pagi ini ardila telah berada di bandara kota jambi, ditangannya terdapan tiket pesawat tujuan jambi jogjakarta. entahlah, pikirannya penat, matanya berkunang kunang beberapa kali ardila merubah posisi kepalanya yang bersandar di kursi tunggu bandara itu, mungkin ini karna ardila tidak cukup tidur, dan pagi pagi sekali sudah berada dibandara.
sementara itu, dirumahnya suara panik dan histeris begitu jelas terdengar. bahkan diluar para tetangga ikut berkumpul menyaksikan kekacauan yang terjadi di keluarga itu.
"anak enggak tau diri, bisanya bikin susah orang saja, dasar sialan" maki marlena dan menggenggam erat secarik kertas ditangannya
"kalau ada apa apa keluarga juga yang repot, dia itu punya otak enggak sih" tambah naura.
sovian hanya dapat mengelus dada melihat ibu dan istrinya, saat itu dia hanya sibuk meminta tetangga yang menguping dari celah rumah agar segera pergi.
"bu sudah ya, jangan teriak teriak lagi. malu dilihat orang bu" ucap sovian, semakin tak tenang karna tetangga yang menguping jadi tambah banyak.
"mereka itu sukanya ngurusin kehidupan orang lain saja" katanya.
dari luat pintu yang tadinya terlihat tertutup rapat tiba tiba terbuka, mereka terkejut saat mendapati marlena berdiri dengan mata melotot miliknya.
"ada apa? mau nguping" teriak marlena
"ini!!!" diperlihatkanya kertas yang sedari tadi digenggamnya dan tampak kertas itu sudah lusuh karna kepalan erat tangan marlena
"anak saya pergi dari rumah, dia bilang mau mandiri mau merantau cari jati diri" teriaknya lagi, para tetangga itu hanya diam dan menatap takut kearahnya.
"saya gagal mendidik anak, dia malah kabur enggak tau kemana. jadi buat kalian jangan hanya sibuk ngurusin hidup orang lain saja, lihat dan urusin anak kalian jangan sampai seperti saya yang sudah GAGAL" katanya dengan nada yang tak kalah berteriak.
"dasar aneh" cibir salah satu tetangga dan berlalu pergi meninggalkan halaman rumah marlena, tetangga yang lain pun satu persatu pergi meninggalkan keheningan rumah marlena.
sejenak marlena termenung di ambang pintu rumah, hatinya sakit patah dan pecah berkeping keping. tak tau harus bagai mana lagi dia mengatasi putri bungsunya itu, bahkan kini dia sendiri tak tahu keberadaan ardila dimana dan sedang apa dia. di benak marlena yang ada hanya keyakinan bahwa dirinya benar benar telah gagal, dan tidak bisa menepati janji kepada almarhum suaminya, untuk menjaga anak anaknya terlebih ardila sendiri.
"hahhhh" hembusan napas kencang beriringan dengan langkah kakinya menuju kamar, sekilas terlihat bendungan air di mata marlena. langkahnya sayu seakan tak berdaya, dari belakang naura mengikuti marlena dan mengusap lembut pundak ibunya itu.
sovian sendiri sibuk mengutak atik hpnya, juga terdengar beberapa kali suara sovian sedang berbicara dengan kontak yang ditujunya.
"ay gimana?" tanya naura melihat tingkah suaminya itu
"belum ay" jawab sovian dengan raut kecewa,
mereka terdiam dan sama sama menerawang jauh kearah langit langit rumah.
"ya ampun, meta" pekik naura seketika
"oh iya, kok bisa lupaya dengan meta" kata sovian sambil menepok jidatnya.
naura meraih hp di tasnya dan langsung menghubungi kontak meta adik perempuanya sebelum ardila, beberapa percakapan terjadi hingga naura kembali duduk menghampiri suaminya dengan raut muka masam.
"enggak ada"
"enggak ay"
"apa kata meta"
"dia putus kontak dengan dila, terakhir kali bahkan dua minggu yang lalu"
"yaudah sabar ya, suatu saat kita juga pasti tau dila dimana"
"iya ay"
sovian merangkul istrinya dan mengusap lembut telapak tangan naura, berusaha menenangkannya dari pemikiran menghilangnya ardila.
***
ardila tiba di bandara jogjakarta sore hari, matanya terbuka lebar dan celingak celinguk kearah luar bandara. dia sudah mengabari bayu dan seharusnya bayu sudah datang lebih awal untuk menyambut kedatangan dirinya dibandara saat ini.
satu jam berlalu ardila tetap menunggu bayu, hatinya cemas takut saja kalau dia hanya di permainkan oleh laki laki itu.
tapi saat hendak menoleh kekiri keraguan ardila sirna bersamaan matanya menangkap kedatangan bayu dengan langkah sedikit berlari kearah ardila.
