"Jadi pacar pura-pura gue, kak?"
°°°
"Gue pulang dulu," Aldi berpamitan pada Tania setelah mengantarnya pulang. "Al," panggil Tania dengan perasaan masih canggung. Setelah Tania mengatakan perasaannya Aldi cemderung diam sejak tadi. "Ya?"
Tania meremas jari-jarinya erat, dia merasa gugup. Sekarang Tania sudah kembali berjalam kearah Aldi untuk lebih dekat. "Gue tahu lo enggak nyaman," ucap Tania membuat Aldi merasa tidak enak hati. " Gue cuma mau bilang kalau gue suka sama lo, dan gue juga sedikit sayang sama lo. Perlakuan lo yang membuat gue merasakan itu, jadi. Kalau misal lo merasa enggak nyaman, lupain apa yang gue bilang tadi," Aldi tersenyum dengan sedikit tipis, mengelus kepala Tania lembut sekali.
"Gue tahu kok lo suka sama Salsha, tapi gue suka sama lo," Aldi masih diam tidak menjawabnya. "Maaf Al, gue enggak sehalus biasanya. Tapi, gue boleh gue jujur. Apa kita bisa lebih dekat lagi dari hari ini?" Aldi menghela nafasnya berat.
"Nat, mau lo pakai aku-kamu atau lo-gue, gue enggak keberatan," Aldi menjawab satu persatu ucapan Tania. Anehnya Tania mengeratkan tangannya pada Aldi. "Lo mau kan kita lebih dekat lagi dari ini?" Aldi menarik tangannya sendiri menjauh dari Tania, dan mengambil jarak tiga langkah mundur. "Sorry, gue ada urusan. Udah mulai malem, gue pulang dulu, jaga diri lo baik-baik di rumah,"
Apa kesimpulannya? iya atau Tania ditolak.
°°°
"Cie yang baru jalan sama pacar baru," Iqbal langsung saja merangkulkan tangannya pada bahu Salsha.
"Gimana kencan kalian berdua? seru?" tanya Iqbal lagi, Salsha hanya menghela nafasnya lelah. Salsha memutar bola matanya malas dan berjalan meninggalkan Iqbal yang akan terus menggodanya terus-terusan.
"Hey!" teriak Iqbal bingung karena Salsha hanya diam. Iqbal berjalan menyusul Salsha dengan tergesa-gesa. Tangannya membawa satu tas besar berisi bekal mereka berdua.
"Lo enggak ada inisiatif buat bawain brkal makan siang kita?" tanya Iqbal mengangkat bekalnya didepan wajah Salsha, dengan gerakan pelan Salsha mengambil dan membawanya dengan sopan. Wajahnya masih malas.
"Kenapa? apa Rio nyakitin lo? gue bisa minta perhatian sama dia nanti," ucap Iqbal menarik tangan Salsha untuk kembali ke koridor menuju kelas Rio. Salsha melepaskannya dan kembali berjalan berbalik menuju kelasnya.
"Lo kenapa? gue jadi khawatir sama lo. Kalian tadi malem ngapain aja kok lo lemes banget hari ini," Salsha menghela nafasnya halus. "Diem Bal, gue pusing. Semakin lo banyak omong kepala gue semakin banyak yang masuk,"
"Lo sakit?" Salsha menggelengkan kepalanya dan menyingkirkan tangan Iqbal saat berusaha mengecek suhu tubuhnya dengan punggung tangannya. "Mingir deh, gue mau ke kelas. Gue udah baik bawain bekalnya, lo jangan motong-motong jalan juga kenapa si," Iqbal mengangguk dan kembali memberi jalan pada Salsha untuk berjalan bersama.
"Kencan kalian gagal?" Iqbal kembali bertanya dengan cerewet sekarang, Salsha menggelengkan kepalanya untuk menjawab. "Terus kenapa?"
"Gue lupa sarapan tadi pagi," Iqbal tertawa karena terkesan lucu. "Lo bad mood cuma gara-gara enggak sarapan?" Salsha menganggukan kepalanya lagi.
"Gue bangun jam setengah tujuh tadi, untung aja gue enggak telat masuk dan gerbang belum di tutup," Iqbal tersenyum lebar sekali saat Salsha menceritakan yang sebenarnya terjadi dengan wajah masam.
"Gue bawa dua, lo bisa ambil satu buat dimakan sekarang. Jam pertama kosong nanti, kita cuma disuruh selesain tugas kelompok aja. Lo sarapan aja, biar gue yang buat pocer ponit dari tugas minggu kemaren," Salsha menggelengkan kepala tidak setuju.
