Rey masih duduk diam ditempanya, pandangan pria itu tak lepas dari seorang gadis yang sejak tadi melangkah satu arah berulang kali di hadapannya.
"Apa kau punya jalan keluar?"
Bella melirik kesal ke arah Rey. "Aku sedang memikirkannya sejak tadi, kau jangan hanya diam! Bantu aku untuk berpikir juga"
"Kau hanya perlu menjadi tunangan ku" Ucap Rey.
"Kenapa mulut mu begitu mudah mengucapkan kalimat itu!? Kita bisa membantah rumor yang media bicarakan nanti, kenapa aku harus menjadi tunangan mu? Bagaimana dengan Senna? Dia kekasihmu" Bella mengacak kasar rambutnya.
Rey beranjak dari duduknya melangkah mendekati Bella yang sejak tadi terus meneriakinya. "Sekarang kau duduk, dan dengarkan aku" Rey melirik sofa di sampingnya, memberi isyarat agar Bella duduk.
"Jangan membantah" Rey menatap tajam Bella, saat gadis itu ingin protes.
Rey melipat tangannya di depan dada, sedikit menundukkan pandangannya menatap gadis yang kini duduk di hadapannya.
"Kau tidak tau kegilaan apa yang bisa dilakukan oleh media, melihat aku di apartment bersama mu adalah makanan besar bagi media, mereka akan gencar berspekulasi tentang kita dan kita berdua tidak tau apa yang akan mereka beritakan nanti, entah itu menjatuhkan nama ku atau nama mu"
"Dan mulai sekarang" Rey melangkah maju, tangan pria itu bergerak mengangakat dagu Bella agar gadis itu membalas tatapannya.
"Para media akan menguras informasi tentang dirimu, hidupmu tidak akan tenang. Kita berdua bisa saja membantah tentang berita yang tersebar nanti, tapi media tidak akan berhenti sampai disitu! Mereka akan terus mencari tau tentang apa yang mereka inginkan"
Bella menepis tangan Rey yang berada di dagunya, gadis itu menunduk. Kepala Bella terasa hampir pecah karena banyaknya hal yang gadis itu pikirkan. Bella lelah mendapat kejutan hari ini, ingin rasanya gadis itu berteriak meluapkan amarahnya.
Hidupnya yang awalnya cukup baik untuknya, hidup yang masih bisa Bella jalani dengan baik kini tiba-tiba berubah menjadi rumit. Takdir begitu mudah memutar balik hidupnya.
"Aku tetap pada tawaran ku tadi, kau bisa memikirkannya lebih dulu" Ucap Rey. "Aku hanya membantu hidupmu yang sudah sulit agar tidak semakin sulit karena ini"
Bella mengangkat wajahnya, membalas tatapan Rey. "Jika aku menerima tawaran mu, apa yang akan terjadi?"
Sudut bibir Rey terangkat, Pria itu kini duduk di sebelah Bella. "Setelah para media merilis foto saat kita bersama dan berita-berita mereka, aku secepatnya akan membenarkan bahwa kau adalah tunangan ku, aku tidak akan membantah berita yang membicarakan kedekatan kita karena foto-foto tadi" Rey menjeda kalimatnya, menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
"Setelah pengakuan kita, media akan kembali memberitakan hubungan kita. Mungkin satu sampai dua bulan kabar hubungan kita akan hangat di bicarakan namun setelah itu pasti akan berhenti karena media akan menyorot berita lain."
Bella mengerutkan dahinya bingung. "Jika mereka bertanya tentang kelanjutan hubungan kita bagaimana? Kau harus memikirkan hal itu juga, aku tidak mau mereka tiba-tiba memberikan pernikahan kita"
Rey menggeleng pelan. "Aku akan mengurus semuanya, kau tidak perlu memikirkan itu" Pria itu kembali menegakan posisi duduknya.
"Jadi, kau menerima tawaran ku?" Tanya Rey.
