Chereads / Madu Dari Suami / Chapter 11 - 12. Trik Andini

Chapter 11 - 12. Trik Andini

Makan malam selesai dengan sempurna, mas Arga meminum habis air ruqyah yang Andini bawa dari rumah mereka pun pulang, sesampai di rumah jam sudah menunjukkan angka 10 malam, Andini ibu dan Anton melaksanakan sholat isya berjamaah setelah itu membaca surat Al Baqarah satu surat di bagi 3 orang biar cepat, setelah selesai membaca surat Al Baqarah mereka akhiri dengan membaca surat 3 qul dan sholat witir. Malam pun semakin merayap jauh 

ibu Andini dan Anton belum bisa memejamkan mata padahal jam sudah menunjukan angka 1 dini hari.

"Ibu ... kok nggak ada tanda-tanda dari mas Arga ya?" tanya Andini

"Iya ... kita tunggu sampai pagi semoga nanti ada reaksi buat Arga, siapa tahu setelah Arga mandi pagi nanti reaksi itu muncul" jawab ibu.

"Bisa jadi ya Bu? terus Bu, kalau nanti yang bereaksi malah Farah gemana?" Tanya Andini lagi. 

"Baguslah ... biar Arga tahu kalau Farah itu perempuan nggak bagus!"

"Iya Bu semoga mas Arga cepat sadar, terus bu? kalau benar mas Arga dalam pengaruh guna-guna hukum talak mas Arga untuk mba Ningrum gemana, itu sah enggak ya?"

"Aduuuuh ibu nggak tahu, tapi Arga sudah ngasih talak tiga sungguh Arga keterlaluan!" jawab ibu emosi

Dari tadi Anton hanya menyimak obrolan istri dan mertuanya, sambil dia Googling soal pelet darah Haid, yang ternyata pelet itu bisa membuat orang tunduk dan linglung, orang yang terkena pelet darah Haid bagaikan kerbau di cucuk hidungnya, apapun yang di perintah oleh orang yang memberi pelet dia akan tunduk dan menuruti semua perintahnya tentunya dalam keadaan tidak sadar, berarti waktu Arga mengucapkan kata talak itu dalam keadaan tidak sadar Anton membatin.

"Ibu mamah sebaiknya kita tidur yuk, hari sudah hampir pagi"

ibu dan Farah mengiyakan dan mereka bertiga pun tidur, belum lama mereka tidur Adzan subuh berkumandang ibu membangunkan Andini dan Anton untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah, setelah selesai sholat ibu dan Andini ke dapur membuat sarapan pagi, dulu waktu masih ada Ningrum di rumah ini, apabila Farah dan ibu datang mereka semua tidur di ruang tamu, dan saat adzan subuh berkumandang ruang tamu yang tadinya buat tempat tidur mereka jadiin untuk sholat berjamaah, setelah sholat ibu Ningrum dan Andini masak bersama-sama, anak-anak dan para bapak pergi joging habis joging mereka sarapan pagi bersama, seharusnya hari ini suasana seperti itu, namun nyatanya meski jam sudah menunjukan angka 6 Farah belum juga keluar dari kamar.

"Bu? nanti kalau Farah bangun kira-kira dia marah nggak ya kalau kita masak!" tanya Andini gusar.

"Kalau dia marah biar ibu aja yang menghadapinya"

"Ini sudah jam 6 lewat mereka juga belum bangun!" 

"Biarin aja justru ini kesempatan buat kita untuk melaksanakan misi, air dari ustadz masih ada kan?"

"Masih Bu, tinggal dua botol kecil"

"Lekas ambil nanti kita masak nasi dan sayur dikasih campuran air itu!"

"Iya Bu Andini ambil ya?"

"Satu aja yang satunya buat jaga-jaga mana tahu nanti di perlukan.

Jam 7 pagi rumah sudah bersih dan rapih sarapan pagi juga sudah terhidang di meja makan, mungkin bagi sebagian orang sarapan hanya cukup dengan sepotong roti namun ibu Sastro terbiasa memberi sarapan nasi lauk dan sayur buat anak-anak nya sehingga sampai sekarang Andini dan Arga terbiasa sarapan nasi dan sayur, hari ini mereka memasak cah kangkung dan ayam goreng.

