napas Rilian tertahan melihat hpnya mengeliat-liat minta di angkat. Benda itu terus bergetar dan membunyikan lagu panggilan masuk berulang kali, namun sejak melihat layar yang menampakan foto Profil wajah Sandi, Rillian langsung kurang minat sehingga membuatnya malas mengangkat.
Sebuah pesan masuk membuat dirinya berubah pikiran.
'' manusia curang menggunakan Zahra sebagai ancaman'' desis Rilian
Kemudian dengan perasaan tidak menyenangkan menyangkut di hati, Rilian menerima panggilan tersebut.
" Gua tanya Zahra jam berapa dia bisa..'' panggilan tersebut diakhiri.
Sesuatu menghambat Rilian untuk menarik napas, wajahnya sedikit panas dan darah yang dipompa oleh jantung miliknya bedegup lebih cepat, ia merasa gelisah.
''. .. haah.. kenapa suaranya kayak penyiar radio begitu'' dengan perasaan aneh yang melekat, Rilian segera menghubungi Zahra.
Di tengah kegiatan perencanaan yang serius, sesuatu kembali bernostalgia di telinga Rilian membuat Rilian segera menepuk jidatnya karena hal yang terlintas itu.
'' apaan sih Lian, kayak nggak pernah ditelpon cowok aja''
'' ah.. kenapa nggak buat group chat aja ya?'' sambung Rilian, sambil menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal Rilian menyayangkan pilihannya.
Setelah mengirim sebuah ajakan kepada Zahra, kini Rilian menunggu balasan dari Zahra.
Ding sebuah pesan masuk
'' mau dong, bisa bisa! Agak siang aja gimana Lian? Jam satu atau dua lah, aku pilih jam 2 sih ''
'' oke semoga lancar ya hehe'' balas Rilian
Setelah membaca kesiapan Zahra tanpa pertimbangan lebih lanjut Rilian menyampaikan kesediaan temannya tersebut kepada Sandi.
Setelah semua beres diatur, Rilian meringkuk di atas kasur dengan keadaan sedikit risau untuk hari lusa.
..................
Sekarang pukul 13.00 WIB hari Minggu
Anroy melihat keadaan nonanya yang tidak siap, padahal sejak pagi ia sudah sibuk berkutat dengan rencana hari ini.
'' Nona, udah pukul 1. Kenapa anda belum siap-siap?'' tanya Anroy yang menerawang kegiatan Rilian yang belum ada kemajuan
'' tiba-tiba nggak mau pergi, kenapa ya?'' ujar Rilian yang memberikan ekspresi tidak mengerti berlebihan ke arah Anroy.
Anroy merespon hal tersebut dengan senyum sama anehnya.
'' nona, ini demi nona Zahra , ayolah bergerak dari sana''
Kasur itu sudah di tindih oleh Rilian selama 2 jam. Seperti batang besi yang dipanasi, mudah untuk digerakkan begitu keadaan Rilian mendengar kata Zahra.
" Bantu aku bersiap An''
''tentu saja nona''
Anroy menyisir rambut Rilian dengan teratur, rambut kemerahan yang dimiliki Rilian sungguh unik untuk orang-orang di kota ini, dikota ini kebanyakan rambut berwarna hitam atau kecoklatan namun kemerahan sedikit sekali.
'' nona apakah rambut nona mau di ikat?''
Rilian yang tidak keberatan hanya menerima saja hal yang di berikan padanya.
'' ikat tinggi, soalnya hari ini panas. Siapkan topi untukku juga''
Anroy menjawab dengan sebuah kedipan yang bergerak bersama anggukan kecil.
Rilian menggunakan baju berwarna putih pendek ditambah dengan jaket jeans berwarna putih kebiruan yang panjangnya sebatas paha dengan tangan jaket dapat menutupi punggung tangan namun tidak menutup jemari, untuk setelan celana ia memakai model rok-celana sebatas lutut berwarna hitam. Rambut yang diikat dengan tinggi tadi di tutup oleh topi berwana putih hanya menyisakan poni dan rambut yang jatuh dari sisi kanan dan kiri wajah.
Rilian bercermin memperhatikan dirinya yang masih kekurangan sesuatu.
