"Bapak bilang apa tadi? saya adalah pecahan beling? tahu apa bapak tentang saya!" Farah mendengus kesal.
"Mba Farah kalau anda bukan pecahan beling jadi mba mau di bilang apa! saya nggak tahu siapa mba dan tentang mba namun dengan kelakuan mba di rumah mba Ningrum saya bisa menyimpulkan bahwa mba Farah bukanlah wanita yang pantas di bilang permata, sebab hanya pecahan beling di tepi jalanlah yang bisa menyakiti hati wanita lain."
Muka Farah merah padam dan nggak bisa bicara apa-apa lagi.
"Mas Arga dan mba Ningrum saya pamit dulu, selesaikan masalah kalian dengan dewasa jangan berbuat anarkis, ingat mas Arga! ada Nisa dan Kamal di samping kalian pikirkan baik-baik sebelum kalian mengambil keputusan jangan sampai mas Kamal atau mba Ningrum menyesal di belakang hari, sebab di dunia ini hanya ada mantan istri tapi nggak pernah ada namanya mantan anak, mungkin mas Arga bisa menyakiti hati mba Ningrum tanpa merasa bersalah tapi jangan sekali-kali mas Arga menyakiti hati anak-anak sebab itu akan berakibat buruk untuk mas Arga sendiri, saya ijin pamit dulu mas! ayo Bu kita pulang!"
Pak RT mengajak istrinya pulang.
"Mba Ningrum yang sabar ya? ingat pesan pak RT tadi, kalau ada apa-apa datanglah ke rumah, kami siap membantu a selagi kami bisa bantu."
"Terimakasih bu RT mohon maaf sebab Ningrum sudah mengganggu waktu istirahat ibu dan bapak."
"Santai saja itu sudah kewajiban kami sebagai ketua rukun tetangga, mari mba Ning Assalamualaikum".
"Waalaykummussalam"
Setelah pak RT dan istrinya pulang Farah menarik tanganku dan menghempaskan tubuhku di sofa.
"Maksud mba Ning apa manggil pak RT kesini! ooowh Farah tahu mba cemburu kepada kami?" mata Ning melotot dan tangan dia tersilang di dada.
Aku berdiri membalas tatapan mata Farah, sambil berkacak pinggang.
"Aku ...!" sambil menaruh telunjuk di depan dada. "Tidak pernah cemburu kepadamu wanita murahan! kalau kamu mau ambil suamiku ambil saja tapi jangan kotori rumahku dengan kelakuan menjijikan kalian"
"Kelakuan menjijikan! ah ... ha ... ha! ingat Ningrum aku adalah istri mas Arga jadi wajar dong kalau kami bercinta di kamarmu, bukankah itu kamar mas Arga juga, jadi apa salahnya kita berbagi ranjang dan berbagi suami juga!" Farah menatapku dengan sinis dan senyum mengejek.
"Dasar wanita tak tahu diri! Ayah! semua keputusan ada di tanganmu sekarang ayah yang pergi dari rumah ini atau aku dan anak-anak yang pergi dari sini!."
Aku menatap mas Arga tajam, laki-laki pengecut yang jadi suamiku itu hanya diam saja dan tak berani menatapku.
"Kalau ayah tidak bisa memutuskan biar aku yang putuskan, silahkan kalian berdua pergi dari rumahku." Aku masuk ke dalam kamar dan menggulung sprei yang masih bau bekas mereka memadu kasih, aku lempar sprei itu ke muka Farah. "Ambil ini siapa tahu di luar sana kalian butuh alas untuk bercinta." dan ku tarik koper Farah aku lempar di teras dan mendorong mereka berdua keluar rumah lalu ku kunci rumah dari dalam. setelah itu kembali tubuhku luruh di lantai aku menangis tergugu apalagi setelah mendengar mobil mas Arga keluar dari garasi tangisku makin pecah.
"Bunda ...." Nisa dan Kamal berlari memeluk aku kaget kenapa mereka tiba-tiba datang dan akhirnya kami bertiga menangis sambil bersimpuh di lantai.
"Bunda ... bunda jangan menangis, biarkan ayah pergi, disini masih ada Nisa dan adik Kamal bunda jangan menangis lagi ya?" ucap Nisa sambil mengusap air mataku.
Ya Allah ... apakah mereka tadi mendengar semua pertengkaran kami! maafkan bunda ya nak? aku berbicara dalam hati. Lalu kucium pucuk kepala Nisa dan Kamal bergantian.
"Bunda nggak nangis sayang kalian juga janji jangan menangis lagi ya?"
Kusapu air mata mereka dan membawa mereka duduk di sofa.
"Kamal benci ayah! kenapa ayah malah pergi dengan tante Farah dan ninggalin kita! seharusnya tante itu yang pergi sendirian!."
"Sudah sayang jangan menangis lagi, bunda yakin nanti ayah pasti pulang dan kembali bersama kita lagi, ayah cuma nganterin tante Farah sebentar." kataku berbohong.