Selesai memasak dan membereskan rumah ibu dan Andini mandi setelah itu menunggu Farah dan Arga bangun, benar saja jam setengah 8 pagi Arga dan Farah keluar dari kamar.

"Eeemmm ... harum banget! pasti ibu masak cah kangkung dan ayam goreng kesukaan Arga ya?" tanya Arga sambil membuka tudung saji.

"Iya mumpung ibu disini jadi ibu masakin makanan kesukaan kamu, udah sana cepat mandi biar kita sarapan sama-sama."

"Tunggu Farah Bu dia baru saja masuk kamar mandi"

Setelah Farah selesai mandi kini giliran Arga, tidak menunggu waktu lama mereka sekarang sudah berkumpul di meja makan, Arga makan dengan lahapnya begitu juga dengan Farah hati Farah mengakui kalau masakan ibu mertuanya itu benar-benar enak, namun dia malu untuk memuji dan mengakui.

Selesai sudah mereka sarapan Andini menatap Arga dan Farah dengan bergantian berharap ada reaksi dari mereka, ditungu sekitar 15 menit ternyata nggak ada reaksi apa-apa, dengan malas Andini mengajak ibunya ke kamar.

"Andini ke kamar dulu ya, kepala Andini kok tiba-tiba pusing ya?" Andini berpura-pura memijit kepalanya. "Ibu ... Anterin Andini ke kamar yuk Bu? takutnya nanti Andini jatuh."

Ibu menurut, dan Farah hanya melirik sambil mengerucutkan bibirnya mencibir.

"Oh iya mba Farah nanti Andini yang mencuci piringnya mba bereskan meja makan aja ya? takutnya nanti kuku mba Farah yang terawat itu pada patah" Farah menatap sebal ke arah Andini tanpa menjawab apapun dia langsung membereskan meja makan.

Sekitar 30 menit setelah sarapan pagi Arga muntah-muntah, seluruh isi perutnya keluar semua, dan terakhir Arga muntah cairan merah kehitaman cairan itu berbau amis dan busuk.

"Tolong ... tolong" suara Farah menghebohkan penghuni rumah, Anton yang sedang mencuci mobilnya langsung berlari masuk ke rumah, mendapati Arga yang terkulai lemah di lantai.

"Mas Arga kenapa Farah!" Tanya Anton.

"Aku nggak tahu tadi kami lagi nonton tv mas Arga mengeluh mual dan dia langsung muntah di washtafel."

"Kalau dia cuma muntah biasa kenapa badan dia dingin dan muka pucat seperti ini!"

"Dia ... dia muntah darah!" Jawab Farah panik.

Anton langsung memanggil Andini dan ibu, mereka langsung keluar kamar dan berlari mendekati Arga yang kejang-kejang mata melotot dan mulut meracau.

"Arga kenapa Farah!" tanya ibu panik.

"Nggak tahu Bu? dia tiba-tiba muntah dan begini!" jawab Farah panik.

"Lekas kita bawa ke rumah sakit! Ayo Anton bawa Arga ke rumah sakit."

"Jangan Bu? sebaiknya jangan bawa mas Arga ke rumah sakit" 

"Tapi Andini lihatlah abangmu seperti ini!"

"Baiklah ... kita bawa mas Arga kerumah sakit, Farah ambilkan mas Arga baju ganti, lihat kaosnya kena darah!"

Disaat Farah mengambil baju ganti Andini menyuruh Anton mengambil air ruqyah setelah itu Andini memberikan air ruqyah itu dan mengusapkan ke wajah mas Arga, setelah meminum air ruqyah tadi keadaan Arga makin membaik.

"Ibu ... apa perlu kita bawa mas Arga ke rumah sakit, sebab menurut Andini mas Arga sebaiknya dibawa ke rumah ustad Ali Maksum saja biar beliau yang mengobati"

"Apa kira-kira Farah mengijinkan?" jawab ibu.

"Kita nggak usah bilang ke Farah, dan kalau bisa Farah ikut kita bawa ke rumah ustadz Ali Maksum."

