Ha Wook's pov
Aku dan Jun Goo membulatkan mata terkejut mendengar suara Ho Jae yang memandang kami dengan mata menyipit. "Kalian menyembunyikan sesuatu dariku?" aku dan Jun Goo menggeleng. Tidak mungkinkan aku mengatakan padanya tentang perasaanku pada Ha Seonsaeng. Ini demi kebaikannya juga.
"Tidak, Ho Jae. Jun Goo hanya menasehati dirinya sendiri untuk menyatakan perasaannya pada Soo Ji." Kedua mata Jun Goo membulat sempurna.
"Ayo, aku akan membantumu." Ho Jae menarik kemeja yang dipakai Jun Goo ke arah Soo Ji yang asyik mengecat kukunya dengan Min Ah dan Ji Soo. Aku memegang kedua telingaku saat melihat Jun Goo menatapku dengan wajah pasrahnya.
Maafkan aku, Jun Goo.
Aku berdiri dan melangkah menuju sebuah gerombolan yang terdiri dari Kwang Sun, Eun Jo, Seung Jo, dan Kang Dae. Mereka berempat sedang asyik mengerjakan. Ya, setidaknya masih ada beberapa yang waraslah di kelasku. "Kalian sudah mendapatkan jawabannya?"
"Sudah beberapa. Banyak soal yang tidak ada di buku paket." Eun Jo sibuk dengan ponselnya, sepertinya ia mencari jawaban di internet.
"Bahkan banyak yang belum kita pelajari di sekolah." Seung Jo mengacak rambutnya frustasi. Aku merangkulnya dan merapikan kembali rambutnya.
"Hei, jangan menyerah. Eun Jo pasti sudah menemukan jawabannya. Eh Kang Dae sudah selesai?" Manusia yang lebih tampak seperti kulkas berjalan itu menatapku sekilas dan melanjutkan pekerjaannya.
"Bagi jawa-"
"Cari saja sendiri." Kang Dae bangkit dari duduknya dan melangkah ke dapur dimana Jae Hwa dan Ma Tae berada. Mereka mengerjakan di meja makan.
"Dasar kulkas!"
"Kau akan menyukainya jika dekat dengannya, dia tidak sedingin yang kau pikir." Aku menoleh ke arah Kwang Sun yang menaikturunkan alisnya.
"Jika ku pikir-pikir, kau dan Kang Dae sangat cocok. Kalian berdua sangat berbeda dan saling melengkapi. Kalian akan menjadi pasangan yang sem-"
"Kita mengerjakan atau menggosip!" perkataan Eun Jo terhenti saat mendengar teriakan Seung Jo. Kenapa dia marah?
#
02:00 KST
Aku terbangun dari tidurku karena mendengar dengkuran keras dari Oppa. Pria ini bekerja keras setiap hari, itulah yang menyebabkan dirinya mendengkur. Dan aku tidak akan bisa tidur jika berisik! Aku memutuskan berjalan keluar kamar, angin dingin balkon membuatku menggigil.
Pandanganku teralih ke arah halaman, terlihat mobil yang tak asing bagiku. Aku memandang jam dinding, kenapa Eonni itu ke rumah Ha Seonsaeng jam 2 pagi?
Aku berjalan ke arah tangga dan melihat kedua orang itu ada di kamar Ha Seonsaeng, anehnya kamar itu terbuka. Tidak ada yang aneh sebenarnya, hanya duduk dan gelas wine di tangan mereka masing-masing. Bahkan mereka tidak duduk bersama, Ha Seonsaeng duduk di tepi tempat tidur dan Eonni berdiri menyandar di pintu.
"Mengenai Ha Wook, kau menyayanginya?" Aku duduk dengan menyandarkan punggungku di pegangan tangga dan mengintip melalui celah kecil. Kenapa Eonni menyebut namaku?
"Tentu saja, tidak ada seorangpun yang tidak menyukainya." Ra Im Eonni mengangguk.
"Aku juga. Dia anak yang menyenangkan dan bisa diandalkan. Aku juga senang karena sekarang kau tidak kesepian lagi, Jagi." Ra Im Eonni berjalan ke arah Ha Seonsaeng dan menyisir rambut kekasihnya itu dengan jari. Mataku membulat sempurna saat melihat Ra Im Eonni duduk di pangkuan Ha Seonsaeng dengan membuka kedua pahanya.
Apa mereka akan melakukan adegan dewasa?
