dila datang ke cafe saat pergantian jam sore, dengan sigap dia menaruh barang-barangnya di loker dan mengganti baju serta celemek kerja, setelah selesai mengganti baju dila pun pergi menuju ruangan cafe yang biasanya penuh dengan pengunjung, tapi kali ini ada yang aneh menurutnya, hari ini cafe suasananya hening sekali, tak ada satu pun pengunjung terlihat, sementara itu bobi yang bertugas menjadi kasir terlihat santai dan memainkan ponselnya di belakang meja kasir.
tak lama tiba-tiba saja dari arah pintu masuk berdatangan orang-orang, mereka terlihat membawa banyak peralatan yang dila sendiri tak begitu tahu pastinya peralatan apa itu. bayu sendiri pun juga masuk dengan tumpukan kardus yang hampir menutupi seluruh wajahnya.
"sini kubantu" sigap dila mengambil sebagian barang bawaan bayu
"terima kasih"
bayu menuju kerumunan orang yang masuk lebih dulu dan ikut menaruh kardus di situ, dila pun melakukan apa yang bayu lakukan.
bayu menepuk nepuk punggungya, dan berjalan masuk keruang istirahat pekerja cafe sementara dila masih mengekor.
"ada apasih ini, aku datang niatnya mau kerja kok malah sepi enggak ada pengunjung cafe" kata dila, ikut duduk sambil memperhatikan bayu yang memijat punggung dan lengannya sendiri.
"kamu enggak tau ya" kata bayu
"apa? ada apa sih bay"
"oh iya aku baru ingat kalau emang belum kasih tau kamu" bayu cengar cengir sendiri
"neng dila begini lohhh, kemaren tante yul ngumumin kalau cafe kita hari ini, malamnya bakal di boking, kalau enggak salah sih buat acara supries lamaran gitu" papar bayu
"oh gitu, terus itu barang-barang apa" tanya dila lagi
"itu sih alat dekorasi, acaranya sebelum jam 9 deh kayaknya, semoga aja masih keburu mau ngedekor ini cafe"
"didekor, wahhh pasti lamaranya mewah"
dila tersenyum sendiri membayangkan acara lamaran itu, matanya seketika berbinar
"biasa aja kali neng, atau kamu mau ikutan dilamar" goda bayu
"dilamar sama siapa" tawa dila
"yang pastinya aku, awas aja kalau kadek macem-macem" bayu tertawa dengan perkataanya sendiri, sementara raut wajah dila tak bisa di bohongi, kalau dia sedikit terkejut mendengan nama kadek di sebut.
"kenapa kadek" tanya dila
bayu tertawa lagi "bahkan orang bodoh juga tahu kalau kamu suka kadek" katanya begitu saja, setelahnya berdiri dan pergi meninggalkan dila sendirian di ruangan yang kini bahkan terasa sesak bagi dila.
beberapa kali dila terdengar membuang nafas kasar, apa begitu jelas perasaannya itu, lalu apa kadek juga sadar kalau dila memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat.
***
pukul 21:30 malam, suasana cafe juga sudah terlihat sepi hanya ada beberapa kariawan cafe yang sibuk beres-beres, acara lamarannya tadi itu pun juga berjalan dengan lancar.
sementara dila sendiri sudah selesai dengan pekerjaaanya dan hendak bergegas pulang, saat di parkiran sepeda dila melihat bayu yang masih belum pulang, berdiri tersenyum didekat parkiran sepeda dila.
"belum pulang kamu" gadis itu mendorong sepedanya beriringan dengan langkah bayu
"nungguin kamu, mau ikut ke suatu tempat tidak" kata bayu
"malam malam begini"
"kalau malam bisa kelihatan lebih indah dil"
dila pun akhirnya hanya mengangguk, membiarkan bayu memuntun arah mereka.
***
mungkin sekitar sepuluh menit sudah mereka berjalan menyusuri gang sempit, hingga tiba di dekat bangunan tinggi, letaknya juga tak begitu jauh dari cafe, hanya jalanannya saja yang memang terlihat sepi.
bayu pun menarik pelan tangan dila menuntunnya menuju pintu masuk yang terlihat kusam, sementara sepedanya diparkirkan begitu saja diluar.
mereka masuk hanya berbekal pencahayaan dari handphon, gelap dan sepi sekali, tercium juga bau karat dari beberapa anak tangga besi yang mereka lalui, langkah bayu pun berhenti tepat di depan pintu, dirogohnya ransel dan menemukan benda seperti kaitan kawat.
