Mataku terbuka saat hidungku mencium aroma minyak kayu putih, aku menatap ke samping kanan dan kiri disana dua malaikat kecilku sedang menangis, kulihat di depanku ada Bu RT sedang memijit kaki.
"Bu RT ...!" suaraku parau.
"Alhamdulillah mba Ning sudah siuman?" lalu Bu RT mendekat ke arah samping kepalaku. "Mba Ning yang sabar dan kuat ya? lihat ada Nisa dan Kamal yang butuh mba, jadikanlah mereka sumber kekuatan dalam hidup mba! mba nggak boleh lemah dan terpuruk seperti ini kasihan mereka" Bu RT menjeda kalimatnya lalu membelai rambutku dengan sayang "Mba Ning minum teh manis hangat dulu ya? biar tenaga mba pulih" Bu RT meninggikan bantal agar aku bisa minum lalu menyodorkan gelas berisi teh manis, aku minum teh itu dengan sedotan sampai tinggal separuh gelas yang tersisa.
"Terimakasih bu RT!"
"Sama-sama, tadi Nisa dan Kamal menemukan mba pingsan di teras kebetulan saya pas lewat jadi kami bertiga membawa mba ke kamar! mba ... kalau ada yang mau mba ceritakan ke saya ceritalah saya siap mendengar siapa tahu saya bisa membantu meringankan beban pikiran mba" ucap bu RT dengan penuh perhatian.
Ku belai rambut Nisa dan Kamal yang sedang memeluk tubuhku, mereka diam dan aku nggak tahu apa arti diam mereka.
"Kakak Nisa dan Adek Kamal boleh nggak kalian keluar sebentar bunda ingin bicara dengan Bu RT." mereka menurut lalu keluar kamar, kutatap wajah mereka sedih.
Setelah anak-anak keluar kamar, aku menceritakan semua tentang mas Arga dan Farah bahwa sebenarnya sejak 3 bulan yang lalu mertuaku sudah mendengar desas desus tentang kedekatan Arga juga Farah dan aku menceritakan semua isi Facebook mas Arga "Itu yang membuat saya tadi pingsan Bu!" aku berbicara dengan menunduk disertai derai air mata yang masih juga belum bisa ku bendung.
Bu RT menarik nafas sambil menggigit bibir bawahnya.
"Mba Ning ... kalau saya sebagai mba, saya akan minta penjelasan kepada suami! dan saya hanya memiliki dua pilihan bertahan demi anak-anak atau melepaskan suami bersama wanita lain hidup mandiri fokus dengan masa depan anak daripada hidup dalam kesakitan, tapi mba juga tidak bisa memutuskan sendiri masalah ini mungkin mba bisa meminta nasehat ibu mertua mba, siapa tahu beliau bisa membantu.
Aku menatap langit-langit kamar, membayangkan seandainya aku menjadi janda dengan dua orang anak yang sedang membutuhkan figur seorang ayah, seandainya aku bercerai bagaimana mental mereka, bisakah mereka hidup tanpa ayah! dan lagi masalah keuangan bagaimana caraku mencukupi kebutuhan harian dan pendidikan sedang aku selama ini tidak pernah bekerja dan jualan apapun. Kupejamkan mata tak sanggup membayangkan semua itu.
"Mba Ning? yang sabar ya ... saya tahu ini sangat berat dan menyakitkan namun percayalah Allah tidak akan pernah menguji di luar batas kemampuan hambaNya" Bu RT menggenggam tanganku dengan erat "Saya pamit pulang dulu ya! kalau ada apa-apa jangan sungkan-sungkan untuk bercerita kepada saya"
Aku mengangguk sambil tersenyum, mungkin sikapku kurang sopan tapi lidahku terasa kelu dan rasanya aku tidak mempunyai energi untuk bicara, bu RT pergi meninggalkan aku setelah itu Nisa dan Kamal masuk kedalam kamar, Nisa memijit kaki dan Kamal memijit tanganku.
"Bunda ... bunda sakit ya?" suara Kamal terdengar sedih. Kulirik Kamal sambil mengusap pipinya yang lembut bagaikan kueh bolu, aku menatap matanya yang jernih hidungnya yang mancung dan bibirnya yang tipis berwarna merah, lalu Nisa ikut mendekat kearah Kamal dan memijit tanganku.
"Bunda ... bunda sudah makan? mau nggak kalau Nisa bikinin bubur lemu buat bunda, biasanya kalau bunda sakit obatnya cuma makan bubur lemu bunda langsung sembuh" Aku tersenyum mendengar penuturan anak sulung ku, dengan memandang wajah mereka rasanya aku memiliki kekuatan baru dan hawa hangat merasuk ke tubuh perasaan lemas dan pusing juga ikut hilang.
"Sini anak-anak bunda peluk bunda sebentar, setelah itu kita makan yuk! pasti kalian lapar kan habis main speda!" Aku mencoba mencairkan suasana aku tak boleh nampak rapuh di hadapan mereka, aku harus kuat dan bisa hadapi semua ini demi mereka. Setelah itu kami bertiga berjalan menuju ruang makan kami sarapan bertiga dengan di selingi canda juga tawa yang mewarnai. Tiba-tiba terbersit pikiran untuk pulang ke panti asuhan tempat aku di besarkan, aku kangen dengan ibu angkatku dan suasana panti yang nyaman juga tenang.