"maaf sedikit telat non" sapanya dan terus menggaruk rambutnya yang tak gatal sama sekali
"iya tak apa, kamu sudah jemput aja aku sudah senang yu" kata dila
"uluh uluh, makin cantik ya kamu dil" goda bayu dengan sigap membawa koper dila
"sarkas yang lumayan" timpalnya dan berlalu mengikuti langkah bayu.
mereka berhenti di depan taksi biru, bayu menyerahkan koper ardila untuk dimasukan si supir. sementara bayu membuka pintu dan melirik kedalam mempersilahkan ardila masuk lebih dulu.
"uh manis banget" ucap dila
"makasih" balasnya dengan senyum yang tak kalah genit dari yang sebelumnya "oh ya dil, gimana kita langsung aja ketempat tante ku, jadi besok kamu udah bisa kerja" katanya lagi.
"ide bagus yu, eh tapi enggak apa apa aku ikut kerja di situ"
"enggak apa apa kok, malah tante ku senang banget kalau cafenya nambah karyawati" kata bayu
"makasih ya yu, aku bingung kalau seandainya kamu enggak ada"
"alah dil..... ini tu emang udah jalan hidup kamu kali, walau pun sebelumnya kita enggak kenal, kalau kenyataanya takdir kamu bakal ke jogja, ya... bakal tetap kejogja dil" timpal bayu, sepertinya sadar bahwa dila saat ini diambang krisis kepercayaan diri.
"tapi sekali lagi makasih ya yu" dila tersenyum manis pada sahabatnya itu dan disambut dengan belaian lembut bayu pada pundak dila.
***
setengah jam diperjalanan akhirnya ardila dan bayu sampai pada sebuah cafe, yang letaknya tak begitu jauh dari jalan raya daerah malioboro, cafenya menarik sekali, siang ini saja sudah terlihat ramainya pengunjung dengan latar belakang mereka yang datang untuk makan dan bersantai sejenak.
"wow instagramable banget cafenya" kata ardila tak henti henti berdecak kagum, tapi jujur karna ardila juga baru pertama kali menginjakan kaki di kota jogjakarta, hinga ia selalu terpesona dengan keindahan yang disuguhkan mulai dari suasana jalan raya bangunan serta tugu, bahkan cafe milik tantenya bayu juga sangan indah menurutnya
"dil ini tante yuli, dia yang punya cafe ini" kata bayu dan menyadarkan ardila dari kekagumannya
"oh eh, saya ardila maharani tante" katanya dan mengulurkan perjabatan tangan pada yuli
"oh ini ya dila yang sering diomingin bayu, eh dil, bayu bilang kamu itu cantik, baik lagi. kayaknya bayu suka kamu deh" kata yuli.
ardila hanya diam terkejut dan melihat bayu dengan lekat.
"seriua amat, tante cuma bercanda" sambar yuli dan tertawa sendirian saat menyaksikan ekspresi wajah dila.
"tante yul emang suka gitu dil" bisik bayu pada dila, dila hanya tersenyum cengengesan melihat tingkah wanita kepala tiga di hadapanya ini.
yuli menjelaskan satu persatu tentang apa saja pekerjaan di cafenya itu, mulai dari koki sampai tukang kebun, sementara dila hanya mangut mangut saja bahkan saat yuli menanyakan dila ingin kerja apa, gadis itu hanya bilang terserah tante saja dan sedikasihnya saja, asal yuli percaya dan menerima ardila dengan yakin itu sudah membuat bahagia dila.
setelah banyak bercerita, merekapun setuju dengan posisi dila sebagai pelayan di cafe itu. dila juga di beri kunci kos yang sudah di carikan bayu dan seperti keinginanya dila langsung bekerja saat itu juga.
masalah gaji, dila mendapat gaji yang memang tak begitu besar tapi cukup dengan kebutuhanya sehari hari, itu tak di cemaskan dila, karna yuli sendiri sudah bilang gaji akan di sesuaikan dengan kinerja si pekerja itu sendiri.
ini kali pertama dila bekerja, hatinya bahagia dan penuh rasa bangga setelah empat tahun hanya dirumah tanpa kegiatan, akhirnya dila bisa kerja sendiri dan berharap hidup lebih mandiri nantinya, waktu kerja di cafe ini terbagi menjadi dua shif dan dalam dua minggu ini dila mendapat giliran jaga pagi hingga malamnya bisa langsung pulang ke kosan barunya, dengan ikhtiar dan yakin dila selalu berharap akan ada hidup bahagia yang menantinya diujung jalan sana.