Saturday, 09 December 2253, 10:15:05
******
******
Yuri, Lune dan Charlotte akhirnya sampai ke tempat kerja paruh waktu kedua Yuri, yaitu Cafe yang bernama Pays Adams yang memiliki arti Negara Adam ( nama belakang pemilik cafe tersebut ).
"Ayo kita masuk?" ucap Yuri sembari membukakan pintu cafe tersebut yang kemudian terdengar bunyi lonceng.
"Selamat datang," ucap salah satu karyawan cafe tersebut.
Setibanya di dalam Cafe, segera Lune dan Charlotte pergi untuk mencari tempat duduk yang nyaman bagi mereka untuk mengobrol atau menikmati menu cafe tersebut, sembari menunggu Yuri yang ingin menemui bosnya yang tidak lain adalah pemilik cafe.
"Apa bos ada?" tanya Yuri kepada salah satu karyawan cafe.
"Dia ada diruangannya, kau temui saja dia langsung, kelihatannya bos ingin bertemu denganmu karena dari tadi dia terus bertanya kepada karyawan lain juga apa kau sudah datang atau belum," ucap karyawan cafe tersebut.
"Baiklah kalau begitu, maaf kalau membuatmu menjadi tidak nyaman," ucap Yuri.
"Tidak apa-apa, tapi bagaimana dengan kondisimu?" tanya karyawan cafe tersebut.
"Syukurlah kakiku saat ini sudah agak membaik dan dapat diajak untuk berjalan, terima kasih atas kepeduliannya," ucap Yuri yang kemudian melangkah pergi meninggalkan karyawan cafe tersebut.
Sembari menuju ke ruangan bosnya, Yuri berpapasan dengan Tom yang dengan cepat menghampirinya ketika melihat kedatangan Yuri dan langsung merangkul pundak Yuri tanpa bertanya terlebih dahulu mengenai kondisinya.
"Akhirnya kau tiba, Yuri. Tanpamu, jam kerjaku semakin menumpuk," ucap Tom bersyukur.
"Maaf ... maaf," ucap Yuri singkat.
"Kalau kau sudah bisa masuk kerja, syukurlah. Akhirnya aku terbebas dari kurungan waktu kerjaku yang begitu padat," ucap Tom masih merangkul pundak Yuri.
"Iya ... iya, apa kau bisa melepaskan tanganmu dulu. Aku masih belum dapat menyeimbangkan diriku secara baik," ucap Yuri.
"Oh, maaf ... maaf, aku lupa," ucap Tom yang segera melepas rangkulannya.
"Tom, ada pesanan baru, cepat kesini dan antarkan pesanannya!!" teriak sebuah suara dari arah dapur cafe.
"Baik, sampai bertemu lagi, Yuri," ucap Tom lalu pergi meninggalkan Yuri.
"Apa dia ini tidak perduli tentang diriku, bertanya soal keadaanku saja tidak, dasar," gumam Yuri kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke ruangan kerja pemilik cafe tersebut.
******
Lune dan Charlotte telah mendapatkan tempat duduk yang nyaman disudut ruangan cafe sembari melihat-lihat menu yang akan mereka pesan.
"Aku pesan Spaghettti Aglio O Lio, sementara minumannya Coffee Espresso," ucap Charlotte menunjuk pada tampilan menu untuk dicatat karyawan cafe tersebut.
"Kalau Nona satu ini, mau memesan apa?" tanya karyawan cafe tersebut.
"Aku pesan Fetucini Carbonara dan minumannya Ice Lemon Tea saja, terima kasih," ucap Lune.
"Baiklah, Nona-nona, aku ulangi lagi pesanannya, satu porsi Spaghettti Aglio O Lio, satu cangkir Coffee Espresso, satu porsi Fetucini Carbonara dan satu gelas Ice Lemon Tea, apa ada yang kurang?" ucap karyawan cafe tersebut sembari bertanya kembali untuk memastikan pesanan mereka berdua.
"Tidak ada, terima kasih," ucap Charlotte.
"Baiklah, harap tunggu sebentar," ucap karyawan cafe tersebut lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Setelah kepergian karyawan cafe tersebut sembari menunggu pesanan mereka datang, tidak ada percakapan sama sekali. Sebab, Lune masih sibuk dengan earphonenya sementara Charlotte bingung untuk memulai percakapannya dengan Lune.
"Apa yang kau dengar, Lune? Apa ada berita yang menarik hari ini?" ucap Charlotte yang memberanikan dirinya untuk memulai percakapan, namun tidak didengar oleh Lune.
