Ini adalah hari libur terakhir, namun tidak ada yang berubah dari keseharian Dani. Ia tetap bermalas-malasan seperti biasanya. Bangun siang dan menghabiskan waktu dengan bermain PS dan menonton televisi.
Dani bangun jam sebelas siang saat perutnya merasa lapar. Ia turun ke dapur, memeriksa kulkas, dan memasak masakan sederhana dalam porsi kecil. Tempura dan oseng kol pedas.
Untuk urusan memasak, meski tidak begitu piawai, Dani bisa beberapa menu sederhana. Dibanding membeli makanan di luar, Dani lebih sering memasak sendiri. Jika sedang malas memasak, minimal ia akan merebus mi instan. Mi instan adalah menu wajib yang harus siap sedia di dapur, karena ia tidak tahu kapan akan malas masak dan kapan ingin makan mi instan.
Setelah ibu dan adiknya meninggal, Dani hanya tinggal berdua saja dengan ayahnya. Tanpa pembantu rumah tangga, mengharuskannya mandiri dan belajar mengurus semuanya sendiri.
Saat mulai bosan dengan menu mi instan dan ingin mencoba sesuatu yang berbeda saat berada di rumah, Dani mulai mencoba hobi barunya memasak. Ibunya sangat pandai memasak dan seharusnya ada DNA bakat memasak sedikit yang diturunkan padanya.
Terlalu asin, gosong, dan terlalu berminyak adalah cita rasa khas produk-produk gagal dari masakan Dani.
Itulah awal pelajaran memasaknya.
Yakin setidaknya ia memiliki 5% DNA bakat memasak ibunya karena rajin membantu ibuidi dapur, Dani terus mencoba. Itu tidak sulit, karena ia hanya pelu gagal sebanyak 10 kali dalam sehari dan memecahkan setengah lusin piring. Hari selanjutnya ia sudah lihai dalam menakar dan mencampurkan bumbu untuk menciptakan rasa.
"Halo!"
Dani mengangkat sebuah panggilan dari nomor baru yang masuk. Begitu mendengar suara di seberang sana, Dani menghela nafas. Janji temu siang nanti sekitar pukul 14.00 telah disepakati. Pertemuan kesekian untuk alasan yang sama. Meski bukan target, Dani merasa seolah sedang diteror.
Masih ada banyak waktu kosong sebelum pukul 14.00.
Dani mengumpulkan pakaian kotornya dan memasukkan ke dalam mesin cuci. Sembari menunggu mesin berhenti bekerja, ia menghabiskan waktu dengan duduk di depan televisi.
Tiga hari lalu ayahnya pulang. Setelah menginap selama dua malam di rumah, ayah pergi lagi pagi-pagi sekali. Keluar-masuk kota adalah salah satu tugas yang diberikan perusahaan untuk ayah Dani. Dani tidak pernah protes atau merengek. Toh berkat penghasilan dari pekerjaan ayahnya ia masih bisa makan, masih bisa melanjutkan sekolahnya, dan selalu mendapat uang jajan tepat waktu.
Setiap kali ayahnya pulang ke rumah atau ketika mendapat hari libur, hal rutin yang akan dilakukannya adalah merapikan rumah. Bersama-sama, seharian penuh ayah dan anak itu akan merapikan rumah sampai ke sudut dan kolong-kolong tersembunyi. Memotong rumput, mengganti seprai dan gorden, mengepel, sampai membakar sampah.
Hari yang melelahkan kemudian ditutup dengan pamer kemampuan memasak Dani. Menyiapkan menu khusus untuk ayah. Biasanya ayah akan memprotes rasa masakan Dani yang terasa aneh secara terang-terangan.
Tidak peduli berapa kali ayah berkomentar tentang rasa masakan buatannya, Dani selalu menanggapi dengan kalimat yang sama.
"Ini lebih baik dari yang terakhir kali."
Meski jarang bertemu karena kesibukan pekerjaan ayah, dan Dani yang tinggal di asrama, keduanya tetap memiliki hubungan ayah dan anak yang baik. Mereka tetap bisa tertawa, menghabiskan waktu berjam-jam untuk membersihkan rumah, bercerita, dan mendengar omelan ayah.