'' oh mana cincin dan kalung anggota keluarga Sae? Aku bukan kesekolah jadi hari ini akan kupakai" Rilian berhadapan dengan cermin memeriksa dengan sigap penampilannya.
Anroy tidak menjawab
'' Anroy Jean De, berikan padaku'' perintah Rilian
'' ... Baik''
Anroy mengeluarkan benda yang diinginkan remaja 17 tahun itu memasukan cincin berwarna silver pada jari Rilian dan memasangkan kalung dengan model Gothic berwarna hitam dengan bahan kain yang lembut dengan hiasan relung paku berwarna biru muda menggambarkan bunga hydrangea.
Dengan pandangan yang dalam ia memperhatikan Rilian penuh prihatin.
'' Nona, apakah gerangan yang membuat anda menggunakan benda-benda ini lagi''
Rilian diam sebentar lalu memberikan isyarat mendekat kepada Anroy, kemudian mendekap sosok orang tersayang tersebut.
'' ... Jangan bertanya, kepalaku sakit hari ini panas sekali'' kata Rilian
Anroy kembali bungkam, Rilian menguatkan pelukannya, lalu berkata lagi dengan suara yang halus.
'' tutuplah pintu ketika aku pergi. Nanti aku pulang jam 6, siapkan makan malamku juga, aku pergi ya'' tambahnya
Kemudian pelukan itu dilepaskan perlahan, menyisakan rasa hangat pada hati seseorang yang memeluk.
Rilian bergerak ke arah pintu, tubuh Anroy beraksi dengan sikap Rilian dengan spontan Anroy membeberkan pemikirannya.
" Nona saya antar ya'' bujuk Anroy
'' jangan. aku nggak mau diperhatikan karena wajahmu yang keterlaluan tampan itu''
Anroy terkekeh
'' sini saya pasangkan sepatu anda''
Ujar Anroy
setelah dipasangkan sepatu, Rilian berjalan menuju tempat yang janjikan.
Sepasang mata miliki Anroy memandang tapak belakang orang yang penting yang makin lama semakin sulit untuk dilihat secara jelas, mengecil lalu lenyap.
Rumah kecil itu akan kembali kosong, ganggang pintu warna hitam itu di tarik menimbulkan bunyi ketika badan kunci bertemu dengan celah kecil yang ada pada bagian pinggir pintu, Sesudah pintu itu tertutup dan terkunci dengan baik, Anroy berangkat agar bisa menyiapkan kebutuhan petang dan pagi esok.
....
Rilian tinggal menyebrangi lampu merah di dekat sekolah dan akan sampai dalam beberapa puluh langkah. Zahra mengabari bahwa sudah berada ditempat, menunggu di depan Family Cafe, maka dari itu karena takut Zahra sendirian di sana, ia jadi Buru-buru.
DUGH, Rilian menabrak seseorang yang berpapasan dengannya saat menyeberang, begitulah kalau seseorang Rilian semakin panik semakin ceroboh ia.
'' maaf kak''
Saat bermaksud pergi pergelangan tangan Rilian ditahan oleh laki-laki bertumbuh tinggi tersebut.
'' tunggu!'' cegat Laki-laki itu
'' maaf kak, tapi bisakah anda lepaskan saya rasa itu cukup menyakitkan ''
''... ''
karena tidak di tanggap baik Rilian mulai risih.
'' ... Maaf kak, saya harus cepat pergi'' ia menepis tangan itu tanpa melihat ke wajah orang tersebut, kemudian semakin cepat menuju Zahra
Pemuda itu berdiri melihat Rilian yang menjauh.
'' Dia Rilian ya kan?''
Sesuatu Bergetar dari dalam kantong celana pemuda itu, ternyata hpnya menerima panggilan.
'' Zain Lo dimana, kita mau nyambut kepulangan Lo nih, buruan !''
'' ya, bentar! Bentar lagi nyampai juga '' telpon itu kemudian diputuskan oleh Zain.
Pembicaraan itu selesai, namun Zain kembali memutar arah pandangannya ke sosok yang tadi menabraknya. Ada perasaan untuk memastikan namun karena ragu, akhirnya ia tidak berbuat apa-apa.
'' ... Hah.. apaan sih Zain''
Zain mulai bergerak dari sana kearah yang berlawanan