Apakah kamu pernah dengar laki-laki tebar pesona. Yah jenis laki-laki yang membuat delusi kepada perempuan. Mereka berkemampuan membuat para gadis merasa di istimewakan. Apabila mendapatkan hati perempuan yang di incarnya maka dia akan pergi menjauh, menanti tantangan yang lebih menarik muncul.
Sekarang!
Seorang cowok yang seingat ku belum pernah kutemui sebelumnya, melambaikan tangannya sambil melempar senyum yang entah apa maknanya.
Secara penampilan, dia orang yang bermodal tampang. Kubalas senyum itu dengan terpaksa, berbeda dengan yang diperintahkan oleh otakku, senyum yang terukir di wajahku masih menarik. Dia mempercepat langkah kakinya yang panjang.
'' Kamu Rilian kan?'' tanya cowok itu ramah, setelah berada lebih dekat denganku. Ternyata ketika lebih dekat, dia lebih tinggi dari dugaan. Rambutnya yang ikal berwarna kecoklatan terlihat sangat halus. Saat dia berbicara ada lesung pipi yang dalam di antara dagunya. Warna kulitnya pun putih bersih warna yang sangat cantik.
Cih. Sungguh mirip dengan indikasi penakluk. Aku yang kesal, memilih mencaci dalam pikiran saja.
'' iya..kamu siapa ya?'' tanyaku balik
" ... '' dia tidak menjawab.
''..... '' aku melihat kearahnya. Nampaknya pikirannya kemana-mana.
kalau tidak mau bicara silahkan pergi doaku.
''... Oh namaku sandi'' jawabnya akhirnya
Apaan sih?... Nggak jelas upatku lagi dalam hati
Aku tetap bertampang manis. Menunggu kelanjutan pembicaraan ini dengan malas.
'' kamu cantik deh'' puji sandi
''.... '' aku menaikan alisku
Ini bukan hal yang jarang terjadi, maksudku, aku memang cantik. Aku tak merasa terganggu dengan pujian macam ini, tapi aku bisa membedakan mana pujian yang jujur mana yang bohong.
Cowok ini memujiku tanpa kesungguhan di dalamnya. Bola matanya memperlihatkan ketidaksungguhan perkataannya. Kalau saja ada lie detektor pasti sudah tersengat listrik pertanda omongannya tak sama dengan pikirannya.
Aku mengehela napas tanpa ketahuan.
''Pembohong'' ujarku sangat lirih sampai tak ada bunyi. mataku menolak melihatnya memilih berbelok arah, senyum yang terpasang, sekarang tidak seukuran. Tidak seimbangan. Terbentuk senyum sinis karena jijik.
Cowok ini salah satu spesies itu. Pribadi yang ingin menaklukan hati perempuan yang sangat perasa.
''.... ''
Ah. Gawat . Aku mematung. Aku terlalu terperosok dalam perasaan enggan untuk menjawab. Cara yang tepat untuk menaklukan tipe yang beginian yaitu dengan bertindak seakan-akan menyukainya.
'' terima kasih'' kujawab dengan suara yang lembut dan hangat sambil terus tersenyum seakan-akan aku menyukainya. Sungguh melelahkan.
Senyum terus kupasang, sampai otot wajahku pegal.
'' aku pergi dulu ya'' ia ikut tersenyum kemudian balik badan lalu pergi. Dia pasti bosan dengan responku. Syukurlah.
aku memperhatikan punggungnya yang menjauh. Setelah cukup jauh, giliran ku membalikan tubuhku. Sambil berdecak aku berbicara begini
'' cih, dasar Playboy''
Aku melangkah menuju kelas, alangkah baiknya Zahra sekelas denganku, kehadirannya yang manis cukup menghilangkan rasa getir yang ada di lidahku sekarang.
" Aku ingin ke kelas Zahra, tapi...'' Rilian membalikkan badannya lagi, sosok sandi masih kelihatan. Setelah membuat keputusan dengan langkah gontai ia berjalan di belakang sandi yang semakin jauh.
..................
Kulambaikan tanganku sambil menyahutkan nama Zahra, sekitar tiga kali mengulang tanpa hasil yang diharapkan aku pun menyerah dan perlahan melangkah mundur.
Rilian tidak ingin membuat kebisingan di depan kelas orang lain.
" Hm.. dia fokus sekali sampai tidak sadar sekitarnya'' ujar Rilian dengan lengan yang perlahan turun.
Selagi Rilian membalikkan tubuhnya bersiap pergi, seseorang menepuk pundak Zahra memberitahu sahabatnya telah datang.
" Ra, kamu tidak dengar apa? Dia sudah manggil kamu berulang kali ''
'' apa?'' Zahra sedang sibuk dengan hpnya
Telunjuk Dean menunjuk ke arah Rilian yang berencana pergi.
'' oh!'' mata Zahra membesar bagai kucing menargetkan mangsa
Dean mendongakkan bahu, lalu kembali duduk untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya.
Sambil menggebrak meja, Zahra yang seperti anak kecil yang menantikan ayahnya pulang, dengan langkah yang sedikit terburu-buru bersama dengan segudang cerita yang harus disampaikan bergegas keluar merangkul Rilian.