****
Hampir satu jam aku mendamaikan anak-anak, meski aku tahu hati mereka sakit namun aku tak mau ada kebencian di hati mereka kepada ayahnya, walau bagaimana mas Arga adalah ayah kandung mereka yang darahnya mengalir di tubuh anak-anakku, akhirnya Kamal dan Nisa tidur di pangkuan aku melirik jam dinding sudah menunjukan angka dua dini hari.
Anganku melayang ke dalam kenangan 12 tahun yang lalu, mengingat saat pertama kali bertemu mas Arga sampai menjadi istrinya dan kesabaranku dalam menghadapi sikap dingin mas Arga di awal pernikahan kami.
Sembilan bulan pernikahan mas Arga belum juga menyentuhku, waktu itu aku hanya berfikir kalau mas Arga belum bisa menerima perjodohan kami, dan masih ingin mengenal sifat kami masing-masing hingga di bulan ke sepuluh pernikahan kami pulang kampung, karena mereka curiga aku tak kunjung hamil ibu mas Arga membuatkan kami ramuan, ibu bilang itu jamu obat masuk angin dan karena efek ramuan itulah mas Arga memberikan hak keoadaku sebagai istri.
Namun ... setelah kami melakukan malam pertama yang menurutku hanya karena dorongan nafsu bukan cinta aku melihat kerut penyesalan di wajah mas Arga, aku hanya bisa diam tak berani menuntut, hinga malam kedua dan ketiga mas Arga masih memberiku hak sebagai istri, hatiku bahagia karena pikirku mas Arga memang sudah siap menjadi seorang suami.
Dan sebulan kemudian aku hamil Nisa, saat aku mengatakan kabar kehamilanku ekspresi mas Arga datar sama sekali tidak menunjukan kebahagiaan, namun lambat laun sikap mas Arga yang biasanya pulang kerja telat, sering cating tengah malam dan entah ngobrol dengan siapa di tengah malam sejak aku hamil mas Arga pulang kerja lebih cepat dari biasanya dan aku nggak pernah melihat mas Arga cating dan nelpon di tengah malam lagi.
Hingga suatu malam mas Arga pulang dalam keadaan mabuk berat, seumur kami menikah baru kali ini aku melihat mas Arga benar-benar kacau dan sepanjang malam dia meracau berbicara sendiri sambil memanggil nama Adek ... adek ... maafkan aku. Keesokan paginya mas Arga murung dan keadaan itu berlanjut sampai sebulan lebih, setelah itu mas Arga bisa kembali normal dan mulai bersikap baik juga ramah kepadaku. Mungkinkah adek yang dulu dia sebut itu adalah Farah? dan mungkinkah waktu itu mereka berpisah karena aku hamil, dan sekarang Farah datang lagi, mungkinkah selama 12 tahun ini Farah belum menikah, aku harus mencari tahu tentang hubungan mas Arga dan Farah tapi kemana aku harus mencari informasi itu?.
Terdengar kumandang adzan subuh tapi mata ini tidak juga mau di pejam, kuputuskan sholat subuh dan mempersiapkan bikin sarapan pagi, kebetulan hari ini adalah hari Sabtu jadi anak-anak daring dan ngajinya libur, biasanya mas Arga juga setiap Sabtu dan Minggu dia libur hemmm ... dimana dan sedang apa dia sekarang bersama wanita jalang itu.
Selesai sholat aku membangun kan Nisa dan Kamal untuk sholat, karena setiap hari di rumah ini di biasakan sholat subuh dan bangun pagi meskipun tadi malam tidur mereka terganggu tapi saat menjelang subuh mereka sudah nggak bisa tidur lagi, saat anak-anak sholat aku melanjutkan aktifitas memasak lanjut dengan pekerjaan rumah lainnya, tidak perlu di komando sehabis sholat subuh Nisa dan Kamal memurojaah hafalan setelah itu mandi sarapan dan bermain sepeda keliling kompleks.
Jam 9 pagi semua pekerjaan rumah sudah selesai, karena aku terbiasa melakukan pekerjaan rumah secara serentak makannya semua cepat selesai, contohnya sambil masak aku mencuci baju juga sambil mencuci piring, masak selesai aku ngelap dapur, habis itu sambil menyapu sambil membereskan tempat tidur, saat aku masuk kedalam kamar kembali dada ini sakit terbayang kejadian tadi malam, buru-buru ku tutup pintu kamar tidak jadi masuk aku takut air mataku akan tumpah lagi, aku kembali menyapu rumah dari belakang menuju ruang tamu dan teras, kini semuanya sudah selesai saatnya aku mandi dan sholat dukha, aku masih belum sanggup masuk ke kamar beruntung di ruang setrikaan masih banyak gamis dan jilbabku disana, setelah sholat sunah dukha selesai masih di atas sajadah aku berfikir bagaimana cara mencari informasi tentang Farah sebab selama kami menikah nama Sarah tidak pernah masuk di daftar pikiran dan percakapan kami, seperti ada yang menyuruh tiba-tiba saja aku ingin menelepon ibu mertuaku.
[Assalamualaikum Bu?] setelah beberapa lama nada sambung berbunyi akhirnya ibu mertua mengangkat panggilan Vidio Call via WhatsApp dariku.
