Selalu saja ini yang Ha Wook katakan, kenapa sih dia tidak pernah menyadari kecantikannya?
"Aku serius, Captain. Kau benar-benar perempuan sekarang." Ha Wook menatap Euna dengan tatapan tajam.
"Euna benar, Dongsaeng-i. Tidak hanya aku yang mengatakannya." Euna menatap Ha Wook dan mengangguk.
"Aku serius tentang kau yang seperti perempuan sekarang. Dulu kau tidak pernah memakai rok selain sekolah. Di sekolah pun kau selalu mengerutu dan menolak memakai segala sesuatu yang berhubungan dengan warna pink." Ha Wook masih menatap Euna dengan tatapan lasernya, tapi Euna tampak tidak masalah dengan itu.
Aku tersenyum, cerita mengenai masa lalu Ha Wook yang belum ku ketahui selalu menarik bagiku. "Benarkah?"
"Ya, Seonsaengnim. Saat pertama masuk dia sangat tomboy, bahkan melebihi Ha Na."
"Oya? Apa yang ia lakukan?"
Ha Wook mengacungkan garpu yang dipegangnya ke Euna. "Sekali kau membuka mulut, garpu ini menyobek mulutmu." Aku memegang tangannya dan menurunkannya saat melihat Euna ketakutan.
"Jangan begitu, biarkan saja Euna bercerita. Ayo ceritalah. Jangan takut, Ha Wook tidak akan menyakitimu." Ha Wook menarik tangannya kasar dan melipatnya di meja.
Sungguh, ekspresinya saat sedang kesal sangat menggemaskan. Jika aku tidak ingat sekarang ada Euna juga, sudah ku cubit kedua pipinya itu.
"Baiklah, katakan saja semuanya pada Ha Seonsaeng."
Euna tersenyum. "Dia tampak seperti ketua gangstar dengan Ho Jae dan Jun Goo sebagai anak buahnya. Tatapan dinginnya membuat semua orang takut, terutama setelah ia bertengkar dengan Kwang Sun karena mempertahankan tempat duduknya. Ha Wook memukul Kwang Sun hingga pelipisnya terluka dan semenjak itu dia menjadi ketua kelas abadi kami!" cerita Euna penuh semangat.
"Meskipun dia sangat menakutkan, namun sebenarnya dia sangat menyayangi kami dengan melindungi kami. Tak peduli sebesar apa kesalahan yang kami buat." Euna memeluk Ha Wook membuat senyuman akhirnya terukir di bibirnya.
"Kesalahan terparah apa yang kalian buat?" tanyaku menyesap moccachinno sebelum mendengarkan cerita dari mereka berdua.
"Mengerjai Kang Dae di hari ulang tahunnya." Euna menatapku sedih.
Ha Wook mengangguk, "Itu benar-benar membunuhku. Semua kesalahan dilimpahkan padaku, padahal itu bukan ideku dan aku tidak tahu sama sekali mengenai ide gila mereka."
"Ya, itu memang kesalahan kami. Saat itu Kang Dae sedang berulang tahun, kami semua mengetahuinya dari Seok Jin. Entah siapa yang memberi ide aku lupa, kami berencana untuk melemparkan balon berisi air warna dan tepung." Euna menghela napas panjang.
"Rencana awal, kami melemparkan balon-balon itu di lapangan agar kami mudah membersihkannya. Namun, yang terjadi di luar rencana. Kami melemparkannya begitu Ha Wook dan Kang Dae masuk kelas."
"Parahnya, entah siapa yang melempar salah satu balon mengenai wajah Hwang Seonsaeng yang berdiri di depan pintu." Ha Wook melanjutkan cerita Euna.
"Akhirnya, aku dan Ho Jae dipanggil Hwang Seonsaeng untuk menghadap Baek Seonsaeng dan Gwajangnim. Mereka memarahiku dan Ho Jae karena tidak bisa mengurus anak buah dengan baik. Mereka juga berceloteh panjang lebar mengenai fasilitas sekolah yang mahal." Ha Wook meremat tangannya, bisa ku rasakan emosi menguasainya sekarang.
