Tok ... tok ... tok! ketukan pintu kamar mengejutkan aku dari lamunan panjang.
"Bunda ... bunda!" Suara kakak Nisa dan adek Kamal memanggilku, buru-buru ku sapu air mata dan sedikit memakai bedak juga lipstik agar mukaku tidak terlihat kusut di depan mereka, aku nggak mau anak-anak melihat aku seperti ini, setelah memakai jilbab aku membuka pintu kamarku.
"Hai ... anak-anak bunda yang soleh dan solehah sudah pulang dari ngaji ya?" aku menyambut uluran tangan mereka dan mereka menyalami tanganku.
"Tumben bunda berkurung di kamar apa bunda sakit?" tanya Nisa menyelidik.
"Oh iya bunda Tante yang di ruang tamu itu siapa? Kakak Nisa nggak suka deh sama Tante itu!" ucap gadis kecilku yang berumur 10 tahun cemberut.
"Iya Adek Kamal juga nggak suka deh" Ucap jagoanku yang berumur 7 tahun menimpali.
"Stttt ... kalian nggak boleh begitu! tante itu namanya tante Farah dan tante Farah itu teman ayah kalau teman ayah berarti tante Farah juga teman kalian juga."
"Kakak nggak mau berteman dengan tante Farah bund!"
"Iya Adek juga"
"Ya sudah kalau kalian tidak mau berteman, tapi kalian harus menghormati setiap tamu yang datang di rumah kita okey? kan kalian tahu kalau satu tamu yang datang ke rumah kita itu membawa 2 malaikat keberkahan."
"Iya bunda tapi kakak nggak janji deh."
"Adek juga nggak janji"
Jawab mereka sepakat, entah apa yang tadi terjadi antara mereka dengan Farah sehingga mereka bersikap seperti itu, padahal biasanya kalau ada tamu mereka nggak seperti ini, mungkinkah mereka ada filling bahwa sebenarnya Farah itu istri kedua dari ayahnya?.
"Bunda ... kenapa bunda merenung dan nampak sedih! apa bunda ada masalah dengan ayah dan tente itu!" ucap Nisa menyelidik.
aku menghela nafas menatap satu persatu wajah anak-anak ku lalu membawa mereka kedalam pelukan, saat aku memeluk mereka aku mendapat kekuatan baru, ya! aku harus kuat dan sanggup menghadapi apapun yang akan terjadi nanti, demi anak-anak akan aku rebut kembali suamiku dari Farah.
"Bunda sayaaaaang banget sama kalian nak?"
Sambil mengurai pelukan dan mencubit pipi mereka satu persatu.
"Kakak juga sayaaaaang banget sama bunda" jawab Nisa sambil memeluk.
"Adek juga!" Seperti biasa jagoan kecilku mengikuti apa yang kakaknya lakukan.
setelah mereka melepaskan pelukan aku mengajak mereka keluar kamar sambil melirik ke ruang tamu menatap dua insan yang sedang bercanda dengan mesra dasar mesum tega sekali kamu bermesraan dengan wanita lain di depan anak-anak mu yah! batinku menggerutu.
Setelah itu aku menyuruh anak-anak masuk ke kamar untuk ganti baju, biasanya sepulang dari ngaji aku akan mengecek buku prestasi mereka tapi karena hari ini pikiranku benar-benar kacau aku sampai lupa melakukannya.
Lalu ku putuskan mengikuti anak-anak berniat untuk mengecek buku prestasi mereka, sebelum aku membuka pintu aku mendengar anak-anak sedang ngobrol dengan serius akhirnya aku berhenti di depan pintu untuk menguping obrolan mereka.
"Dek kakak curiga deh!"
"Curiga apa kak!" jawab Kamal penasaran.
"Kayak nya Tante Farah itu pacar ayah!"
"Pacar? pacar itu apa sih adek nggak tahu kak!"
"Aduh kamu ini! pacar itu teman dekat"
"Ya kan tadi bunda bilang kalau Tante Farah itu teman ayah"
"Aduh Kamal! bukan itu maksud kakak"
"Jadi apa?"
Hatiku terasa nyeri sebab anak gadisku sudah mulai faham dengan sebuah kedekatan, hampir saja airmataku terjatuh namun buru-buru aku hapus, kutarik nafas panjang dan mengetuk pintu kamar mereka lalu masuk.
"Anak-anak bunda yang cantik dan ganteng lagi ngobrolin apa sih!"
Aku menatap Nisa yang sedang menunduk sedih.
"Kenapa kakak sedih? pasti gara-gara tadi ngajinya nggak lanjut kan?" aku menjeda ucapanku sebab melihat raut muka kakak sedang kurang bersahabat, akhirnya aku mendekati Kamal
"Adek sini? bunda tengok buku prestasi adek, kira-kira tadi ngajinya lanjut apa ulang ya?" aku pura-pura berfikir sambil mengerucutkan bibir dan menaruh tangan di daguku.
"Adek lanjut lah bunda! lihat ini, dan tadi hafalan adek juga lanjut ustadzah juga ngasih bintang, lihat tangan adek dua-duanya dapat bintang kan bund!" jawab anakku semangat.
