Chereads / ALIVE / Chapter 8 - Deal

Chapter 8 - Deal

"Apa kau baik-baik saja?"

Mark menepuk pelan bahu Bella, sejak tadi gadis itu hanya diam dengan kepala tertunduk.

"Kau malam ini tidur di apartment atau pulang?" Tanya Rey.

Sejak lima belas menit yang lalu ketiga orang itu sampai di apartment Mark, mereka tidak mungkin pergi ke rumah ataupun apartment Rey, para wartawan pasti sudah memenuhi tempat itu sejak pagi tadi

"Aku pulang" Sahut Mark.

"Biarkan Bella tinggal disini malam ini"

"Tidak!"

Setelah cukup lama bungkam, Bella akhirnya membuka suara. Pandangan gadis itu kini tertuju pada pria yang duduk berhadapan dengannya.

"Aku tidak butuh bantuan mu!"

Rey menaikkan satu alisnya. "Apa kau yakin?"

Bella terdiam kepala gadis itu kembali tertunduk. "Aku ingin keluar dari situasi ini" Lirihnya.

"Karena itu kau harus tetap bersama ku, aku akan bertanggung jawab untuk semua ini"

"Apa yang akan kau lakukan? Membenarkan semua rumor itu? Membiarkan semua orang menyebut ku wanita simpanan mu, menyebut ku wanita gila harta yang rela tidur dengan mu, begitu!?" Ucap Bella dengan nada tinggi, gadis itu meluapkan rasa kesal yang sejak tadi ditahannya.

"Tenangkan diri mu" Mark yang duduk di sebelah Bella menepuk pelan bahu gadis itu.

Bella melirik kesal ke arah samping, menepis tangan Mark. "Bagaimana aku bisa tenang di situasi seperti ini!? Ak~~"

"Bella!" Bentak Rey. "Diam dan dengarkan aku baik-baik"

Rey menatap lekat wajah memerah gadis di hadapannya sebelum membuka suara. "Sesuai apa yang kita sepakati di awal, aku akan mengumumkan pertunangan kita" Ucap Rey.

"Dengarkan Rey dulu" Ucap Mark saat melihat Bella akan membuka mulut.

"Kau hanya perlu bersabar dan tetap bersama ku, tidak ada yang bisa kau lakukan selain tetap mengikuti rencana ku. Para media akan terus mengejar mu, semakin kau menghindar para media akan semakin gencar memberitakan hal buruk tentang mu"

"Dan semua itu karena diriku, Brengsek!"

Rey melempar tatapan tajam ke arah Bella. "Jaga bicaramu mulai sekarang, kau harus ingat hidup mu ada di tangan ku" Sudut bibir Rey tertarik ke atas di akhir kalimatnya.

Bella menggeram marah, gadis itu tak bisa berkata apa-apa karena semua yang Rey katakan benar, hidupnya kini ada di tangan pria itu.

Bella mengigit bibir bawahnya, hatinya begitu sesak karena tidak bisa melakukan apapun, Bella benci pada dirinya yang begitu lemah dan tidak berdaya. Gadis itu mati-matian menahan tangisnya untuk terlihat kuat.

"Menangis lah"

Bella menoleh ke arah Mark yang masih duduk di sampingnya. Terlihat pancaran kekhawatiran dimata pria itu.

"Kenapa harus aku? Bahkan aku tidak mengenalnya, kenapa dia melakukan ini pada ku? Kenapa dia dengan mudah mempermainkan hidup ku?" Mata Bella kini mulai berkaca-kaca.

Saat Mark akan menarik Bella ke dalam pelukannya,dengan cepat di tepis oleh gadis itu. "Aku tidak butuh pelukan mu"

"Aku tidak pernah menentang takdir yang tuhan siapkan untuk ku, jika memang ini yang tuhan inginkan terjadi pada hidup ku" Bella menjeda Kalimat, gadis itu menghapus kasar air matanya.

"Aku akan menerima, aku akan menjalani takdir ini hingga aku lelah dan memutuskan untuk berhenti"

Kepala Bella menoleh ke sofa yang Rey tempati, pria itu sudah pergi entah kapan dan kemana.

"Aku harap teman mu suatu saat nanti bisa berhenti menentang takdir, dia sudah berani menguji kebaikan tuhan"

"Aku harap kau adalah orang yang bisa membuat Rey berhenti menentang takdirnya" Ucap Mark, tatapan mata pria itu sama sekali tak lepas dari wajah Bella.

"Aku akan menunjukkan kamar mu" Mark menarik tangan Bella agar gadis itu mengikuti langkahnya.

"Biasanya kamar ini di tempati adik perempuan ku jika dia menginap disini" Ucap Mark setelah membuka salah satu pintu kamar di apartmentnya.

"Terimakasih" Ucap Bella.

Mark mengangguk pelan. "Istirahatlah, jangan terlalu memikirkan banyak hal" Pria itu menepuk pelan bahu Bella. " Aku harus menyusul Rey"

Bella hanya mengangguk menanggapi ucapan Mark, setelah pria itu melangkah menjauh Bella memasuki kamar di depannya.

"Aku tidak akan bisa tidur tenang mulai saat ini" Gumam gadis itu setelah merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Bella kini memejamkan matanya, kedua tangan gadis itu saling menyatu di depan dadanya.

"Walaupun hari ini begitu berat tapi aku tetap berterimakasih pada mu, Tuhan. Aku masih menempati janji ku untuk selalu menerima apapun yang kau beri dalam hidup ku, tapi aku mohon untuk selalu menyertai ku dalam keadaan apapun, kau adalah satu-satunya kekuatan ku"

"Terimakasih dan maaf" Lirih Bella, perlahan gadis itu kembali membuka mata setelah menyapa Tuhannya.