[Waalaykummussalam Warrah Matullah, tumben pagi-pagi di hari Sabtu kamu nelpon Ning? biasanya hari Sabtu dan Minggu kamu sibuk dengan anak dan suamimu ada apa?"
Seolah tahu ibu mertuaku langsung memberondong aku dengan pertanyaan yang tak biasa, ya memang biasanya setiap Sabtu dan Minggu aku kalau nelpon ngambil waktu sore atau malam, sebab di waktu itu kami sekeluarga biasanya sedang santai dan semua berkumpul.
[Iya Bu? lagi pingin saja nggak boleh ya bu kalau Ningrum nelpon pagi-pagi!]kataku sambil bercanda.
[Ah kamu ini? ya boleh lah! mana ini anak-anak dan suamimu?]"
[Anak-anak lagi joging dan mas Arga ... ] aku menjeda ucapanku karena aku nggak pandai berbohong jadi perlu waktu beberapa detik untukku berfikir mencari kata yang tepat. [Mas Arga sedang di toilet Bu!] Akhirnya aku menemukan jawaban yang tepat buat ibu.
[kamu habis nangis ..?]ucap ibu menyelidik.
[eee ... nggak bu!] jawabku berbohong.
[kamu itu nggak bisa bohong sama ibu Ning! ibu itu udah kenal kamu dari kamu kecil jadi semua tabiat kamu gerak dan sikap kamu ibu bisa membaca, ada apa? bicaralah sama ibu]
Tanpa di komando tiba-tiba air mataku mengalir deras membasahi kedua pipiku.
[hey ... kamu kenapa kok malah nangis? mana Arga biar ibu bicara sama dia!]
[sebenarnya ... mas Arga tidak ada di rumah bu? kemaren sore mas Arga pulang membawa wanita bernama Farah dan kami bertengkar setelah itu Ningrum mengusir mereka]
[astaghfirullah hal adzim ... berarti gosip itu benar!]
[gosip apa bu!]
Lalu ibu mertuaku bercerita bahwa tiga bulan yang lalu Andini adik Arga mendengar berita bahwa mas Arga sudah menikah di Kalimantan dengan mantan pacar nya, ibu belum sempat bertanya karena Andini masih mencari bukti kebenaran kabar itu, Andini cuma dapat informasi bahwa ada teman suami Andini memergoki mas Arga bersama wanita lain di Kalimantan, informasi yang di dapat wanita itu bernama Farah seorang janda beranak 2, anak pertama dari suami pertama dan anak kedua dari suami kedua, kebetulan anak-anak Farah semuanya ikut dengan mantan-mantan suaminya, dan Farah kerja di club' malam di daerah Samarinda. Andini dan ibu mertua belum sempat menceritakan ke Ningrum karena takut itu hanya kabar burung dan belum menemukan bukti setiap bertanya sama Arga dia juga selalu berkelit bahwa itu hanya kabar burung. Saat aku tanya ke ibu apakah Farah adalah mantan pacar mas Arga ibu menjawab iya, dan ibu juga bercerita kenapa ibu tidak mau memiliki menantu Farah karena ibu tahu Farah itu bukan gadis baik-baik saat itu Farah juga kerja di sebuah karoke, untuk itulah ibu menjodohkan mas Arga denganku.
Aku menangis mendengar semua penuturan ibu mertua jadi benar bahwa Farah adalah mantan pacar mas Arga badanku kembali lemas karena nggak sanggup bicara lagi aku mengahiri obrolan dengan ibu. Apa yang harus hamba lakukan ya Allah ....
Sambil menunggu Nisa dan Kamal pulang olah raga aku duduk di teras rumah sambil membuka-buka halaman Facebook mas Arga, setelah mensecroll kesana kemari nggak ada postingan yang aneh, mas Arga bukanlah laki-laki yang aktif di media sosial, aku scroll lagi mencari postingan 2 tahun yang lalu, disana mas Arga bikin setatus.
[Cinta Lama Bersemi Kembali]
di notif itu banyak banget komentar, ada yang bilang cie ... cie ... pak bos, ada yang komen waaaah bahaya itu pak!" aku baca satu persatu komen sampai di salah satu nama fb Flamboyan dia paling banyak komentar di situ;
Flamboyan: [Apakah itu aku]
Arga Pradana: [bisa jadi]
Flamboyan: [Asiiiik] sambil kasih emot cium.
Arga Pradana: membalas dengan emot cium juga.
Karena penasaran aku buka foto profil Flamboyan daaaan ... benar dia adalah Farah, dengan derai air mata aku mencoba membuka beranda Farah disana ada foto pernikahan antara mas Arga dan dirinya.
Bodohnya aku! begitu naifnya aku di selingkuhi selama dua tahun lebih tapi aku nggak tahu, apakah aku yang terlalu percaya kepada mas Arga suamiku? atau aku yang terlalu sibuk dengan urusan anak dan rumah tangga hingga tak pernah aku memperhatikan Facebook suami! kini nasi telah menjadi bubur apa yang harus aku perbuat akupun tak tahu yang aku tahu pasti tiba-tiba badanku benar-benar lemas pandangan mataku kabur dan aku nggak ingat apa-apa lagi.