Bella menghela nafas kasar. "Aku tidak ada pilihan lain lagi, aku tidak tau bagaimana menghadapi media. Aku percaya padamu, jadi aku mohon agar semua ini cepat berlalu"
Rey mengangguk pelan. " Ini demi kebaikan kita bersama, jangan terlalu memikirkan masalah ini, Aku akan melindungi mu dari para media"
"Terimakasih" Ucap Bella pelan.
"Aku harusnya meminta maaf karena membawamu masuk kedalam masalah ini"
Bella mengagumkan kepalanya pelan tanpa menoleh ke arah pria di sampingnya. "Tebus kesalahan mu dengan menyelesaikan masalah ini"
Rey beranjak dari duduknya. "Mulai sekarang kau tinggal di apartment ini, aku rasa para media sedang mencari tau tentang mu dan mereka bisa saja tiba-tiba mendatangi rumah mu"
"Apa mereka akan menghancurkan rumah ku?" Panik Bella, gadis itu segera berdiri dari duduknya.
"Aku akan mengurus penjagaan rumah mu, sekarang kau hanya perlu menenangkan dirimu di sini" Rey menepuk pelan bahu gadis didepannya.
"Aku harus pergi" Rey melirik jam tangannya. "Sebentar lagi akan ada orang yang datang membawakan kebutuhanmu selama tinggal disini"
Bella hanya mengangguk pelan membalas ucapan Rey, gadis itu seolah kehabisan tenaga untuk membuka mulutnya.
Mata Bella tertuju pada punggung lebar Rey yang mulai menjauh dari pandangannya. "Reygan" Panggil Bella dengan nada ragu.
Langkah kaki Rey terhenti, pria itu menoleh kebelakang dengan satu alis terangkat. "Iya?"
Bella menggelengkan kepalanya. "Aku hanya memastikan nama mu benar Reygan, aku mengingat Senna memanggil mu dengan nama itu saat di rumah sakit"
"Nama ku Reygan Ardana, kau bisa memanggilku Rey" Ucap Rey.
"Baiklah, kau bisa pergi sekarang"
Setelah melihat tubuh Rey hilang dibalik pintu apartment, Bella menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Mata gadis itu terpejam, kepalanya terasa berat , tubuhnya terasa begitu lemas.
Entah apa yang sedang takdir mainkan untuk hidupnya, Bella hanya mampu mengikuti alurnya saja. Pikiran gadis itu kembali tertuju pada pria bernama Reygan.
Pria yang selama beberapa hari ini Bella sumpah serapahi, yang selalu Bella kirimkan doa buruk saat gadis itu mengingat bahwa pria itu membuatnya kehilangan pekerjaan dengan alasan yang konyol.
Tanpa diduga kini pria itu kembali membawanya dalam masalah baru yang begitu rumit, namun sikap Rey tidak seburuk yang Bella pikiran. Pria itu berusaha bertanggung jawab akibat ulahnya tadi, dan Bella mau tidak mau menerima tawaran Rey untuk menjadi tunangan pria itu.
"Tunangan?" Gumam Bella.
"Ini hanya pura-pura,Bell! Demi menyelamatkan ketentraman hidup mu, semuanya akan cepat berakhir" Bella bergumam mencoba meyakinkan dirinya.
Lamunan Bella terhenti saat mendengar Bell apartment tiba-tiba berbunyi. Gadis beranjak dari sofa, melangkah ragu mendekat ke arah pintu apartment.
Dengan hati-hati Bella membuka sedikit pintu apartment, mengintip dari sela pintu untuk memastikan bukan wartawan yang datang.
"Siapa?"
"Saya Darrel, sekertaris Tuan Rey" Ucap Pria berjas hitam yang berdiri di depan pintu masuk apartment.
Bella menghela nafas lega, gadis itu kini membuka lebar pintu apartment. " Maaf, aku hanya takut jika yang data para wartawan"
Pria bertubuh tegal didepannya mengangguk pelan. "Saya paham, mulai saat ini anda tidak perlu khawatir karena Tuan Rey sudah memperketat penjagaan di apartment ini, para wartawan tidak akan bisa menemui anda lagi" Jelas Darrel.
