mentari cerah kembali menyapa ardila, hanya kali ini sedikit berbeda rasanya saat ardila berada di jogjakarta, kebiasaan bangun subunya juga tak hilang, seusai melaksanakan kewajiban ibadah ardila tak tidur lagi. gadis itu memilih untuk menata pakaian ke dalam lemari kecil yang tersedia di kamar kos, sementara jam baru menunjukan pukul 06:30 dan waktu masuk kerja pukul 08:00 masih banyak waktu yang tersisa.
ardila beranjak pergi menuju halaman depan kosan, disana masih sedikit orang yang berlalu lalang dan lampu kamar kosan lain juga masih menyala, artinya mereka belum bangun. yaa, rata rata yang tinggal di kosan itu adalah para mahasiswa yang kuliah di jogja sebagai perantauan.
dila memilih duduk dihalaman kosan, terdapat bangku panjang yang hanya seperti papan diberi kaki, kakinya dinaikan keatas bangku dan ditekuk oleh kedua tangannya. sementara kepalanya kini telah dibenapkan di antara tekukan itu. berulang ulang dila memejamkan mata lalu membukanya kembali, entah bagaimana pastinya tapi saat ini perasaanya sedang tertuju pada jambi dan rumah yang selama ini tempat dia tumbuh hingga besar. tentu saja ada rasa bersalah, memang tak seharusnya dia kabur seperti anak kecil, tapi bagaimana lagi, dibenaknya saat itu bila tidak kabur, tak kan ada cara lain untuk hidup bebas, ini jalan hidupnya yang baru, mau pahit atau pun manis kedepanya harus ditanggung seorang diri.
"ibu maafkan dila ya" ucapnya lirih dan melangkah pergi karna waktu menunjukan pukul 07:30.
***
dila terpaut dengan masalah dan rasa bersalahnya, sementara ibunya di jambi malah menggali dendam pada putri bungsunya.
mungkin saat ini dila sudah di cap sebagai malin kundang atas sikap bodohnya, seolah tak ada maaf dari hati marlena dan malah mengubur semua kenangan dila dirumahnya.
"bu enggak bisa gini, gimana pun dek dila kan anggota keluarga kita" bujuk meta yang memang datang jauh jauh dari batam untuk menenangkan ibunya.
"pak... angkut semua kegudang jangan ada sisa, dan ini... saya tak mau gambar mukanya ada di rumah ini" bentak marlena pada semua tukang dirumahnya.
kamar dila dirombak drastis lemari dan peralatan paling kecil pun di ungsikan ke gudang, foto dila tak lagi terpajang di sudut rumah barang barangnya benar benar tak tersisa sedikit pun. naura dan suaminya hanya terdiam tak tahu mau bilang apa pada ibunya itu, bagai mana pun dila memang salah karna telah kabur bahkan tak meninggalkan sedikit jejak tentang keberadaannya.
***
siang ini pengunjung tengah ramai ramainya, bahkan ada yang sampai tak kebagian tempat dan memilih untuk duduk di bangku luar saja. ini adalah pengalaman baru untuk dila, gerahnya bekerja dan terburu buru saat menerima pesanan, sungguh membuat sensasi baru bagi hidupnya. sesekali dia tertawa dan tersenyum pada pengunjung cafe, bahkan ada juga yang mengajaknya untuk berbincang kecil sekedar menanyakan dari mana asal dila si karyawati baru cafe bataria.
"rame ya" ucapnya
"iya kak, kalau jam makan siang gini emang rame. karna pada cari tempat ngumpul dan istirahat sehabis ngampus atau kerja" kata ulin karyawati paling muda di cafe itu "gimana kak, betah?" tanya ulin lagi
"sepertinya begitu" kata dila dan beranjak menghampiri pengunjung meja yang melambaikan tanganya.
hari semakin sore ini waktunya dila bertukar jam kerja dengan pekerja lain, bayu sendiri memang masuk jam malam karna siangnya dia harus masuk kampus.