"Gue enggak enak sama lo," Iqbal tertawa saat Salsha mengatakannya. "Gue lebih enggak enak kalau lo terus merengut gara-gara enggak sarapan dan gue yang capek juga ngomong sendiri," Salsha memutar bola matanya tidak setuju. "Gue sarapan selesai buat power ponit aja,"
"Gue lebih enggak bisa fokus kalau lo belum sarapan, gue aja yang buat power ponit, minggu depan lo yang presentasi, gimana? Adil kan?" Salsha berdecut sebal. "Lo bantuin gue enggak ikhlas ya?" kesal Salsha memukul bahu Iqbal.
"Mau di sekolah atau di rumah simbiosis harus terus diterapkan, gue enggak mau rugi soalnya," Iqbal tertawa keras berlari menghindari Salsha yang terus fokus pada perut Iqbal untuk mencubit.
Ternyata Iqbal berhasil membuat Salsha lembali pada moodnya.
°°°
"Bersihin," Aldi mengambil satu tisu diberikan pada Tania. "Apanya?" tanya Tania masuh tidak paham dengan apa yang Aldi maksudkan padanya. "Bibur lo," tangan Aldi mengelap sesikit kotoran makanan dibibir atas Tania dengan tisu.
"Laper boleh, jangan berantaman juga," ucap Aldi langsung kembali ke tempat duduknya. "Thanks," Aldi mengangguk, dan melanjutkan makannya.
Dari sudut kantin, ada mereka bertiga yang sedang makan dengan diam. Walaupun ada salah satu yang melihat pergerakannya, Aldi menjadi kesal. Salsha, Iqbal dan Rio.
"Enggak perlu lo lihatin segitunya, mau lima tahun lo pelototi kalau dia enggak suka sama lo peecuma juga lo berharap," Salsha berdecak kesal. "Siapa juga yang lihatin Aldi," kesal Salsha emmasukan makanan siangnya dengan kasar.
"Bal, lo bayarin gue kan?" tanya Salsha menggoda Iqbal, dan sayangnya Iqbal tidak sedang di mode itu. Iqbal mengangguk membuat Salsha telebarkan matanya.
"Beneran? gue bercanda. Jangan ya," Salsha merasa bersalah sekarang. Setelah bekal yang Iqbal bawa tumpah sekarang Iqbal menyetujui jika dia juga membayar makanannya juga? Salsha meras atidak enak hati.
"Iqbal lo marah ya sama gue, maaf ya. gur bayarin ya makanan lo. Tadi gue enggak sengaja, bekal lo jatuh dari tangan gue dan mereka semua tumpah. Maaf," Salsha menatap Iqbal dengan wajah sangat bersalah sekarang. Iqbal juga salah sebenarnya, kenapa juga mengajaknya bercanda tadi pagi. Itu juga penyebab kenapa bekalnya jatuh dan tumpah.
"Maaf ya, gue enggak tahu kalau lo bakal semarah ini. Lakukan apapun yang buat lo enggak marah, kalau lo marah gue sama siapa dong?" Iqbal terkekeh, dia mendekatkan wjaahnya dengan Salsha dan menciumnya singkat.
Salsha memundurkan wajahnya menjauh dari Iqbal. "Sialan, pipì gue," keluh Salsha menutupi bekas ciuman Iqbal pada pipi kirinya. "Bibir gue juga," jawab Iqba ikut mendramatisir.
Salsha mendorong Iqbal untukbmenjauh darinya, Salsha mengambil satu garpu di mangkoknya.
"Lancang lo ya!" Iqbal memoyongkan bibirnya memperlihatkan jika bibirnya seperti terkena bakteri. "Lo yabg bilang, dan salahin aja bibir gue. Dia yang maju sendiri," Salsha memutar bola matanya kesal.
"Tapi lo yang punya bibir," kesal Salsha berdiri ingin kembali ke kelasnya. "Jadi beneran gue yang bayar makanan lo?" tanya Iqbal membuat Salsha berhenti untuk keluar dari kantin dan berjalan berlawanan arah sekarang. "Bal, ish. Kok lo ngeselin banget si," Iqbal tertawa karena berhasil mengerjai Salsha.
"Padahal itu dari bibir ke pipi, belum dari bibir ke bibir. Kok lo berlebihan si?" tanya Iqbal menyusul Salsha yang akan membayar makanan mereka.
"Jauh-jauh lo dari gue!" Salsha mendorong Iqbal untuk menjauh darinya, Salsha mengeluarkan uangnya untuk membayar makan siangnya dengan Iqbal sekaeang.
"Ini uangnya bu, terimakasih," Iqbal lebih sulu menyerahkan uangnya dan berjalan menjauh meninggalkan Salsha yang masih memlihat pada Iqbal dengan marah.
"Apa lo pikir kesucian pipi gue seharga dua mangkook bakso hah?"