Tuhan adalah tujuan pertama Bella dalam hidupnya, Tuhan adalah kekuatan Bella, hingga gadis itu mampu bertahan hidup sendiri sampai saat ini.

Tumbuh dewasa tanpa seorang ibu, Bella dididik untuk mandiri oleh Ayahnya, menangis bukan hal pertama yang akan Bella lakukan saat takdir mulai mengujinya. Gadis itu akan mati-matian menunjukkan pada dunia bahwa dia baik-baik saja dalam keadaan apapun.

"Ayah,Ibu" Senyum gadis itu terukir saat mengingat kedua orang tuanya.

"Selalu sertai Bella, entah kenapa hari demi hari semakin terasa berat" Gadis itu kini mulai menceritakan isi hatinya.

"Bella tidak tau sampai kapan Bella bisa bertahan, maaf jika kedepannya Bella akan sering menangis" Meski tau tidak akan ada yang membalas ucapannya, Bella tetap mencurahkan isi hatinya.

Gadis itu menghela nafas pelan, lalu mulai memejamkan matanya berharap rasa kantuk segera datang dan menghantarkannya ke alam mimpi.

🌃🌃

Tanpa terasa kini langit telah berubah gelap, matahari digantikan oleh bulan dan bintang-bintang.

Bella perlahan membuka matanya, setelah nyawanya terkumpul sempurna gadis itu mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.

"Jam berapa sekarang?" Kepala Bella menyusuri penjuru kamar yang ditempatinya mencoba mencari letak jam.

Bella berdecak kesal saat tidak menemukan benda yang dicarinya. "Astaga! Aku juga tidak membawa handphone"

Kini gadis itu beranjak dari ranjang melangkah ke luar kamar. Tubuh gadis itu tersentak kaget saat melihat dua pria yang duduk di sofa ruang tengah apartment.

"Kau sudah bangun?"

Bella mengangguk, kaki gadis itu melangkah mendekati sofa lalu ikut duduk bersama Rey dan Mark.

"Makanan untuk mu" Rey melirik bungkusan berlogo restoran di atas meja.

"Terimakasih" Bella mulai membuka bungkusan itu, gadis itu memejamkan sejenak matanya mengucap syukur pada tuhan sebelum mulai memakan makanannya.

Mark yang melihat itu tak bisa menahan senyumnya. "Sepertinya kau begitu dekat dengan tuhan" Ucap Mark.

"Karena hanya dia yang selalu bersama ku" Sahut Bella di sela kegiatan makannya. "Apa kalian tidak makan?" Tanya Bella saat dua pria di hadapannya hanya diam.

"Kami sudah makan" Sahut Rey. "Cepat habiskan makanan mu, ada yang ingin aku bicarakan"

Gerakan tangan Bella terhenti, gadis itu kembali meletakan sendok makannya. "Aku lanjut makan nanti saja, jadi katakan apa yang ingin kau bicarakan dengan ku?"

Rey menganggukkan kepalanya, pria itu menegakan posisi duduknya. "Besok aku akan mengadakan wawancara dengan media, aku akan mengatakan semua yang telah kita rencanakan sebelumnya" Ucap Ray dengan nada santai.

"Kau besok ikut aku, tidak akan lama"

Bella menghela nafas berat. "Apa setelah ini semuanya akan berakhir? Apa aku bisa kembali hidup tenang?"

Rey mengangguk pelan. "Kau hanya perlu sedikit bersabar"

"Kau akan mendapat balasan dari Tuhan karena sengaja mempermainkan hidup ku" Bella menatap mata Rey dengan tatapan sendu.

"Mungkin saat ini aku tidak berdaya dan hanya mampu diam dalam rencana gila mu ini, tapi kau harus ingat! Suatu saat nanti kau yang akan terjebak didalam rencana yang kau buat ini"

Rey yang mendengar kata-kata Bella hanya mengangkat bahunya acuh, sama sekali tak memperdulikan rentetan kalimat yang keluar dari bibir Bella.

"Gunakan semua barang ini besok, tepat jam sepuluh pagi sekertaris ku akan menjemput mu"Rey menunjuk paper bag hitam di sebelahnya.

Setelah selesai dengan ucapannya, Rey beranjak dari duduknya lalu melangkah menuju pintu apartment.

Mark yang sejak tadi hanya diam sebagai pendengar kini mulai mengalihkan fokusnya pada Bella.

"Maafkan Rey"

Bella tersenyum tipis. "Aku akan berusaha memaafkannya"

"Mau berteman?" Mark mengulurkan tangan kanannya.

"Teman?" Satu alis Bella terangkat.

Mark mengangguk kepala di sertai senyum yang terukir indah di wajahnya. "Walaupun kita baru bertemu beberapa jam yang lalu tidak ada salahnya untuk kita berteman,Bell"

"Aku sahabat Rey, pria yang membuat mu berada dalam masalah ini, aku tau apapun tentangnya dan aku tau jelas apa yang dia lakukan padamu itu salah, disini aku hanya ingin menjadi teman mu. Maaf aku tidak bisa melakukan banyak hal untuk membantu mu keluar dari situasi ini, tapi aku bisa menjadi orang pertama yang ada untuk mu saat kau membutuhkan bantuan"

"Terimakasih, Mark" Bella tersenyum manis. "Aku harap kita bisa menjadi teman baik"

Mark kembali mengulurkan tangan kananya ke arah Bella yang langsung di sambut oleh gadis itu. "Kau bisa menganggap ku sebagai kakak mu,Bell" Ucap Mark yang dijawab anggukan kepala oleh Bella.

Setelah itu, obrolan Bella dan Mark seolah mengalir entah siapa yang memulai tapi kedua orang itu kini asik saling membagi cerita.