Duka mereka setelah kehilang anggota keluarga tidak akan bisa digambarkan dengan apa pun. Saat seseorang menyebut kata keluarga, akan ada bagian yang kosong di sana. Bagian yang tidak akan bisa bisa terganti.
Meski berduka, meski terasa sakit, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mengenang dan hidup baik-baik saja. Seperti itulah seharusnya mereka hidup.
*****
Untuk kesekian kalinya tatapan Dani tertuju pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Ini sudah lewat 15 menit dari waktu yang dijanjikan.
Dani sering mendengar bahwa membuat seorang pria menunggu adalah trik, daya tarik. Tapi ia tidak dalam hubungan seperti itu sehingga membuatnya menunggu selama 15 menit adalah membuang-buang waktu. Sekali lagi, karena dia bukan targetnya dan yang memaksa ingin bertemu adalah anak itu.
Jus dalam gelas Dani sudah hampir habis, tangannya juga mulai lelah karena selama menunggu ia hanya bermain game di gagetnya tapi anak itu tetap belum juga menunjukkan batang hidungnya.
Dani akan menunggu lima menit lagi. Jika anak itu tidak juga datang ia akan segera pergi. Tidak peduli apa.
Enak saja, anak itu yang memaksa ingin bertemu tapi Dani yang harus menunggu. Anak itu yang menentukan waktunya tapi datang begitu terlambat. Jika bukan karena diteror, Dani tidak akan menghabiskan waktunya untuk Tuan Putri menyebalkan itu.
"Maaf, maaf aku terlambat." Orang yang Dani sebut-sebut sebagai Tuan Putri akhirnya menampakan dirinya. "Motorku baru datang soalnya dipakai kakak ambil pakaiannya di tempat laundry."
"Iya enggak apa-apa. Aku juga baru datang kok." Emosi Dani sebelum dan sesudah Tuan Putri datang sangat bertolak belakang.
Menjadi perempuan memang anugerah yang luar biasa. Meski sudah membuat laki-laki membuang-buang waktu untuk menunggu, dengan satu kata 'maaf', wajah menyesal, dan ditambah alasan yang walaupun tidak masuk akal, ia akan termaafkan. Seolah tidak terjadi apa-apa.
Dani bisa bilang alasan Tuan Putri tidak masuk akal karena menurut sepengetahuannya, di rumah Tuan Putri selalu ada 2 motor dan 2 mobil yang menganggur terparkir rapi di garasi. Dan lebih tidak masuk akal karena ada tukang cuci yang dipekerjakan di rumah, tapi kakaknya masih me-laundry pakaiannya.
Amelia Pratiwi adalah nama asli Tuan Putri. Untuk dijuluki Tuan Putri, Amelia mempunyai cukup kelayakan baik dari segi fisik maupun kepribadian.
Amelia memenuhi kriteria cantik versi umum. Tinggi badan semampai, kurus, dan berkulit putih. Rambut hitam, tebal, jatuh, lurus, panjang. Bentuk wajah oval, hidung mancung, dan bibir tipis.
Kepribadiannya yang menyebalkan juga memenuhi kriteria Tuan Putri. Manja, merasa yang terbaik, berpikir bahwa dia adalah pusat dunia, dan harus selalu mendapatkan apa yang diinginkannya.
Berpikir bahwa segala yang diinginkan akan selalu bisa didapatkan adalah kepribadian yang paling tidak bisa Dani tahan. Kepribadian itu membuat Amelia tidak tahu kapan saatnya ia harus berhenti. Kepribadian yang juga membuatnya merasa terteror. Tapi anehnya, apa yang Amelia inginkan memang selalu bisa ia dapatkan. Itu kemungkinan utama yang menjadi penyebab ia besar kepala dan terlalu percaya diri.
"Ini!" Amelia menyodorkan hadiah yang dibungkus rapi dan dihias pita merah di atasnya.
"Eh, apa ini? Aku enggak ulang tahun loh."
Amelia tertawa pelan. Terlihat imut bagi kaum Adam tapi menggelikan bagi kaum Hawa.
"Bukan buat kamu tapi buat Ken." Amelia cepat menepis khayalan Dani. Dan sekali lagi, dari awal Dani memang bukan targetnya. "Ah, yang ini buat kamu." Amelia menyodorkan satu kotak lagi. Kali ini tidak dibungkus.