"buat apa" dila masih menyenteri bayu yang sedang sibuk mengotak atik gagang pintu bangunan tersebut.
tak lama terdengar seperti bunyi sesuatu lepas pada engsel pintu, dan benar saja pintu itu terbuka, bayu tersenyum lebar dan berjalan keluar pintu itu. sementara dila sendiri masih berdiri mematung, dila masih heran karna saat ini mereka berada di lantai atas atap bangunan tadi, tapi untuk apa pikirnya.
"neng, eh kok malah bengong"
bayu menyadarkan dila dari lamunan, perlahan dila mendekati bayu yang berdiri di pinggir pembatas tembok.
dila memberanikan diri untuk melihat sekeliling bangunan itu, awalnya gugub dan merasa takut akan ketinggian, tapi benar saja kata bayu, seakan terbalas kan, tempatnya indah, sunyi tenang dan terlihat banyak cahaya lampu dari rumah penduduk.
"kita aman kan disini" ucap dila memastikan
"ya kalau ketahuan satpam pun kita cuma disuruh bayar denda" timpal bayu cengengesan
"tapi jujur bay, tempatnya nyaman sekali, damai dan tentram rasanya" dila tersenyum melambai lambaikan tanganya
"aku pertama kali juga ngerasa gitu, tapi sekarang kok beda ya"
"sekarang memangnya kamu ngerasain apa?" tanya dila penasaran maksud dari inti perkataan bayu
"aku jutuh dil"
"maksudnya" dila panik
"jatuh cinta" mata itu menatap lekat seakan menembus manik mata dila, dan anehnya seketika pipi itu blusing tak karuan
"jatuh cinta sama bangunannya dil" tawa bayu merubah suasana.
tapi dila semakin salting dan memilih memalingkan pandangannya.
"bay boleh aku bertanya sesuatu" katanya sayu
"tentu"
"ini mengenai perkataan mu" tertegun sejenak
"apa begitu jelas terlihat" katanya pelan, dan melanjutkan dengan suara yang hampir tak bayu dengar, lebih tepat seperti cicitan "aku mencintai kadek"
"kamu memikirkan hal itu" wajahnya berubah seketika
"aku takut"
"itu hanya asumsi ku dila, maaf bila membuatmu kepikiran akan itu" disentuh perlahan pundak gadis disebelahnya, raut wajahnya jelas seolah tertekan.
"bukan, bukan seperti itu maksud ku"
"ya aku tahu dil, kalau itu cinta kenapa harus ada rasa takut, kalau ada rasa takut, bukan cinta namanya" jujur perkataan itu tak seharusnya keluar dari mulut bayu, yang bahkan bayu berkali-kali menyesalinya.
"aku takut semakin aku menyangkal, semakin terlihat pula perasaan ku, aku takut semakin kuat niat ku untuk berbohong maka semakin besar pula perasaan ku, aku takut bay, takut jika hanya karna perasaan ku, akan ada hati lain yang menjadi korban" matanya berkaca
"cinta itu anugrah dila, begitu sempurna bila dibandingkan dengan rasa takut mu, dila...cinta itu luas, cinta itu bukan sebuah tujuan melainkan pencapaian, kamu akan lega bila cinta mu nyata dan terwujud, entah akan ada berapa banyak kata syukur dalam cinta.
tapi ingat dil, cinta tidak punya batas, cinta juga tidak di tuntut atau menuntut, dan yang terlebih lagi cinta tak punya tempat, dia luas dan bebas" ucap bayu, pandanganya tak berpaling sedikit pun dari dila.
"kalau ada rasa takut, itu bukan cinta namanya. melainkan beban" diusapnya pipi mulus gadis itu, yang tadi sempat terkena tetesan air mata.
dila menghembuskan napas kasar "andai pemikiran itu milik ku" wajahnya mendongak keatas menerawang jauh menuju langit penuh bintang.