"Ibu punya ide nih!"
"Ide apa Bund?" jawab anak-anak serempak.
"Bagaimana kalau kita main ke panti asuhan agak beberapa hari"
"Mau ... mau ..." jawab anak-anak kompak.
"Kalau begitu ayo kita berkemas, jangan lupa bawa buku pelajaran kalian ya! mungkin kita akan lama disana."
"Terus ayah gemana bund ...?" tanya Kamal.
"Hust! Kamal udah kamu diam aja!" jawab Nisa sambil melotot.
"InsyaAllah nanti bunda kabari ayah lewat telepon okey"
"Okey bunda kami bersiap dulu ya!"
Sambil menunggu mereka bersiap aku merancang rencana, aku akan menitipkan anak-anak di panti asuhan lalu aku akan mencari informasi tentang Farah dan mas Arga tapi ... kemana aku harus mencari informasi itu? aku bingung, ah sudahlah yang penting aku titipkan anak-anak di tempat yang aman dulu semoga nanti ada ide lagi.
Aku bergegas menuju kamar mempersiapkan semua perlengkapan, kubawa surat-surat penting, surat rumah, surat nikah, akte kelahiran anak-anak semua perhiasan juga aku bawa, tidak ketinggalan pula BPKB mobil dan motor milik mas Arga, aku harus berjaga-jaga kalau-kalau nanti terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, setelah semua selesai aku mengirim pesan lewat WA ke ibu RT memberi kabar bahwa aku akan pulang kampung.
Jarak dari tempat tinggal ke panti asuhan kurang lebih 7 jam naik bis beruntung ini masih tanggal muda dan kemaren aku belum sempat belanja bulanan jadi masih punya uang untuk bekal perjalanan, beruntung juga selama ini aku punya celengan pribadi hasil dari uang sisa belanja yang aku kumpulkan tanpa sepengetahuan mas Arga, inilah manfaatnya menabung dan bersifat hemat agar pas terjadi masalah urgent kita nggak perlu pusing hutang kesana kemari. Oh iya aku ingat aku belum membawa buku tabungan sekolah dan ngaji anak-anak itu juga aset penting aku takut nanti diambil Farah kalau Farah dan mas Arga pulang ke rumah ini lagi. Setelah semua beres aku dan anak-anak memesan grab menuju terminal tempat pemberhentian bis menuju panti asuhan.
Satu jam setelah Ningrum dan anak-anaknya pergi Arga dan Farah pulang kerumah, karena Arga memiliki kunci ganda dengan mudah mereka masuk kerumah.
"Bunda ... bund ... bikinin ayah dan Farah minuman" Arga berteriak sambil menjatuhkan pantatnya di shofa Farah ikut duduk di samping Arga dengan bergelayut manja, dia sengaja bersikap mesra dengan harapan Ningrum melihat namun setelah lama ditunggu-tunggu yang dipanggil tidak juga menyahut ataupun datang membawa minuman yang mereka inginkan.
"Ningrum mana sih mas! apa gendang telinga dia sudah nggak berfungsi kali ya!"
"Entah dasar pemalas dia!"
"Iya heran kok mas bisa tahan punya istri pemalas jelek lagi"
"sekarang kan istriku sudah cantik" ucap Arga sambil menoel pipi Farah, dan Farah mengaduh manja, Farah sengaja terus bersikap manja dan romantis dengan harapan Ningrum melihat.
"Kamu liar banget sayang! memang yang tadi malam masih kurang ya?" bisik Arga sambil menggigit telinga Farah. Farah menggeliat manja malah semakin bertingkah liar memancing Arga untuk melakukan percintaan panas di rumah itu masih dengan harapan agar Ningsih melihat dan mati jantungan. dan atraksi pun di lakukan di sofa ruang tamu mereka, setelah semua usai Farah bertanya dalam hati kemana Ningsih kok dari tadi nggak muncul padahal dia sengaja melakukan itu di sofa agar Ningrum bisa melihat.
"Kamu memikirkan apa sayang?" tanya Arga masih dengan memeluk Farah yang masih berada di atasnya. Farah mengurai pelukan Arga dan mengambil baju dia yang berserakan di lantai.
"Aku memikirkan Ningrum kemana dia dari tadi kok nggak nampak!"
"Paling dia lagi belanja bulanan bareng anak-anak" Farah cuma menjawab oh dengan kecewa.
"Sayang ... ambilkan mas minuman dingin di kulkas dong!" perintah Arga.
"Mas menyuruh ku?" jawab Farah ketus.
"Ya iyalah siapa lagi kalau bukan kamu!"
"Ini kan rumah mas jadi ambil sendiri lah minumannya, jangan lupa sekalian ambil juga buat Farah!"
"Ya ampun Farah rumah mas kan rumah kamu juga! itu kulkas ada di dapur buruan gih ambil minumannya mas haus banget nih!"