"Waaaah anak bunda yang soleh ini memang benar-benar pintar dan cerdas deh!" ucapku sambil melihat gambar bintang di tangan Kamal. "Waaah ini bintangnya juga bintang tertawa aduuuuh selamat ya dek! nanti malam kita murojaah dan baca ulang lagi iqro nya ya biar besok adek bisa dapat bintang ketawa lagi!"
Aku melirik Nisa yang masih juga cemberut.
"Kakak Nisa tadi lanjut atau ulang?"
"Lanjut!" jawab Nisa ketus
"Tapi kok wajahnya sedih gitu atau jangan-jangan hafalan kakak yang di ulang ya sama ustadzah?"
"Hafalannya juga lanjut!"
Aku pura-pura mengecek buku prestasi baca n tahfidz milik Nisa sambil berfikir bagaimana nanti akan menjelaskan semua kepada Nisa, sebab Sekarang saja Nisa sudah bisa menilai keadaan.
"Bund...?"
"Iya ...?" jawabku masih pura-pura menunduk padahal jantung ini sudah berdegup kencang menunggu pertanyaan Nisa yang pasti dia akan bertanya tentang Farah.
"Ayahnya Fadilla itu selingkuh loh bund, dan sekarang bundanya Fadilla sedang mengurus perceraian!"
Astaghfirullah hal adzim ... partanyaan apa ini ya Allah!.
"Kakak tahu dari mana?" jawabku sambil terus pura-pura sibuk mengecek buku prestasi.
"Dari Fadilla lah bunda! kan Nisa teman curhat nya Fadilla"
Aku menarik nafas yang tiba-tiba sangat berat, menatap wajah cantik Nisa matanya, hidungnya, bibirnya kulitnya adalah foto copy dari mas Arga.
"Kasihan Fadilla, tapi Nisa jangan terlalu memikirkan masalah Fadilla ya? tugas Nisa mikir pelajaran ngaji dan sekolah saja, bunda nggak mau lho gara-gara curhatan Fadilla nanti kakak jadi nggak fokus belajar.
"Bun ...!"
"Iya ...."
"Ayah sama tante Farah nggak pacaran kan?"
"Enggak ayah dan tente Farah cuma berteman mereka itu dulu teman satu kampus, jadi wajar dong kalau Tante Farah main kesini."
"Tapi menurut Kakak tante Farah dan ayah itu pacaran loh bund, dan Nisa nggak suka kalau ayah punya pacar."
Aku terdiam berfikir secepat inikah anak-anak jaman sekarang menjadi dewasa, Ya Allah apa yang harus aku lakukan.
Rasanya sesak sekali dada ini aku rasakan, ingin teriak tapi tak bisa mataku juga sudah nggak kuat menampung air yang akan segera meluncur ke pipiku.
"Kakak Adek, bunda kedapur dulu ya mau masak!"
Setelah itu aku menuju ke dapur, karena merasa sudah nggak kuat menahan sesak di dada aku buru-buru masuk ke kamar mandi, kunyalakan shower dengan kuat dan berteriak di bawah guyuran air, aku menangis sambil menepuk-nepuk dadaku yang nyeri sungguh aku nggak menyangka suami yang aku cintai dengan sepenuh hati dan yang aku hormati suami yang selama ini menjadi kiblat buat tempat ku bersandar tiba-tiba datang membawa wanita yang sudah di nikahi selama dua tahun.
Bodohkah aku atau terlalu poloskah aku hingga aku tidak mengetahui pernikahan yang mas Arga sembunyikan selama ini.
Sungguh rasanya sakit sekali apabila sebuah kepercayaan telah terkhianati, rasanya nyeri sekali saat cinta harus di dustai.
Setelah puas menangis aku keluar kamar mandi untuk mengganti baju, saat aku akan masuk ke kamar aku masih melihat suamiku masih bersenda gurau dengan istri barunya. Aku lalu masuk ke kamar dengan terburu-buru, ingin segera ganti baju dan ikut nimbrung dengan mereka.
"Belum cukupkah kalian memadu kasih di rumahku!" Ku bentak mereka tanpa rasa takut dan gamam.
"Bunda! jaga mulutmu!"
"Ayah yang harus menjaga kelakuan ayah bunda tidak bisa menjaga mulut karena sikap ayah yang keterlaluan."
Plak !!! ... Mas Arga menamparku, mataku membulat sempurna, air mata langsung mengalir di kedua pipiku, benarkah dia menampar demi wanita itu.
Aku tatap Farah yang menatapku dengan senyum mengejek penuh kemenangan, sakit dan pedih akibat tamparan mas Arga tidak bisa menandingi sakit di hati karena goresan luka karenanya.
"Ayah jahat! apa salah bunda pada ayah!" Setelah itu aku berlari masuk ke kamar dan mas Arga mengikuti ku.
Setelah kami sampai di kamar mas Arga mendorong tubuhku hingga aku terjerembab di pembaringan, tidak cukup sampai di situ mas Arga menindih tubuh sambil mencengkeram bahuku.