"Lune, apa kau dengar aku? Luuunee ... halo, lune," ucap Charlotte sembari melambaikan tangannya di depan wajah Lune.
"Oh, kau berbicara padaku ... maaf," ucap Lune yang kemudian memutus saluran dari perangkat genggamnya dan menyimpan earphone miliknya di saku jaket yang ia kenakan, sebab Charlotte mengajaknya berbicara.
"Apa yang ingin kau katakan," ucap Lune kembali.
"Huh kau ini, kita ini bersama-sama datang kemari untuk menemani Yuri, tidak mungkin aku mengabaikanmu," ucap Charlotte.
"Iya, iya, jadi," ucap Lune singkat, padat dan tanpa basa-basi.
"Jadi, ya ... apa kau punya topik untuk dibahas, sambil menunggu pesanan kita datang," ucap Charlotte yang mulai bingung bagaimana untuk bersikap menghadapi Lune, meski setiap hari mereka tinggal di ruangan yang sama.
"Ohhh ... hari ini cerah sekali," ucap Lune sembari duduk bersandar di kursinya, dan mengalihkan pandangannya keluar cafe.
"Huh!!" gumam Charlotte terkejut mendengar percakapan yang menurutnya tidak masuk akal tersebut.
Melihat arah pembicaraan mereka yang tidak berjalan dengan baik, dan juga Lune tidak terlalu menanggapi percakapan yang diutarakan oleh Charlotte. Pertanyaan yang tidak terduga pun pada akhirnya keluar dari mulut Charlotte sehingga Lune mengalihkan pandangannya kembali ke Charlotte.
"Bagaimana hubunganmu dengan, Yuri?" tanya Charlotte memberanikan dirinya.
"Hubungan kami berdua selama ini baik-baik saja dan tidak ada masalah yang begitu berarti. Selain itu juga, apapun yang terjadi di antara kami berdua bukan menjadi urusanmu," ucap Lune yang mulai mengarahkan pandangannya ke arah Charlotte meskipun wajahnya masih menghadap keluar Cafe.
"Apa tidak ... tidak ada yang spesial sama sekali?" tanya Charlotte kembali.
"Maksudmu?" ucap Lune pura-pura tidak mengerti dengan maksud yang dikatakan oleh Charlotte.
"Aku sungguh-sungguh, Lune. Apa tidak ada sama sekali?" tanya Charlotte serius.
"Huuhhhh, kau ini ... kalaupun ada maupun tidak, itu semua bukan urusanmu," ucap Lune sembari membenarkan posisi duduknya yang tidak menghadap keluar cafe lagi.
"Tidak bisa begitu juga Lune, karena ... karena ... kalau kau tidak ada perasaan yang istimewa terhadap Yuri, aku ... aku ...," ucap Charlotte sembari menundukkan kepalanya untuk menutupi mukanya yang kemudian memerah karena malu untuk meneruskan perkataannya tersebut.
"Ada," ucap Lune singkat dengan tersenyum kecil sembari memandang wajah Charlotte yang menampilkan ekspresi terkejut.
"Jadi?" tanya Charlotte pendek.
"Benar, ada," ucap Lune singkat tanpa ingin meneruskan perkataannya.
"Jadi, bagaimana sebenarnya hubungan kalian berdua?" tanya Charlotte semakin penasaran dan terpancing dengan perkataan Lune.
Lune pun tidak menjawab pertanyaan tersebut karena pesanan mereka berdua ternyata sudah selesai dan mulai dihidangkan di atas meja. Pada akhirnya, Charlotte pun mau tidak mau untuk sementara waktu menghentikan rasa penasarannya.
"Terima kasih," ucap Charlotte dan Lune hampir bersamaan.
"Selamat menikmati," ucap karyawan cafe tersebut lalu meninggalkan mereka berdua.
"Lebih baik kita nikmati saja dulu hidangan ini," ucap Lune mencoba mengalihkan pembicaraan terlebih dahulu.
"Tapi, aku ingin tahu," ucap Charlotte mendesak Lune.
"Kau jangan bertingkah seperti Lunnaya saja, lebih baik kita nikmati dulu hidangan ini sebelum dingin. Lagipula waktu kita untuk mengobrol dan apabila memang kau ingin tahu, kita masih satu ruangan sampai saat ini, jadi, tenang saja," ucap Lune sembari mengambil gelas minumannya untuk diminum.
"Apa dia serius dengan perkataannya tersebut?" gumam Charlotte bertanya kepada dirinya sendiri.
******
Setelah mengetuk pintu ruangan kerja bosnya dan dipersilahkan masuk, tidak berapa lama kemudian Yuri telah duduk dihadapan bosnya yang sedang memeriksa laporan terkait dengan operasional cafe.