"Mas aja yang ambil Farah nggak mau!."
Karena malas berdebat Arga pergi ke dapur dan mengambil minuman dingin di kulkas satu gelas buat dia dan satunya lagi buat Farah, sambil minum Arga menatap Farah hatinya berkata bahwa Farah belum juga berubah dari dulu dia suka memerintah dan manja.
"Kenapa mas menatap Farah begitu? mas menyesal sudah ambil air minum buat Farah!" tanya Farah ketus.
"Enggak ... mas menatap kamu karena kamu cantik bahkan makin hari kamu makin cantik."
Farah tersenyum puas dengan jawaban Arga, dia tahu Arga cinta mati sama dia tapi Arga nggak tahu bahwa sebenarnya Farah mendekati Arga karena mengincar uangnya saja, seperti kepada suami-suami sebelumnya setelah harta mereka habis Farah akan mencari mangsa lagi. Sarah tersenyum simpul lalu dia berjalan mengitari ruang tamu, menatap foto pernikahan Arga dan sederet foto-foto anak-anak mereka, saat menatap foto Ningrum Farah berbisik "Tenang Ningrum! aku akan kembalikan suami kamu setelah hartanya habis! jadi kamu jangan hawatir sebab kamu tidak akan kehilangan laki-laki bodoh itu, paling lama 3 bulan kedepan aku akan kembalikan suami kamu dalam keadaan miskin!" dan Farah pun terkekeh.
Arga tidak memperhatikan Farah sebab dia sudah tertidur lelap di shofa, dengan begitu Farah leluasa bergerilya di rumah yang cukup besar milik Arga, terbersit dalam hati Farah untuk menguras harta Arga hari ini juga namun dia urungkan niat itu sebab takut terlalu terburu-buru.
Di tempat lain tepatnya di dalam bis antar kota Ningsih duduk dengan gelisah, dilirik nya Nisa dan Kamal yang sedang asik menikmati perjalanan sekali-kali tawa dan canda mereka terdengar dan membuat Ningrum kadang tersenyum melihat tingkah mereka, dia sangat bersyukur sebab Allah memberi dia nikmat yang luar biasa, dikaruniai dua malaikat kecil yang cantik dan ganteng, Soleh juga solehah, anak-anak juga sehat dan cerdas, mungkin benar rumah tangganya sedang di uji dan aku harus kuat menghadapi dan menjalani ujian ini, Ya Allah di manapun dan sedang apapun suami hamba berada jaga dan lindungi dia berilah suami hamba petunjuk agar berhenti berjalan di jalan yang salah Aammiin.
Farah melirik jam tangannya menghitung waktu kemungkinan 3 jam lagi mereka sampai di tempat yang di tuju. Waktu menunjukkan jam 3 lewat 30 kumandang adzan mulai terdengar dan supir bis mengistirahatkan bis dan berhenti di mushalla, supir bis dan para penumpang turun untuk melakukan sholat ashar begitu juga dengan Ningrum dan anak-anaknya, namun ada juga penumpang yang hanya sekedar numpang buang air kecil atau membeli makan dan minum ada juga penumpang yang masih tetap tinggal di dalam bis tanpa ingin turun.
setengah jam kemudian bis kembali melaju hingga sampai sudah bis di terminal utama, sampai terminal pas kumandang adzan Maghrib terdengar Ningrum mengajak anak-anak nya untuk shalat di mushalla terminal setelah selesai shalat mereka langsung mencari angkutan umum yang menuju ke arah panti asuhan ANANDA. Kurang lebih satu jam naik angkutan umum Ningrum dan anak-anaknya akhirnya sampai di depan pintu gerbang panti asuhan, setelah mereka turun Ningrum membayar ongkos angkutan umum dan langsung masuk ke pelataran panti asuhan itu.
"Assalamualaikum ...." Ningrum mengetok pintu panti asuhan sambil mengucap salam"
"Waalaykummussalam ...."Suara orang menjawab salam dan deritan pintu terdengar, ternyata yang keluar anak panti yang sudah cukup dewasa dan anak itu tidak mengenal Ningrum, padahal Ningrum tidak mengunjungi panti baru beberapa bulan saja apakah ini anak baru? Ning berkata dalam hati.
"Mohon maaf ibu mencari siapa ya?" tanya anak panti dengan ramah dan sopan.
"Ibu Halimah ada dek?" jawab Ning tak kalah ramah.
"Ada! mari silahkan masuk!" Ning kagum dengan sifat ramah anak itu didikan ibu Halimah selaku ketua yayasan panti asuhan memang baik, ibu Halimah sangat mengedepankan adab dan sopan santun, dan rata-rata anak-anak panti asuhan juga banyak yang hafal Al-Qur'an meskipun hanya 3 atau 4 jus saja.
"Silahkan duduk Bu? saya akan memanggil ibu Halimah dulu, Hallo adek tunggu sebentar ya! kakak panggil nenek dulu?" Anak tadi juga bersikap baik dan ramah kepada Nisa dan Kamal.