Bella kembali menghela nafas lega. "Apa ada yang ingin kau katakan? Silahkan masuk" Bella memberi jalan untuk Darrel masuk.
Pria itu menggeleng pelan. "Kedatangan saya kemari hanya untuk memberikan anda ini" Darrel menyerahkan paper bag berukuran besar ke arah Bella. "Semua ini saya siapkan atas perintah Tuan Rey"
"Terimakasih" Ucap Bella setelah mengamy alih paper bag di tangan Darrel.
"Saya harus kembali ke kantor, semua kebutuhan anda akan anda dapatkan setelah membuka paper bag itu" Ucap Darrel, lalu pria itu melangkah mundur membalikkan tubuhnya melangkah menjauh.
Bella kembali menutup rapat pintu apartment, gadis itu kembali melangkah menuju sofa. Tangan Bella mulai membuka paper bag di pangkuannya.
Alis gadis itu bertaut bingung melihat isi di dalam paper bag, satu boks ponsel, kunci dan dompet berukuran sedang.
Bella segera membuka boks ponsel, menyalakan benda itu. "Dia memberiku ponsel?" Gumam Bella dengan pandangan yang fokus ke arah benda pipih berwarna putih di genggamannya.
Jari-jari Bella mulai bergerak di layar ponsel, gadis itu mencari tau tentang ponsel yang didapatnya. Alisnya kembali bertaut bingung saat melihat kontak di ponsel itu.
"Aku rasa dia sudah mengatur ponsel ini sebelumnya" Gumam Bella saat melihat kontak nomor dengan nama Rey.
Ibu jari Bella bergerak menekan tombol telfon di layar ponsel, gadis itu mengarahkan benda itu ke telinga kanannya.
"Hallo,Rey"
"Hai, kau sudah menerima semuanya?"
Bella secara tidak langsung mengangguk. "Sudah, kau memberi ku ponsel, dompet dan kunci" Gadis itu menatap Barang-barang tadi dengan bingung.
"Ponsel itu aku berikan untukmu, lalu kunci itu adalah kunci mobil dan di dalam dompet ada dua card , aku akan mengirim pintnya melalu pesan nanti" Jelas Rey yang mengerti nada bingung Bella.
"Apa!? untuk apa semua ini? mobil? kartu kredit? ponsel? kau tidak perlu seperti ini, aku merasa seperti wanita simpanan mu" Ucap Bella tak terima.
"Jangan membantah! terima dan gunakan, aku memberikannya untuk mu, gunakan untuk memenuhi kebutuhan mu"
"Tapi aku tidak bisa,Rey! Untuk apa? Ini semua terlalu berlebihan" Kesal Bella, gadis itu memindahkan ponsel ke telinga kirinya.
"Aku hanya butuh perlindungan agar para media tidak menggangu ku, dan untuk yang lainnya seperti makan dan kebutuhan ku kau tinggal mengirimkan semua itu seperlunya! Ak~~"
"Bella! Aku orang yang tidak suka dibantah, jadi kau hanya perlu mengikuti apa yang aku katakan" Rey memotong kalimat Bella. "Aku masih harus bekerja, jika ada sesuatu kau bisa hubungi aku nanti"
"Hallo!? Rey!"
Bella menatap kesal ponsel di tangannya saat Rey memutuskan panggilan mereka secara sepihak. Untuk kesekian kalinya gadis itu menghela nafas berat, kini pandangannya tertuju pada kunci mobil dan dompet di pangkuannya.
"Mobil? untuk apa dia memberi ku mobil? untuk keluar apartment ini saja aku takut" Bella mendengus menatap kunci mobil di tangannya.
Lalu pandangan gadis itu tertuju pada dompet berlogo monogram dengan empat kelopak bunga dengan huruf LV, perlahan Bella membuka isi dompet di tangannya.
Ada dua kartu dengan warna berbeda di dalamnya, kartu berwarna hitam dan kartu berwarna gold. Bella berdecak kesal saat melihat ternyata ada banyak uang cash di dalam dompet itu selain dua kartu tadi.
"Pria itu terlalu berlebihan!"