Kemudian Farah datang membawa baju ganti, Andini dan Anton membantu Farah mengganti baju Arga.

"Farah ayo kita bawa mas Arga ke rumah sakit." ajak Andini.

"Tapi Farah nggak tahu alamat rumah sakit disini?"

"Tenang saja aku tahu" Jawab Anton.

Farah mengangguk pasrah dia nggak tahu kalau rumah sakit yang Andini sebut adalah rumah ustadz Ali Maksum tempat ruqyah yang rumahnya tidak begitu jauh dari rumah Arga.

Bertepatan dengan berkumandang nya adzan ashar sampailah kami di rumah ustadz Ali Maksum kebetulan beliau sedang melaksanakan shalat jama'ah ashar, dan yang menerima kami istrinya.

"Mari silahkan duduk" istri ustadz Ali Maksum mempersilahkan kami menunggu, dan menawarkan kami sholat ashar, akhirnya kami bertiga melaksanakan shalat ashar secara berjamaah di rumah ustadz Ali Maksum. Selesai kami shalat ternyata Arga dan Farah tidak ada di ruang tamu.

"Mana Arga dan Farah Bu?" Anton bertanya.

"Loh bukannya mereka tadi masih duduk di sini, apa Farah tahu kalau Arga mau di Ruqyah"

"Bisa jadi?"

"Lalu kemana Farah membawa Arga pergi sedang keadaan Arga sangat lemah.

Anton langsung berlari keluar rumah bertanya ke tetangga kanan kiri ustadz Ali Alhamdulillah ada yang menunjukan kemana arah Farah membawa Arga pergi, setelah mengucapkan terimakasih Anton kembali ke rumah utstadz Ali untuk mengambil mobil.

"Farah pergi membawa Arga ke arah utara, aku mau mengejarnya, ayo Andini kamu ikut biar ibu disini saja!."

Mendengar keributan itu Umi Mahmudah istri ustadz Ali keluar.

"Ada apa ini Bu?"

"Pasien kabur dibawa istrinya!" jawab Andini.

"Kok bisa kabur?" 

"Ceritanya nanti saja ya ummi kami mau mengejar mereka dulu."

"Ooowh iya ... iya silahkan! Hasan ... Hasan coba kamu bantu bapak ini cari pasien! kamu naik motor saja sebagai penunjuk jalan."

Dan mereka pergi Hasan memakai motor sedang Andini dan Arga naik mobil, tidak butuh waktu lama Anton melihat Farah sedang duduk di halte merangkul Arga yang terkulai lemas.

"Itu mereka mah! Farah ini bener-bener nekat, mau dibawa kemana mas Arga dalam keadaan seperti ini!"

"iya itu mereka pah! ayo cepat kita kesana keburu Farah naik mobil umum"

Anton tancap gas, pas Anton berhenti pas pula Farah menyetop taxi dan Anton buru-buru turun untuk mencegah Farah dan Arga.

"Stop! jangan bawa mereka pak!" ucap Anton kepada supir taxi.

"Tidak ... ayo cepat lajukan mobilnya, suami saya sedang sakit parah!" ucap Farah memelas.

"Saya mohon jangan pak! yang sakit ini adalah Abang kandung istri saya dan wanita ini adalah seorang buronan yang mencelakakan Abang ipar saya, dan polisi sedang menuju kemari jadi mohon ijinkan kami membawa mereka"

Supir taxi bingung, dia nampak tak percaya dengan Anton beruntung Andini dan Hasan segera mendekati supir taxi.

"Benar yang di katakan suami saya bahwa dia (sambil menunjuk Farah) seorang buronan."

"Benar pak bapak yang sakit ini adalah pasien Abi saya dan wanita ini membawa kabur pasien ini!" Hasan ikut menimpali akhirnya supir taxi menyuruh Farah keluar, terpaksa farah keluar lalu Andini dan Hasan membantu Arga keluar dari dalam taxi, untuk mengganti rugi waktu yang sudah di buang oleh supir taxi Anton memberi ganti rugi dengan 2 lembar uang pecahan seratus ribu rupiah.

