Chereads / sadar "CINTA" / Chapter 6 - Sahabat

Chapter 6 - Sahabat

seperti janji kadek, hari ini sehabis magrib dia akan datang untuk mentraktir dila es krim.

sementara dila sendiri sudah bersiap dikosannya, dia mengenakan terusan simple warna coklat muda dengan corak bunga, terkesan elegan tapi dila tampak cantik sekali malam ini.

dila duduk di depan kosan menunggu kadek.

tak lama kadek datang dengan motor metik jadulnya itu.

"motor" gumamnya dalam hati

"hai mbak, ojek" sapa kadek dengan sumringah, giginya yang rapi terlihat putih bersih menambah kesan dari senyumannya.

kadek memutar motornya dan mengepas tempat duduk belakang mempersilahkan dila untuk naik.

dila hanya diam dan duduk di motor itu, raut wajahnya kesal. kalau tahu dia akan naik motor dila pasti akan lebih memilih untuk pakai celana ketimbang terusan yang bikin ribet, dila terpaksa harus duduk nyamping sesekali menahan pegal dari pahanya.

tapi kali ini dila tak kalah terkejut, bagai mana tidak. bukannya pergi jalan ke tempat romantis atau beli eskrim di mall kadek malah memilih cafe bataria yang jelas adalah tempat dila bekerja.

"eskrim" tunjuk kadek pada cafe bataria, dia jelas melihat raut wajah kesal dan tak percaya dari dila, yang tampak lucu dan menggemaskan menurutnya.

dila hanya tersenyum kecut melihat tingkah kadek yang sungguh kekanak kanakkan.

mereka berdua masuk kedalam cafe dan menuju salah satu meja, kadek melambaikan tangannya pada pelayan yang tak lain adalah ulin teman kerja dila. mereka memesan dua mangkuk eskrim dengan rasa coklat strowberry dan vanila dalam satu mangkuk.

tak lama eskrim yang mereka pesan datang, ulin sendiri yang mengantarnya ke meja itu. dengan senyum cengengesan kepada dila yang membuat dila lagi lagi harus malu.

"mbak dila, cie cie" katanya terakhir kali lalu pergi

kadek dengan semangat melahap eskrimnya sementara dila hanya mencicipi beberapa suap saja malah lebih banyak mengaduk hingga eskrim di mangkuknya mencair dan kini lebih mirip seperti smutis. beberapa kali dila melihat kadek menyantap eskrimnya dengan lahap.

"kenapa dil" tanya kadek sadar kalau sedari tadi dila hanya melihat kearahnya dengan sinis.

"enggak kenapa kenapa" jawabnya cepat

kadek hanya tersenyum, berlalu dan pergi membayar eskrim itu di kasir.

"yuk dil" katanya, pergi lebih dulu.

dila masih kesal, berjalan dengan gaya malas malasan kearah parkiran motor. malam ini benar benar tak ada senyuman manis pada wajahnya.

"pegangan" timpal kadek

"iya" dila memegang baju dipinggang kadek, tanpa sadar dia menyandarkan kepalanya pada tubuh cowok itu. matanya melemah dan perlahan tertutup begitu saja.

***

suasana dijambi sendiri dalam bulan ini sudah bisa terkondisikan, naura sekeluarga memutuskan untuk pindah kejambi dan tinggal satu rumah dengan ibunya.

itu dilakukannya karna mereka tak mungkin meninggalkan ibu sendirian saja di rumah, dengan terpaksa sisil anak naura jadi harus pindah sekolah sementara sovian harus bolak balik seminggu sekali ke kerinci muaro jambi demi keluarga dan pekerjaan yang memang belum ada gantinya di muaro jambi.

"bu, bulan depan meta mau pulang kesini lagi" kata naura kepada ibunya

"hemm, memangnya dia ada libur"

"ada bu, ambil cuti tahunan sayang kalau nggak kepakai"

"hemmm" jawab wanita paruh baya itu dan kembali fokus pada kegiatan menjahit yang beberapa bulan ini sedang di tekuninya.

hingga saat ini naura bahkan tak berani membahas kembali mengenai keberadaan dila, karna menurutnya percuma ibunya lagi lagi akan marah dan ujung ujungnya akan kepikiran lagi. naura merasa kasihan karna sudah pasti di dalam hati ibunya itu selalu gelisah dan ingin tahu dimana anak bungsunya saat ini, tapi karna ego yang besar membuat ibunya malu dan menutup rasa kekhawatirannya. tubuhnya saja kini semakin kurus, sering kali tak napsu makan dan ditambah malamnya juga susah sekali untuk tidur lebih awal.

naura dan suaminya hanya berharap jika suatu saat ada titik terang dari masalah ini, dila bisa kembali pulang dan keluarga nereka bisa utuh seperti saat dulu lagi.

***

"dila bangun" kadek menepuk bahu dila dengan lembut membuat gadis itu sadar dan terbangun dari ketidurannya.