'' Yo!'' sapa Zahra
" O..oh ... Zahra '' senyum Rilian mengembang
'' maaf ya, aku nggak dengar kamu manggil, untung temanku kasih tau. Tau kan kupingku bermasalah hehe''
Mendengar kata telinga membuat senyum Rilian meredup. Zahra menepuk mulutnya karena berucap hal yang tabu.
" Ah sudahlah, tuh kan hilang senyumannya'' celoteh Zahra sambil mencubit wajah Rilian sedikit.
'' tapi, pendengaranmu nggak akan bermasalah.. jika kamu bukan temanku, kamu sial karena berteman dengan orang gila''
Zahra diam, namun disudut hatinya ia merasa itu benar, namun di lain sisi ia merasa bahwa hilangnya separuh pendengaran adalah penembusan dosanya.
'' kalau kamu merasa bersalah terus aku bisa marah lagi loh''
Rilian menunjukan wajah khawatir yang membuat Zahra tertawa kecil.
" Dari pada itu, aku pengen kasih tau kamu sesuatu nih Lian''
Rilian mengangguk dan menunggu kelanjutan dari Zahra. Zahra memberikan isyarat kepada Rilian untuk mendekatkan telinganya ke arah mulutnya.
'' aku punya orang Kusuka...'' bisik Zahra
" Oh..oh? Benarkah?'' wajah Rilian perlahan pucat, ada perasaan gelisah menyerang perasaannya, namun dengan cepat ia mengatur ekspresi wajahnya.
" Siapa? ''
" namanya farik dia mirip agak sama kak Rowan loh, aku pengen dekat sama dia tapi aku malu Lian.. gimana ya? aku juga nggak tau apa dia tau namaku atau nggak, kami cuman ketemu 2 kali '' sambung Zahra dengan wajah malu-malu.
Perasaan gelisah kembali muncul. Setelah mengatur napas berulang kali tanpa ketahuan. Rilian mengatakan sesuatu yang harus di sampaikan layaknya seorang sahabat.
'' mau ku bantu? Aku yakin kalian bisa dekat, kau punya kelebihan sendiri Zahra, si Farik itu pasti juga akan menyukaimu''
Wajah Zahra sumringah
" akan terus kubantu, sampai kalian pacaran nanti'' lanjut Rilian
Bak menyiram kayu yang terbakar hebat dengan air, muncullah asap yang kemudian mengepul. Asap itu membuat satu ruangan dalam jiwa Rilian menjadi putih, sehingga sulit bernapas.
Tanpa ketahuan seperti biasa dengan sempurna Rilian menyembunyikan kekhawatiran apabila suatu hari nanti ia akan dinomor duakan oleh satu-satunya temannya.
'' janji ya mau nolongin, aku janji juga deh kalau aku pacaran nanti nggak akan berubah, kita tetap akan sama-sama Seperti sekarang.''
Mendengar itu ada sedikit kelegaan pada hati Rilian yang khawatir.
Bel masuk tiba-tiba berbunyi, dengan timing begitu tepat sambil melepas rangkulan Zahra dengan perlahan Rilian pamit kembali ke kelasnya.
'' janji ya!" kata Rilian sambil terus melambaikan tangannya iringi senyum yang bersinar
Zahra kembali masuk ke dalam kelas,lalu kembali duduk di bangkunya Seperti semula.
" Ra, kamu masih temenan sama tuh orang? Tanya Dean yang bangkunya terletak disamping Zahra namun terpisah oleh satu bangku murid lainnya.
Zahra hanya melirik sebentar lalu membiarkan pertanyaan yang dilontarkan Dean tanpa jawaban.
Dean merupakan teman Zahra sejak TK bahkan Sekolah Dasar, mereka berbeda sekolah saat SMP dan kebetulan satu sekolah saat SMA.
'' Kau ikut di gosipi tau.. aku lelah mendengar mereka bergunjing saat kau tak ada disekitar mereka'' tambah Dean
Zahra yang duduk mengarahkan tubuhnya ke arah Dean bersiap merespon ucapan Dean kali ini
'' Kau percaya gosip itu ya?'' Zahra balik bertanya
Dean diam. tentu saja meski dirinya tidak percaya orang yang terus membicarakan hal yang sama berulang-ulang tentu sedikit banyak membuat orang lain iku berpikir.
'' selama ini tidak, tapi dia benar-benar berbeda saat bersamamu'' jelas Dean lagi
Zahra mendengar lalu berkomentar
'' Kau mengenal Rilian lebih dulu dari mereka, dan aku lebih tau lebih dalam tentang Rilian. Tak bisa ku pungkiri kalau aku juga khawatir dengan gosip yang menyebar 2 tahun ini"
''....''
'' tapi, aku mengenal Rilian jauh lebih lama dari mereka, dan kau mengenalku lebih lama dari aku mengenal Rilian, kau jelas tau kalau aku bukan seperti yang di rumorkan'' Zahra memberikan ekspresi penuh keyakinan
Dean hanya mengangguk, tanpa respon balik, percakapan itupun berakhir, keduanya kembali pada kegiatan awal sembari menunggu guru yang datang mengajar.