Ha Seonsaeng adalah laki-laki normal, tidak mungkin dia tidak tertarik dengan Eonni yang memakai rok pendek tanpa stocking. Ra Im Eonni tersenyum, ia menelusuri wajah Ha Seonsaeng dengan jari telunjuknya.
Aku memejamkan mataku, menahan air mataku yang mencoba keluar. Aku tidak bisa membayangkan jika melihat adegan selanjutnya.
Aku memutuskan untuk merangkak menaiki tangga, namun terhenti saat mendengar pertanyaan Ha Seonsaeng yang membuatku penasaran.
"Apa yang kau masukkan dalam minumanku?"
Ra Im Eonni hanya tersenyum, tangannya terulur menyentuh bibir Ha Seonsaeng. "Sudah lama aku menginginkan ini, namun aku menahannya karena kau tak mau. Sekarang aku tidak akan menahannya lagi, aku akan mendapatkan semua yang ku inginkan malam ini juga." Aku menutup mulutku saat mendengar geraman Ha Seonsaeng saat Ra Im Eonni menyentuh sesuatu dan langsung di lepaskan Ha Seonsaeng.
"Jawab aku!" Ha Seonsaeng terlihat marah.
"Aku memasukkan obat perangsang, Bunny."
Mwo?
"Kenapa kau melakukan ini padaku, Ra Im?"
"Aku tidak akan melakukan ini jika selama ini kau men-"
Aaa!!!
Prang
Aku menahan napasku saat melihat Ra Im Eonni terjengkang ke belakang dan gelas yang dibawanya pecah. Ha Seonsaeng berdiri dari duduknya dan menatap Eonni dengan amarah yang memuncak.
"Ada ap-" aku berjingkat saat mendengar suara Oppa, dengan cepat ku bekap mulutnya dan menariknya agar bersembunyi.
"Berani sekali kau melakukan hal murahan itu padaku!" teriaknya terdengar sangat keras, apalagi di keheningan malam.
"Jeong il-ah, aku tidak melakukan ini jika kau mau-"
"Mau menurut? Kurang menurut apa aku, hmm? Aku sudah melakukan apapun yang kau inginkan dan sekarang dengan kurang ajarnya kau memasukkan obat perangsang ke minumanku!" Oppa menatapku dengan kedua mata dan mulutnya terbuka lebar.
Ha Seonsaeng mencengkeram lengan Eonni dan menariknya keluar dari kamar. "Aku hanya- Auh!" Ra Im Eonni jatuh ke lantai.
"Jangan pernah berani menampakkan wajahmu di hadapanku lagi. Kita putus!"
Brak
#
Jeong Il's pov
Aku menghela napas panjang entah ke berapa kalinya. Pikiranku masih tertuju pada kejadian kemarin, kenapa Ra Im selalu membuatku kesal? Kemarin aku berada di ambang batas kesabaranku dan akhirnya memutus hubungan dengannya.
Sejak pagi aku mengabaikan panggilan telepon dan pesan darinya. Aku sudah tidak peduli lagi! Kesabaranku benar-benar sudah mencapai batasannya.
"Yakin tidak ada barang yang tertinggal?" Aku mendongak menatap Ha Wook dan Yoon menuruni tangga dengan koper di tangan mereka berdua. Ha Wook menggeleng, sebenarnya ada apa dengan Ha Wook?
Sejak sarapan dia hanya diam dan telihat sedih.
"Kalian sudah siap?"
"Sudah Hyung. Ayo kita pulang sekarang." Aku mengangguk dan tersenyum lebar saat melihat Yoon mengerdipkan sebelah matanya. Kami berencana memberikan suprise untuk gadis yang ku sukai ini. Semoga kesedihan di wajahnya menghilang dan berganti dengan kebahagiaan.
Kami berjalan keluar rumah menuju jalan raya, bahkan Ha Wook tidak menyadari ini. Sebenarnya apa yang dia pikirkan? Saat kami hendak berbelok, Ha Wook mendongak. "Kita pulang jalan kaki?" Yoon tersenyum dan melanjutkan langkahnya membuat kerutan tercipta di keningnya. Ha Wook menatapku sekilas sebelum berlari menyusul Yoon yang sudah lumayan jauh.
"Oppa jawab aku!" Yoon tidak menggubris, dia melanjutkan langkahnya menuju sebuah rumah besar dengan konsep serba putih.
"Ini rumah siapa, Oppa?"