"Terimakasih kerjasama nya pak"

"Sama-sama pak! beruntung bapak datang jadi saya nggak jadi bawa penumpang yang ternyata buronan"

dibantu Hasan Anton membawa Arga masuk ke mobil dan Andini menarik tangan Farah untuk masuk.

Sampai sudah kini mereka di rumah ustad Ali Maksum, lalu mereka keluar dan langsung di sambut oleh ustadz, Arga langsung di bawa ke kamar ruqyah begitu juga Farah dia mau nggak mau juga ikut masuk ke kamar, wajah Farah pucat pasi keringat dingin bercucuran dia benar-benar nggak menyangka kalau keluarga Arga ternyata keluarga yang kompak dan cerdik.

Saat Arga di ruqyah Farah tidak berani mendekat dia hanya duduk di pojok ruangan nyalinya sangat ciut sebab hari ini juga kejahatannya akan segera terbongkar. Dibantu para murid dan Hasan anaknya ustadz Ali mulai meruqyah, Arga duduk bersila di depan ustadz Ali dan di pegangi oleh dua orang murid sebab kondisi Arga sangat lemas dan tidak bisa duduk dengan tegak tanpa bantuan orang lain, saat ustadz Ali membaca ayat-ayat ruqyah Arga muntah-muntah sedangkan Farah menjerit-jerit berteriak kepanasan.

"Hentikan! hentikan bacaan itu ... hentikannnnn! aaargh ... panas ... panas ... panas!" semua yang ada di ruangan itu heran yang di ruqyah Arga kenapa yang kepanasan Farah, suasana kacau sebab ustadz Ali dan muridnya sekarang menghadapi dua pasien yang satu terkena guna-guna satunya pengirim guna-guna.

Ustadz Ali menyuruh salah satu murid maju untuk menggantikan posisinya lalu ustadz Ali mendekati Farah, mata Farah melotot tajam, giginya bergemeletuk kepalanya di tenglengkan ke sebelah kiri. Sambil menatap mata Farah ustadz Ali terus membaca ayat-ayat ruqyah lalu beliau memegang pucuk kepala Farah.

"Aaaargh ... panas ... panas ampun aku mengaku kalah tolong lepaskan aku!"

"Aku mau melepaskan kamu asal kamu mau berjanji keluar dari tubuh wanita ini!" bentak ustadz Ali.

"Aku tidak bisa keluar dari tubuhnya!" Suara Farah menggeram.

"Kenapa tak bisa!"

"Karena aku terikat perjanjian dengannya"

"Perjanjian apa!"

"khe ... khe ... khe ...!" Farah terkekeh, suaranya benar-benar menyeramkan "Kamu tidak perlu tahu perjanjian kami" Farah berbisik di telinga ustadz Ali suaranya serak seperti nenek-nenek.

"Kalau kamu tidak mau keluar terpaksa aku akan mengeluarkan kamu dengan paksa"

"greeeeh ... greeeh ... greeeh ...!" Suara nafas Farah seperti sedang ngorok, Lalu ustadz Ali kembali membaca ayat-ayat Al-Qur'an sambil memegang kepala Farah.

"aaaargh ... ampun ... ampun ... jangan sakiti aku! aku cuma menjalankan tugas saja!"

"Apa tugasmu!"

"Tugasku ... menggelapkan mata juga hati laki-laki itu!" Farah menunjuk Arga.

"Lalu?" Tanya ustadz Ali.

"Lalu aku akan memisahkan dia dari istri sahnya yang bernama Ningrum!"

"Kenapa kamu mau melakukan itu!"

"Karena aku mendapat imbalan khe ... khe ... khe!" Farah terkekeh 

"Apa imbalannya!" bentak ustadz Ali Maksum.

"Darah ... aku selalu dikasih darah Haid" Farah kembali berbisik di depan muka ustadz Ali.

"Jadi kamu yang menyuruh laki-laki itu menceraikan istrinya!"

"Iya ... dan sudah berhasil mereka sudah bercerai! khe ... khe ... khe" Jawab Farah sambil menyeringai.

Ustadz Ali kembali membaca ayat-ayat ruqyah meskipun Farah menjerit-jerit dan berguling kesana kemari namun tanpa rasa ampun ustadz Ali terus menyerang Farah.