"Kamu harus tahu Ningrum! bahwa wanita yang aku cintai di dunia ini bukan kamu! tapi dia yang sekarang ada di ruang tamu rumah kita, dan kamu! kalau kamu bersikap kurang ajar lagi aku tidak akan segan-segan menceraikanmu."
Setelah puas mas Arga mengancam dia pergi keluar kamar, dan kudengar mereka meninggalkan rumah sebab aku mendengar suara mobil mas Arga keluar dari garasi.
Sakit ... ini sangat sakit, sungguh aku tak menyangka di usia pernikahan yang ke 12 tahun cobaan berat menyapa rumah tangga kami. Aku pikir mas Arga sudah bisa mencintai ku, ku pikir nggak ada wanita lain selain diriku dalam hidup mas Arga meskipun aku tahu pernikahan ini atas dasar perjodohan.
Aku pikir selama 12 tahun aku mengabdi akan berbuah manis tapi nyatanya?.
Tidak ... aku tidak boleh lemah, aku harus kuat dan tetap mempertahankan rumah tangga ini demi Nisa dan Kamal aku akan mencoba menerima Farah sebagai maduku.
Jam di dinding sudah menunjukan ke angka enam pas, sudah waktunya adzan Maghrib namun aku belum masak apa-apa untuk makan malam, lalu aku membuka hape untuk membeli makanan siap saji melalui aplikasi, sebab kalau aku memaksakan diri untuk memasak aku takut jam makan malam akan mundur dan kasihan anak-anak.
Setelah kami selesai sholat Maghrib dan makan malam, seperti biasa aku memurojaah hafalan mereka.
Rasanya adem dan menenangkan mendengar ayat demi ayat yang mereka lafadz kan, aku menatap kedua malaikat di depanku ini, mereka tumbuh sehat cerdas dan memiliki paras yang rupawan.
Aku tersenyum seandainya tidak ada Farah didalam rumah tangga kami, akan ku sebut rumahku adalah syurgaku tapi sayang Farah datang dan menghancurkan syurga yang dengan susah payah aku bangun selama ini.
Sampai adzan isya murojaah baru selesai, dan kamipun sholat isya bersama-sama.
"Bunda?" tanya Nisa.
"Ya sayang?"
"Ayah mana?"
"Ayah ... ayah tadi pamit keluar sebentar untuk nemenin Tante Farah"
"oowh" hanya itu jawaban dari Nisa.
"Bunda ... Nisa benci ayah!"
"Lho ... kenapa?"
jawabku pura-pura nggak tahu.
"Memang bunda nggak cemburu sama Tante Farah!"
"Cemburu? kenapa bunda harus cemburu!"
"Tapi Nisa cemburu bund!"
ku rengkuh Nisa dalam pelukan, ya Allah apa yang harus hamba lakukan?.
"Kenapa kakak cemburu sama Tante Farah!" tanyaku masih memeluk Nisa.
"Hati Nisa bilang tante Farah itu akan mengambil ayah dari kita bund"
Nisa menjawab dengan mendongokkan kepalanya sambil menatapku, kulihat ada air mata menggantung disana.
"Sttt ... itu tidak akan terjadi sayang! dan bunda tak akan membiarkan tante Farah mengambil cinta ayah untuk kalian sudah jangan berfikir yang macam-macam berdoa saja semoga apa yang Kakak hafatirkan tidak akan terjadi, sudah malam sebaiknya kalian tidur ya!"
setelah aku menyelimuti anak-anak aku keluar dari kamar mereka, seperti biasa Kamal tidur di ranjang atas dan Nisa tidur di ranjang bawah, sebab tempat tidur mereka bertingkat.
Setelah memastikan mereka tidur aku juga memutuskan untuk tidur sebab bukan badan saja yang hari ini benar-benar capek, namun pikiran ini juga sangat lelah.
Sampai dikamar aku langsung tidur di pembaringan, mataku menatap foto pernikahan kami yang terpajang di dinding, kalau aku perhatikan raut wajah kami di dalam foto itu mensiratkan ketidak bahagaiaan, kalau aku di dalam foto masih bisa tersenyum dengan ikhlas, namun saat aku perhatikan senyumas Arga benar-benar seperti di paksakan, tapi kenapa aku baru menyadari keganjilan foto ini setelah sekian puluh tahun kami menikah.
"Ayah ...." aku bicara pada foto itu, benarkah ayah tidak pernah bahagia bersama bunda? apakah waktu 12 tahun itu belum cukup untuk ayah menilai kadar cinta dan kesetiaan bunda!."
aku turun dari ranjang dan menatap foto kami dari jarak lebih dekat, kubelai wajah tampan mas Arga, seandainya mas Arga tahu bahwa dia adalah cinta pertama dan terakhirku, mungkinkah dia masih akan tetap menghianati ku?.
Kembali ku belai wajah mas Arga dalam foto setelah itu aku kembali ke tempat tidur dan berusaha memejamkan mata agar sedikit hilang beban ini, semoga esok aku terbangun dalam keadaan bahagia dan mendapatkan petunjuk jalan apa yang harus aku tempuh untuk mempertahankan rumah tangga ini.