"dila.... mau pulang ya" kata bayu saat melihat dila sedang membuka rompi cafe dari tubuhnya
"iya yu" jawab dila tak kalah lesu karna memang siang tadi pengunjung sangat rame
"betah?"
"kalau kamu pijat pundak ku sebentar, pasti aku bakal betah" dila berdiri dan mengambil posisi membelakangi bayu, di gerakanya kedua pundak yang saat ini sedang sakit sakitnya
"dasar" cibir bayu, lalu mulai menyentuh pundak gadis di depannya
"mau kuantar" bisik bayu lembut pada telinga dila
"kamu kan kerja" kata dila, membalikan tubuhnya lalu mencubit perut bayu
"kalau kamu mau, aku bisa libur" ucap bayu lagi kali ini tak kalah genit.
"huh centil" dila menarik topi bayu membuat kepalanya sedikit terhuyung ke depan "em gajian ini aku mau beli sepeda ah" ucap dila lalu beranjak pergi tanpa menghiraukan bayu yang masih terpesona pada gadis manis yang merupakan sahabatnya itu.
***
malam ini setelah sholat isya terdengar suara dila yang mengaji dengan sangat merdu, berharap bisa segera terkantuk tapi matanya seakan baru di charger dan tak mau tidur sama sekali.
dila menyudahi ngajinya memilih berbaring, sesekali dila mengecek ponsel apakah ada kabar dari kak naura atau bang sovian, tapi terakhir kali pesan yang di dapatnya adalah satu hari yang lalu.
"apa... sebaiknya aku kasih tau aja sama bang sovian, kalau aku baik baik aja di sini. biar ibu enggak cemas" gumamnya dan segera mengetik pesan pada sovian
semenit.... sejam.... bahkan hingga mengantuk sovian tak kunjung membalas pesan dila, "mungkin sudah tidur" pikir dila dan memejamkan mata untuk tidur malam ini.
dila terjaga agak siang bahkan sholat subuh saja dia lupa, badannya terasa remuk dan hancur pagi ini. malas sekali rasanya untuk beranjak dan bersiap pergi kerja, baru dua hari dila kerja tapi rasanya sudah mau setahun saja.
dengan rasa malas yang menumpuk, dila bersiap siap untuk pergi kerja karna setengah jam lagi cafe bataria akan buka, dila seharusnya sudah berada disana saat ini.
tapi sontak saja, tiba tiba dila teringat dengan pesan singkat yang di tulisnya malam tadi kepada sovian.
DEGGG jantunya berdetak hebat, dila terduduk tak berdaya wajahnya memucat. air mata tak bisa di bendung lagi tanpa aba aba menyucur deras, berkali kali dila membekap mulutnya sendiri tak ingin tetangga kos mendengar tangisnya yang terisak. tangan kirinya meraih hp yang tadi terjatuh, dila berharap kalau dia hanya salah baca saja tapi kenyataan tetap kenyataan. "dil syukurlah kalau kamu baik baik saja disana, dimanapun kamu berada tetap jadi wanita kuat dan terus hidup mandiri seperti yang kamu inginkan. keadaan di sini baik baik saja kamu nggak perlu khawatir dil, hanya keadaan ibu sedikit menghawatirkan. ibu menolak kenyataan bahwa kamu anggota keluarga ini, semua barang barang mu diungsikan kegudang. foto foto juga sudah dikemas dil, jangan khawatir dil ibu memang seperti itu besok juga baik lagi, ibu bilang kamu di larang pulang tapi menurut abang kalau nemang sudah waktunya kamu pulang, kamu harus pulang yaaaa dil, abang sayang kamu, kami semua sayang kamu" tulis sovian
dila terpaku pada tulisan abang iparnya, bagaimana mungkin dirinya tak berarti dimata ibu kandungnya sendiri bahkan dengan mudah melupakan dila begitu saja, "apa ibu sebenci itu" dila masih tersedu sedu.
matanya sembab tapi dilihatnya jam sudah pukul 07:40 dengan sedikit berlari dila pergi menuju cafe bataria dan sampai tepat waktu.