"Tunggu sebentar, Yuri," ucap bosnya.
"Baik, Pak John," ucap Yuri.
John Adams adalah pemilik cafe berumur 65 tahun dan merupakan pensiunan militer. Ia adalah salah satu dari sekian banyak personil yang terlibat dalam peperangan yang terjadi 10 tahun yang lalu. Saat ini ia hanya ingin hidup damai dan mendirikan usahanya sendiri sambil menikmati masa tuanya, tawaran dari militer pusat untuk memimpin pasukan MOP dengan tambahan gaji diluar uang pensiunan pun ia tolak.
"Bagaimana dengan kondisimu sekarang?" tanya John sembari membersihkan kacamatanya dan duduk bersandar di kursi kerja.
"Sudah mulai membaik Pak John, maaf kalau aku terlalu lama beristirahat," ucap Yuri merasa tidak nyaman.
"Hahahahaha ... tidak apa-apa, kau jangan terlalu serius memikirkan hal tersebut, hahahaha," ucap John yang diselingi dengan tawanya.
"Terima kasih, Pak," ucap Yuri merasa lega.
"Sebenarnya aku memanggilmu kesini hanya untuk melihat kondisimu saja, sebab sampai sekarang aku belum bisa untuk datang ke tempatmu, tapi---" ucap John yang tidak menyelesaikan perkataannya karena Yuri langsung menanggapi perkataan bosnya tersebut.
"Tidak apa-apa Pak, kondisiku sudah cukup baik untuk bekerja kembali," ucap Yuri memotong perkataan John.
"Tenang ... tenang ... tapi sebenarnya hari ini aku mau ketempatmu dan berencana untuk mengoperasikan cafe ini hanya setengah hari saja. Tidak aku sangka kau sendiri sudah berada disini," ucap John.
"Daripada aku harus mencari tempat kerja lain lagi karena menolak panggilanmu, mau diapakan lagi," gumam Yuri kepada dirinya sendiri.
Dikarenakan situasi negara yang masih memprioritaskan sektor pertahanan dan keamanan, dan kondisi kota yang ditempati Yuri cenderung terjadi tindakan kriminal, tentu akan mempengaruhi para pengusaha untuk mendirikan perusahaan cabang mereka di kota ini. Sedangkan, usaha pribadi sangat jarang ditemui.
"Tunggu sebentar, aku akan meminta tolong kepada Alicia untuk membawakan minuman untuk kita berdua," ucap John lalu berdiri dan melangkah pergi ke dapur cafe tersebut, dan meninggalkan Yuri sendiri diruangan kerjanya.
"Baik Pak John, terima kasih sebelumnya," ucap Yuri.
******
30 menit telah berlalu, Lune dan Charlotte sama-sama telah menyelesaikan santapan yang dihidangkan untuk mereka berdua. Tidak menunggu lebih lama lagi, Charlotte pun langsung bertanya kembali kepada Lune soal pertanyaan terakhir sebelum mereka makan.
"Jadi?" tanya Charlotte tiba-tiba.
"Jadi apanya?" ucap Lune melempar balik pertanyaan Charlotte dan berpura-pura untuk mengalihkan pembicaraan.
"Hubungan kalian berdua tentunya," ucap Charlotte.
"Ohhh, itu," ucap Lune pura-pura.
"Mengapa kau terus berusaha untuk lari dari menjawab pertanyaan tersebut, Lune?" tanya Charlotte serius karena terus dipermainkan oleh Lune.
"Baiklah, kalau kau memang benar-benar ingin tahu," ucap Lune dengan tatapan serius ke arah Charlotte.
"Apa-apaan dia ini, apa benar ia memiliki hubungan yang spesial dengan Yuri? Lalu, sudah sejauhmana hubungan mereka? Apa yang harus aku perbuat seandainya perkiraanku selama ini benar?" berbagai pertanyaan yang muncul di pikiran Charlotte yang membuat dirinya gugup dengan jawaban yang ingin Lune berikan.
"Sesama saudara angkat tentunya aku sangat menyayangi Yuri, dan aku berpikir Yuri juga begitu kepadaku," ucap Lune mengalihkan jawaban.
"Huhhh!!!!" ucap Charlotte singkat.
"Hahahahahaha ... mengapa kau begitu serius mendengarnya, itu sebenarnya sudah biasa bukan antar sesama saudara, hahahahaha," ucap Lune sembari diiringi tawa.
"Wanita ini, sungguh-sungguh tidak ingin menjawab pertanyaanku dengan serius dari pertama kali," gumam Charlotte sembari menundukkan kepalanya dan menempelkan kedua telapak tangan diwajahnya.