"Kami dihukum membersihkan toilet selama 3 bulan penuh! Tapi, sisi positifnya kami menjadi kompak."
"Kompak dalam membuat masalah." Ha Wook menoyor kepala Euna yang langsung mencebik. Tiba-tiba Euna merangkul tangan kananku dan menjulurkan lidahnya pada Ha Wook.
"Seonsaengnim harus memikirkan lagi mengenai menjadikannya adik. Lihatlah apa yang dia lakukan padaku. Dia sangat kejam, Seonsaengnim. Dia bisa dengan mudah mematahkan tulang-tulang siapa saja." Aku terkekeh melihat wajah kesal Ha Wook melihat Euna pura-pura menangis.
"Hya!" tangannya melayang di udara bersiap memukul Euna.
"Dongsaeng-i. Hajima!"
#
06:00 KST
Aku tersenyum melihat seseorang yang baru saja turun, "Good morning, Princess." sapaku padanya. Ha Wook tersenyum lebar, ia melompat dan memelukku. Aku membalas pelukannya dan mengecup pipinya berulang kali. Tidak salahkan aku mencium kekasihku sendiri?
Ya, kekasih.
Aku dan Ha Wook memutuskan menjalin hubungan setelah pengakuanku kemarin. Ya, hubungan tersembunyi dari semua orang sekalipun itu dari Yoon. Hal ini sudah menjadi kesepakatan kita bersama, bahkan ini atas usulan Ha Wook.
Setelahnya hanya status kami yang berubah, sikap kami masih sama seperti kemarin agar tidak ada yang curiga dengan hubungan ini. Beberapa perubahan kecil adalah seringnya skinship dan kami merasa lebih dekat satu sama lain.
Kami juga memutuskan tidak terlalu memusingkan yang akan terjadi di masa depan, yang terpenting bagi kami adalah kebersamaan.
"Good morning. Hari ini makan dengan apa?"
"Sandwich, tidak masalah kan?"
Ha Wook duduk di meja makan, "Tentu saja tidak. Apapun yang Oppa masak pasti ku makan." Aku tersenyum dan duduk di sampingnya.
"Kau harus makan yang banyak. Ingat, selama Yoon pergi kau tidak boleh kehilangan berat badanmu meskipun itu hanya satu ons." Aku meletakkan satu gelas susu ke hadapannya.
"Atau Yoon akan menganggapku tidak bisa mengurusmu." Ha Wook tertawa mendengarnya.
"Baiklah, aku akan makan banyak agar Yoon tidak memarahi Oppa."
"Hey, kenapa memanggil Oppamu begitu?" Aku dan Ha Wook tertawa. Bukankah ini pagi yang indah? Ku harap selamanya bisa merasakan kebahagiaan seperti ini dengannya, hanya dengan Ha Wookku.
"Ha Wook-a."
"Ne, Oppa?"
"Kau memanggil Yoon dengan panggilan sayang, kan? Tidak bisakah kau memanggilku dengan panggilan sayang juga? Apalagi sekarang kita berkencan." Ha Wook menatapku dengan kedua mata membulat sempurna.
Ha Wook berhenti mengunyah, "Memangnya Oppa mau dipanggil apa?"
"Sesuatu yang manis dan istimewa." Ha Wook tampak berpikir dengan kening berkerut dan bibirnya maju beberapa senti. Lihatlah, bukankah ia sangat menggemaskan?
"Honey?" Senyumku mengembang mendengarnya.
"Oke. Mulai sekarang, jika hanya ada kita berdua memakai panggilan itu." Ha Wook tersenyum dan mengangguk. Ia memakan sarapannya dengan lahap, tentu saja hal ini membuatku senang selaku yang memasak.
Aku mengunyah sandwich yang entah kenapa sekarang rasanya lebih enak dari yang ku buat biasanya. "Hmm, apa yang kita lakukan setelah makan?"
"Karena ini masih pagi, bagaimana jika kita olahraga saja? Olahraga dengan pemandangan sungai Han tidak buruk."
"Ide bagus. Setelah setengah jam sarapan kita ke White House untuk mengambil raketmu dan-"
"Tidak. Jangan bulutangkis lagi."
"Lalu apa?"
"Oppa punya sepeda?"