wajah dila masih tampak lesu matanya sayu, seakan mengingat pesan dari bang sovian minggu lalu.
dila duduk di bangku cafe yang letaknya agak sudut, dia bahakan belum sarapan dari pagi tadi. dengan terpaksa dila menuruti perintah tante yuli agar dia mengisi sedikit perutnya yang kosong melompong padahal cafe sedang rame, hanya karna yuli adalah bos di cafe ini, yang membuat dila enggan membantah perkataannya apa lagi yuli sangat baik serta perhatian pada dirinya.
"em hai, mbak boleh ikut duduk disini" dihadapannya berdiri dua orang cowok, mata dila melihat kiri kanan dan benar tak ada kursi kosong di cafe itu.
"oh boleh" katanya
dila fokus pada makannya yang hanya roti isi dan jus alpukat, sesekali matanya tertuju pada dua orang cowok dihadapanya. yang satu bertubuh tegap terlihat otot tangan yang menonjol dari lengan kaos ketatnya, sepertinya rutin gym pikir dila. dan yang satu lagi tampak fokus pada leptopnya, jari jari itu begitu lihai, sampai tak memberi jeda untuk berpikir terka dila dengan wajah tersenyum.
"mau pesan apa" kata dila, cowok leptop tadi menatap dila sesaat, lalu tersenyum dan kembali fokus pada ketikkannya.
"jus" ucap dila lagi, dila hanya merasa bosan dengan suasana saling cuek antara dirinya dan dua cowok dihadapannya itu. "saya pelayan disini" ucapnya lagi.
"oh ya, berarti kami tak salah tempat" kata cowok gym dengan senyum lebar.
dila berlalu pergi dan datang kembali setelah beberapa menit dengan dua gelas mint lemon dingin di nampannya.
"ini, sepertinya haus" diberikan minuman itu kepada cowok cowok di hadapanya
"makasih" kata cowok gym "saya abay" timpalnya dan tersenyum pada dila.
dila kembali duduk sambil menyantap roti isinya, matanya tertuju lagi pada si cowok leptop
"familiar" gumam dila, dia merasa kalau pernah bertemu tapi entah dimana, seakan mencoba untuk mengingat hingga jidat dila berkerut menatap cowok itu dengan lekat.
HAHHhh suara dila pecah, saat dia berhasil mengingatnya dan benar cowok ini familiar untuknya, sementara pengunjung lain terlihat sedikit terkejut karna suara berisik dila yang secara tiba tiba, bahkan ulin juga penasaran apa yang membuat dila berisik, padahal akhir akhir ini dila selalu murung. dia mengangkat bahu dan membuat bahasa isyarat pada dila, "apa" kata ulin, dila melambai sebagai tanda jika dia baik baik saja.
cowok yang tadi fokus setengah mati dengan diri sendiri pun mulai menatap dila heran.
"apa" kata dila merasa risih ditatap seperti itu, cowok cowok itu hanya tersenyum dan kembali sibuk.
"ingat aku" bisik dila pada cowok leptop di hadapanya, cowok itu mengangkat sedikit kepalanya lalu menatap lekat pada dila.
"masih enggak ingat, dua tiga bersama" ucapnya kembali
"kamu kenal dia" kata abay cowok gym
"ya enggak lah" ucap si cowok leptop
"maharani" bisik dila lagi suaranya pelan sekali kali ini
"ardila maharani" katanya merasa tak percaya kalau gadis dihadapanya ini adalah ardila maharani yang dia kenal
"kadek arsatya" balas dila
mereka tertawa dan saling pandang merasa tak percaya, sementara abay hanya menatap heran dengan sahabatnya.
"katanya tak kenal" cibir abay
"dia teman smp ku bay, kelas dua dan tiga satu kelas" ucap kadek atau lebih akrab disapa dedek.
"kamu kerja disini dil, terus apa kabar jambi dil" tanya dedek masih merasa tak percaya
"ceritanya panjang" kata dila
"pasti seru" sambung abay.
mereka bertiga kembali tertawa, dedek mengambil hp dila, dan menulis nomornya pada papan panggilan dan menghubungi nomornya sendiri.
"wa kamu juga nomor yang ini kan"
"iya"
ternyata dunia benar sempit, enggak pernah terbayangkan kalau dila bertemu kembali dengan teman smpnya dulu dijambi, awalnya dila juga tak sadar karna wajah kadek benar benar berubah drastis.
kadek kecil dulu seingatnya hanya cowok lugu, dengan wajah anak anak yang sedikit berantakan, tingkah kadek yang jahil tak mungkin bisa dilupakan dila. berbeda sekali dengan dirinya sekarang, wajah ganteng dengan rambut pendek dan sedikit kumis tipis membuat dila terkecoh pada awalnya.
memang dari lulus smp mereka putus komunikasi, karna kadek pindah kejogja kalau tak salah saat itu ayahnya pindah kerja.
setelah hari itu bertemu kadek dila tak lagi merasa dirinya sendiri di jogja, kadek sering mampir siangnya ke kosan dila, lalu sering jemput dila saat jaga malam.
rumahnya tak begitu jauh dari kosan dila, dan yang mengejutkan alasan kadek berkunjung karna setiap hari dia harus menjemput pacarnya yang tak lain guru sekolah dasar di dekat dila ngekos, ameera namanya.
jadi, dari pada harus menunggu panas panasan di luar gerbang kadek lebih memilih mengunjungi dila dan sedikit bercerita, kini seolah olah rutin untuknya mengunjungi dila saat dila tak kerja siang. kadek sendiri tak terlalu sibuk dia mengerjakan pekerjaannya melalui leptop yang selalu siap sedia di ranselnya.
dila sendiri sudah mendapat gaji pertamanya, dan membeli sepeda untuk kendaraanya menuju cafe bataria, itung itung sebagai ganti olah raga lari pagi yang sudah sebulan di tinggalkannya.