"Hahahahaha," Lune masih tertawa karena melihat tanggapan Charlotte.
"Baiklah, kalau itu memang keinginanmu dalam menjawab pertanyaanku," ucap Charlotte sembari mengarahkan pandangannya ke arah Lune yang akhirnya diam melihat ekspresi yang ditunjukkan Charlotte.
"Apa dia ini sungguh-sungguh akan---" gumam Lune tidak meneruskan sampai benar-benar memastikan apa yang ingin Charlotte katakan kepadanya.
"Kita memang belum cukup lama mengenal satu sama lain, dan waktu yang kita habiskan sementara sejak aku tinggal di tempat penampungan tersebut juga belum dapat aku manfaatkan sebaik mungkin untuk berbicara denganmu," ucap Charlotte serius.
Lune masih berusaha diam untuk memastikan apa yang ia pikirkan agar dapat menanggapi apa yang akan dikatakan oleh Charlotte.
"Aku benar-benar menyukai Yuri, rasa suka tersebut bukan hanya sebatas rekan kerja, melainkan rasa sayang diriku terhadap dirinya. Meskipun Yuri pernah menolak diriku sebelumnya, aku merasa masih ada kesempatan kedua untuk menempatkan diriku dihatinya" ucap Charlotte.
"Apa kau yakin dengan apa yang ingin kau katakan?" tanya Lune.
"Terserah kau mau percaya atau tidak, untuk saat ini aku akan berusaha mengurangi kelemahanku agar tidak selalu merasa canggung dan gugup didekatnya. Sebab, aku belum pernah berhubungan dengan lelaki manapun selain ayahku sendiri, sementara lelaki lain seperti rekan kerjaku sendiri aku tidak pernah merasakan hal yang sama ketika aku bersama Yuri," ucap Charlotte menjelaskan kembali.
"Hhmmm," ucap Lune singkat.
"Terlebih ... lagi ... aku sudah ... memberikan jawabanku kepada Yuri," ucap Charlotte terbata-bata dan mukanya mulai memerah mengingat kejadian tempo hari sebelum dapat meneruskan perkataannya.
"Jawaban?" tanya Lune.
"Be-be-benar ... a-aku sudah memberikan jawabanku kepada Yuri," ucap Charlotte semakin merasa tidak nyaman untuk meneruskan perkataannya.
"Kau memberikan kecupan dibibirnya," ucap Lune spontan yang dibalas anggukan Charlotte.
"Tepat dibibirnya," ucap Lune memastikan kembali.
"Ya ... be-benar, kalau kau bisa menebaknya ... kenapa harus mempermainkan aku untuk mengatakannya," ucap Charlotte yang kemudian menutup wajahnya yang kemerahan dengan kedua telapak tangannya.
Kebisuan Lune dalam mendengarkan pernyataan yang dikatakan oleh Charlotte semakin bertambah, Lune pada dasarnya sudah dapat menebak hal tersebut tapi mengapa ketika Charlotte mengungkapkan perasaannya terhadap Yuri, berbagai kata-kata yang sudah Lune pikirkan tidak dapat keluar dari mulutnya. Selain itu, pernyataan Charlotte yang terakhir lebih membuat Lune semakin tidak tahu apa yang harus ia perbuat.
"Aku harap kau dapat memahami dan mengerti akan situasiku saat ini, dan aku juga berharap kita dapat bersaing secara sportif kedepannya," ucap Charlotte yang mulai memberanikan dirinya kembali meskipun masih menundukkan kepalanya.
Lune masih terdiam dengan berbagai kata-kata yang terus terlintas secara acak dipikirannya, namun itu semua percuma karena Lune sendiri terlihat seperti sedang menghadapi ujian kelulusan dan tidak tahu jawaban mana yang akan diberikan kepada Charlotte.
"Apa kau mendengarkanku, Lune?" tanya Charlotte sebab Lune tidak menanggapinya kembali.
Perkataan Charlotte sebenarnya sangat mudah ditebak oleh Lune, dan menurutnya sebuah ciuman terkadang dan cenderung hanya menjadi pemuas sementara akan suatu hubungan yang belum tahu akan berakhir sampai sejauhmana. Namun, Lune masih terdiam dan tidak terasa air matanya keluar secara perlahan. Sementara, Charlotte terkejut ketika mengalihkan pandangannya kembali ke arah Lune.
"Ahh ... Lune, Lune, ka-kau tidak apa-apa, Lune, kau mendengarkanku," ucap Charlotte terbata-bata melihat Lune sembari berdiri dari tempat duduknya dan memberikan tisu untuk menyeka air matanya.
