Hari ini hari pertama Haneul tidak meminum obat pengurang halusinasinya itu.
Dia akan minum kalau sangat genting saja, karena itu hanya tersisa 4 butir dan jadwal mengambil obatnya masih lama.
Sejauh ini Haneul bersyukur karena Halusinasinya tidak yang macam-macam, masih terbilang aman.
Kemudian ketika Haneul sedang makan bekal dikelasnya Haechan muncul memanggilnya.
"Woy suram, iya, lu dipanggil sama bu Wendy" katanya dari pintu kelas dan kemudian meninggalkan Haneul.
Haneul kemudian langsung minum, membereskan bekalnya yang belum habis sempurna itu dan pergi ke kantor guru walau ia tidak tahu berada dimana.
"AKH!" teriak Haneul yang sampai jongkok dan menutup kedua telinga serta matanya.
Haneul sudah merasakan itu dari awal kelas, ketika dia keluar dan ada bayangan hitam yang sangat menyeramkan mengikutinya.
Kemudian kali ini bayangan itu seperti muncul ingin menerkam Haneul makanya ia terkaget.
Tapi selesai itu semua, Haneul baru tersadar itu hanya halusinasi.
"Ih? Dia kenapa? Gila?" lalu orang-orang mulai membicarakan dan menertawainya.
Haneul bangun perlahan dan berjalan menunduk karena sangat malu.
Terlebih tempat itu terbilang ramai banyak anak-anak sekolahnya karena jam istirahat, Haneul sangat malu.
Coba kalau obat itu tidak terbuang satupun.
"Dari tadi woy, dari awal dia keluar kelas liatin aja gerak geriknya kadang kek ga biasa. Kek diguna-guna ih serem—"
Bug.
*Suara menutup pintu ruangan guru*
"Nah ini dia, kamu mau nyanyi dimana? Disini ramai penuh guru" ucap bu Wendy pada Haneul.
"Terserah ibu aja yang penting cuma ada kita berdua" balas Haneul yang masih malu dan kaget memikirkan kejadian tadi.
"Heum, yaudah di ruangan UKS aja deh semoga gak ada orang" lalu bu Wendy membuka pintu ruangan guru dan memimpin jalan.
Astaga, Haneul masih kebayang dengan halusinasinya.
Setiap dia keluar dari suatu ruangan, halusinasi itu akan menghantuinya.
"Ehh ibuu, bu hati-hati ya sama belakang ibu.
Kayak diguna-guna gitu serem deh dia hahaha"
"Pagi buu"
"Hai orang gila, muka cantik tapi kelakuan kayak orang gila gimana ceritanya si hahah"
"Semua manusia ada kelebihan dan kekurangan, tapi buat lu kayaknya kelebihannya cuma muka lu sisanya gelap semua"
"Hai suram, udah suram jablay lagi gila paket lengkap banget!"
Sesampainya diruangan UKS Wendy langsung mengecek tempat dan Haneul langsung menunduk memegang kedua lututnya dengan nafas yang menggebu-gebu.
Bayangan itu benar-benar menyeramkan, ditambah dengan semua perkataan kasar dari anak-anak sepanjang perjalanan membuat penderitaan Haneul lebih mantap.
"Untung gak ada siapa-siapa" kata Wendy setelah mengecek se ruangan.
"Kambuh ya?" tanya Wendy dan Haneul mengangguk.
Sesungguhnya Wendy ini adalah saudara dari pihak ibu kandung Haneul.
Dan tak seorangpun tahu akan hubungan keluarga besar mereka ini.
Karena Haneul sendiri yang mau ini dirahasiakan, ia tidak mau Wendy menjadi diolok-olok atau dibicarakan dari belakang para siswa atau guru karena dirinya.
Dan karena hubungan keluarga itu makanya Haneul cukup dekat dengan orang ini.
Wendy terduduk dipinggir ranjang "Yaudah ini, lu gak usah nyanyi aja dah ya gw kasih 80 aja" ucap Wendy dengan santai.
"Ett bentar! Ga, gw nyanyi aja biar adil" ucap Haneul memberhentikan tangan Wendy yang hampir menilai itu.
Wendy mengangguk, "Yaudah kalo lu mau mah"
Haneul pun berjalan kedepan arah Wendy dan mulai menyanyikan lagu yang terlintas di otaknya.
Selesai Haneul bernyanyi Wendy menampakan ekspresinya yang cukup kaget, "Gw ga pernah nyangka suara lu yang agak berat itu kalo nyanyi jadi sebagus ini. Keren, unik beda dari yang lain" katanya sembari sibuk menulis nilai.
"Kenapa ga sekalian ikut band aja?" katanya lagi dengan menatap Haneul polos.