"em kita dimana" dila melihat sekelilingnya, jelas ini bukan kosannya. dila masih mengucek matanga khawatir kalau itu cuma bayangan dari mimpinga tadi. tapi penglihatannya bahkan lebih jelas jika saat ini dila dan kadek berada di depan mall besar kota jogjakarta, wajahnya berubah sumringah melihat kearah kadek yang hanya diam melihat cewek di depannya ini.

"kita nonton yaa" ucap kadek dan menarik lengan dila.

dengan langkah girang dila mengikuti arah jalan kadek, mereka menuju lantai tiga dari mall itu dan berhenti pada tempat pembelian tiket bioskop.

terlihat kadek berbicara dan membayar tiket pada penjaga sementara dila duduk menunggu pada kursi depan.

kadek datang dengan dua tiket di tangan kirinya sementara satu cup popcorn besar di tangan kanannya.

"pop corn" teriak dila senang sekali menyambut cup popcorn dari kadek

mereka masuk ke dalam bioskop, duduk di bangku yang agak ketengah agar lebih jelas melihat film yang nanti akan di putar.

"kenapa enggak bilang kalau mau nonton"

"kenapa memangnya"

"biar aku bisa pilih film" ucap dila dan tertawa kecil.

kadek dibuat gemas dengan tingkah wanita ini, bagaimana bisa dengan sekejab moodnya jadi berubah. jelas sekali tadi dia kesal bahkan tak mau tersenyum sedikit pun, tapi saat diajak nonton langsung menurut seperti anak kecil yang diberi hadiah lolipop saja.

"dasar matre" bisik kadek dan mengacak lembut hijab di kepala dila dengan gemas.

film pun diputar suasana berubah hening seketika, terlihat raut wajah penonton yang lain diam dan tertegun fokus kepada film yang sedang diputar, begitu pun dila. mulutnya juga tak berhenti mengunyah popcorn sendiri seakan tak rela bila harus berbagi dengan kadek.

cowok itu hanya tersenyum dan terus menatap lekat wajah gadis di sampingnya ini, pikirannya melayang kebeberapa tahun silam dimana gadis ini adalah temannya dengan paras yang biasa biasa saja. tapi kini menurutnya dila berbeda, kulit sawo matang tubuh tinggi itu terlihat menarik pikirnya, wajah dan kepribadian dila juga jadi lebih manis ketimbang beberapa tahun lalu. kadek terpesona dan kagum atas diri dila dengan sikapnya, ceritanya mengenai tujuannya berada di jogja juga tak kalah menarik menurut kadek.

"ahhh, terlambat" bisik kadek

hari semakin malam, usai menonton kadek langsung mengantar dila pulang, dijalan kadek juga sempat membelikan dila eskrim sebagai ganti eskrim di cafe tadi.

dila bahagia sekali malam ini, wajahnya memerah dan bibirnya juga terus saja tersenyum lebar. nenurut dila malam ini kadek benar benar romantis.

"mau mampir" kata dila basa basi

"boleh" jawab kadek, membuat mata dila jadi bulat dengan jawabanya itu. "aku bercanda, ini udah malam. aku pulang dulu ya" katanya tertawa melihat reaksi dila

"makasih ya"

"untuk?"

"nontonya"

"iya sama sama, udah sana masuk" kata kadek.

dila hanya menurut dan beranjak meninggalkan kadek.

"em dil"

saat dila baru saja akan membuka pintu kosan, kadek memanggilnya dengan suara yang begitu pelan bahkan hampir tak terdengar oleh dila.

"iya" sahut dila, jantungnya tiba tiba berdegup kencang dan wajahnya memerah seperti udang rebus saat kadek mendekat menggenggam tangannya lalu memeluk dila dengan mesra.

"kamu kenapa" tanya dila masih dalam pelukan kadek

"aku... aku mau" perkataannya putus putus tapi cukup membuat dila semakin deg degan.

"mau apa" timpal dila cepat menutupi keadaannya yang jelas sedang malu besar.

"aku mau kita jadi sahabat" ucap kadek

nyesss, seakan hati dila melepuh perasaanya jadi aneh. seakan ada rasa kecewa saat kadek berkata dia mau jadi sahabat dila, tapi dila secepat mungkin sadan dan melepas pelukan kadek.

"tentu, kita sahabat" kata dila dan mengulurkan perjabatan tangan pada kadek.

"ok" jawab kadek dan kembali memeluk dila.

sementara dila bingung dengan perasaannya, kenapa dia harus sedih kalau kadek ingin jadi sahabatnya. sebenarnya dia mengharapkan apasih batin dila pada dirinya sendiri... malah terlihat konyol kalau kadek tadinya meminta lebih, dila tahu dan seakan sadar diri kalau kadek sudah punya ameera sementara dirinya seharusnya bersyukur kalau kadek masih menerima dirinya sebagai sahabat.

dila membalas pelukan kadek dan mengusap punggung cowok itu dengan lembut. hari ini dan malam ini dila tak pernah menyangka jika dia akan menjadi sahabat kadek, bahagia dia hanya bisa berbahagia dengan itu.