"Apa yang terjadi padaku? Mengapa aku bersedih karena mendengar pernyataan Charlotte? Hatiku juga mengapa terasa seperti tempo hari sebelum Yuri mengatakan kalau aku cantik?" gumam Lune yang air matanya benar-benar mengalir sampai membasahi kedua pipinya.
"Kau tidak apa-apa, Lune? Apa ada perkataanku yang menyakitimu?" tanya Charlotte bertanya kepada Lune.
"Ada apa ini?" gumam Lune yang masih mencoba untuk memahami perasaan yang sedang kalut di dalam dirinya.
Dikarenakan sudah memasuki jam makan siang, cafe tersebut sudah mulai banyak menerima pelanggan yang ingin mereka nikmati. Tentunya, apa yang Charlotte lakukan tersebut menarik perhatian para pelanggan yang duduk didekat mereka berdua.
"Tidak biasanya aku bersikap seperti anak kecil yang cengeng apabila ada yang mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Charlotte, tapi kali ini hatiku benar-benar sakit dan aku tidak dapat mengontrol jalan pikiranku sendiri," gumam Lune yang masih terpaku pandangannya ke arah Charlotte.
"Ehh-ehh ... maaf, maaf, apabila kami mengganggu," ucap Charlotte kepada para pelanggan yang berada didekat mereka.
"Apa wanita benar-benar tulus mencintai Yuri, sehingga aku sendiri merasa akan kehilangannya. Tapi, mereka juga seperti itu. Mengapa hanya wanita ini saja yang berbeda," gumam Lune semakin kalut akan pemikiran dan perasaan yang ada dalam dirinya.
Pada akhirnya Lune berusaha menguatkan dirinya untuk kembali seperti biasa, sebab tidak biasanya Lune bersikap seperti ini. Sementara, Charlotte sibuk meminta maaf akan tindakan yang mengganggu kenyamanan para pelanggan cafe lain yang duduk di dekat mereka.
"Tenangkan dirimu Lune, jangan membuat dirimu kembali merasa dibawah seperti dulu," gumam Lune kemudian mengambil tisu yang diberikan Charlotte untuk menyeka air matanya kembali.
"Maafkan kami," ucap Charlotte kembali.
"Kau ini, bersikaplah yang sopan agar tidak mengganggu pelanggan yang lain agar mereka tidak kehilangan selera makan mereka," ucap Lune sembari menyeka air matanya yang masih tertinggal dipelupuk matanya.
"Hehh ... Lune, kau tidak apa-apa, Lune?" tanya Charlotte sembari kembali duduk.
"Tenang saja, aku tidak apa-apa. Reaksimu itu terlalu berlebihan saja," ucap Lune sembari memaksa dirinya untuk tersenyum untuk menenangkan Charlotte.
"Apa kata-kataku tadi ... benar-benar menyakiti perasaannya, aduhhh ... bagaimana ini?" gumam Charlotte merasa tidak nyaman.
"Apa kau benar-benar yakin dengan pernyataan yang telah kau katakan kepadaku tadi?" tanya Lune.
Kebingungan Charlotte melihat sikap Lune mulai menghilang sedikit demi sedikit, lalu Charlotte pun memberikan senyuman seperti yakin akan meraih kemenangan ke arah Lune atas pertanyaan yang diberikan sebelumnya sembari mengganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, kita bersaing secara adil," ucap Lune.
"Apa betul yang kau katakan tadi, Lune? Berarti aku sudah mendapatkan izin darimu untuk mendekati Yuri? Apa itu betul, Lune?" tanya Charlotte berkali-kali untuk memastikan hal tersebut.
"Meskipun kau sudah bermain curang dengan memberikan hadiah spesial untuknya," ucap Lune ketus.
"Ma-maaf," ucap Charlotte merasa tidak nyaman.
"Tapi, ada yang harus kau ketahui sebelumnya," ucap Lune.
"Apa itu, Lune?" tanya Charlotte penasaran.
"Aku tadi menyebutkan kita bersaing secara adil bukan ... poin pentingnya adalah kalimat kita, itu bukan berarti hanya kita berdua," ucap Lune dengan serius.
Charlotte hanya bisa terdiam mendengar pernyataan Lune, namun dikarenakan ia sudah menjelaskan kepada Lune mengenai perasaannya terhadap Yuri, mundur tidak akan pernah ada dalam kamusnya sebelum benar-benar menyerah.
"Baiklah, aku tidak mempermasalahkan hal itu, kita lihat saja siapa yang benar-benar akan menang," ucap Charlotte sembari tersenyum seperti pemenang.