Sedangkan Haneul hanya menatapnya dingin, "Lo lupa gw gila?" dan Wendy langsung tertawa kecil.
"Hehe lupa, eh apa kata lo? Gila? Nooooo lu cuma sakit dikit aja ga gila" balasnya sambil membereskan kertas penilaian dan sebagainya itu.
~~~
Disisi lain, Mark berhasil mendapat waktu yang pas untuk mengeledah tasnya sendirian.
Ia sendirian karena berpikir mungkin saja Haneul itu tertutup dengan obatnya apalagi dia masih anak baru disini jadi cukup dia saja yang tahu dan akan merahasiakan obat Haneul.
Ya, ini Mark sendiri juga yang mau mengganti obat-obatan yang jatuh. Karena mau bagaimanapun caranya pasti Yuna tetap tidak akan mengganti obat itu.
Diganti kagak, ribet + jadi makin drama iya.
Mark sudah paham sekali dengan Yuna yang sudah menjadi temannya sejak dari lahir.
"Astaga beneran gw minta maaf banget Haneul, tapi gw harus lakuin ini" katanya yang tak enak sembari mencari obat-obat itu.
Dan akhirnya Mark menemukan obat itu, iapun segera mengeluarkannya dari kantung yang menyelimuti ketiga obat ini.
Lalu kemudian ia cukup kaget karena ternyata obatnya banyak ada 3 macam juga ukurannya besar-besar.
Yang membuat Mark jauh lebih kaget itu adalah karena obat ini racikan ayahnya sendiri.
Ayahnya bekerja sebagai psikiater.
"Woah" katanya yang masih mematung sambil menutupi mulut yang terbuka dengan satu tangannya karena kaget.
"Jadi, ternyata Haneul yang papa suruh buat gue jagain?" katanya yang masih kaget dan tak percaya sembari menatap semua obat itu dengan teliti.
Kemudian ia langsung mengeluarkan ponsel dari kantung celananya dan memfoto semua obat itu, menyimpannya cepat dan meninggalkan kelas sebelum Haneul datang tiba-tiba.
Mark masih menatap obat itu dengan seksama dari ponselnya sampai ia tak peduli dengan pandangan jalan yang kemudian
Bugh!
"Eh, maaf maaf" ternyata yang ditabrak itu Haneul.
"Ehh salah gw bukan lo, gw maen hp pas jalan jelas salah gw. Lo gakpapa kan? Gaada yang sakit?" tanya Mark sembari menatap Haneul dengan sedikit khawatir karena memang salah dia yang menabrak Haneul begitu saja.
Haneul menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis agar Mark tak merasa bersalah, "Ga kok ga tadi tabrakannya juga biasa aja hehe, yaudah gw duluan ya" lalu Haneul pergi meninggalkan Mark.
Anak itu terlihat dingin dan cuek, tapi sebenarnya tidak. Tersenyum dengan tipis saja membuat Mark meleleh ditempat, bagaimana kalau anak itu tersenyum lebar dan tertawa?
Lalu kemudian satu siswa dibelakangnya menepuk bahu Mark membuatnya sedikit kaget, "Hati-hati sama dia, dia gila"
Mark langsung mengerutkan alisnya dan menghadap siswa itu yang bernama Soobin.
"Maksud lu apa?" tanya Mark yang bingung.
"Tadi dia dipanggil bu Wendy, pas di lorong gak ada apa-apa gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba histeris sendiri sambil jongkok nutup telinganya terus merem gitu kayak ketakutan" jelas Soobin.
Mark masih terdiam, karena itu Soobinpun memeragakan gerakan Haneul tadi agar jelas.
"Bener? Dia kayak gitu tiba-tiba? Gak ada yang goda dia atau bully dia kah?" tanya Mark memastikan dan Soobin mengangguk cepat.
"Bahkan dari dia keluar kelas aja, murid yang dibelakangnya ngerasa dia tuh emang aneh aja gitu ga kayak murid biasa terus klimaksnya ya itu pas dia jongkok ketakutan" tambah Soobin.
Mendengar itu, mungkin aja obat yang kekurangan itu obat pengurang halusinasi karena Mark tadi tidak sempat mengecek yang mana obat yang ditumpahkan Yuna.
"Oh oke makasih bro" seru Mark sembari menepuk pundaknya dan sedikit berlari meninggalkan Soobin.
Sekarang yang ia mau lakukan adalah pergi ke tempat sepi, menelfon ayahnya lalu menceritakan semua kejadian itu.
"Hm, feeling papa dari awal tuh papanya Haneul emang ga baik. Cuma ya gitu pasang topeng aja kalo di luar terus jadi keliatan sok baik sok care segala macem, yaudah nanti papa chat dia suruh ke rumah aja lah ya..." - papa Mark Lee.