Jam tangan. Dani sudah bisa menebak isinya saat melihat kotaknya. Dan saat dibuka, benar jam tangan. Jam tangan kelas 3.
Saat Ken mendapat hadiah dari Amelia, Dani juga pasti akan kebagian barang yang sama. Jenis barang yang sama namun dengan kualitas yang berbeda. Dani sering mengomel mengenai kepribadian lain dari Amelia yang juga menyebalkan ini.
Kenapa harus memberikan jenis barang sama padanya jika kualitasnya jauh berbeda. Kenapa Amelia bersikap seterang-terangan itu seolah berkata 'itu karena Ken istimewa dan kamu bukan siapa-siapa.'
"Terima kasih," ucap Dani berusaha terdengar setulus mungkin.
Alasan kenapa Dani merasa terteror dan membenci kepribadian Amelia yang tidak tahu kapan waktunya harus berhenti karena gadis itu masih juga bersemangat mengejar Atmaja Ken meski Ken telah bilang 'tidak' berulang kali.
Dani tidak mengerti kenapa Ken bisa dengan mudahnya menolak gadis secantik Amelia Pratiwi. Pernah terbesit dalam benaknya Ken tidak menyukai perempuan, tidak normal. Tapi semudah pemikiran tentang penyimpangan Ken terbesit, semudah itu juga tertepis.
Dani sangat yakin sahabat sekaligus rivalnya itu normal setelah melihat Ken tidak berkedip selama 3 menit saat melihat wajah Nabilah JKT48 di televisi. Seketika itu juga Dani membatin, 'jadi yang seperti ini selera gadis yang Ken sukai' dan langsung sujud syukur karena temannya itu ternyata tidak menyimpang.
Tapi toh Nabilah dan Amelia Pratiwi memiliki kecantikan paras sebelas-dua belas, tidak jauh berbeda. Tapi Ken tetap saja tidak tergoda. Ken bilang dia ingin mempunyai pasangan yang bisa diajak berkelahi dan berdebat. Bukan yang harus selalu dilayani seperti Tuan Putri.
"Kenapa?" Amelia bertanya ketika menyadari ekspresi wajah Dani berubah.
"Sudah berapa kali kubilang, kalau mau memberi sesuatu lebih bagus serahkan langsung di depan orangnya. Lagi pula Ken..."
"Berhenti menjulukiku dengan panggilan Tuan Putri kalau aku enggak bisa meluluhkan hati Ken." Amelia memotong perkataan Dani dengan kalimatnya yang super percaya diri. "Lagi pula ini bukan hadiah biasa. Ini hadiah ulang tahunnya dua minggu lagi. Karena Ken di asrama, terus aku juga enggak bisa pulang karena kuliah, jadi aku titipin ke kamu, oke?"
"Bukan itu masalahnya," Dani memberi jeda "Masalahnya karena jadi mak comblang itu menyebalkan," tambahnya dalam hati.
Agar Ken mau menerima hadiah dari Tuan Putri, biasanya Dani harus merayu Ken mati-matian lebih dulu. Harus berdebat panjang lebar lebih dulu. Bersikap memelas dengan memasang ekspresi paling merana sejagat raya. Jika dikembalikan Tuan Putri akan mengomelinya lebih panjang-lebar, memaksanya memikirkan cara agar Ken mau menerima pemberiannya, berjanji akan meneraktirnya jika berhasil.
Kali ini Dani akan menolaknya. Ia sudah bersiap menolak permintaan Amelia dengan kalimat yang sudah ia atur di ujung lidahnya.
"Tolong, ya!" Amelia memasang ekspresi memelas, tak berdaya.
Dani sudah membuka bibirnya untuk menyebut kata 'tidak,' tapi kepalanya justru mengangguk.
"Makasih." Mendadak wajah Amelia kembali semringah dengan angkuh. "Nanti kamu kasih pas tengah malam, ya. Pokoknya jangan sampai lewat atau kurang. Pokoknya harus diterima hari itu juga. Pokoknya dia harus terkesan," tambah Amelia memberi perintah seenaknya.
"Iya." Meski yakin Ken akan langsung melempar kotak berpita merah itu ke tong sampah tanpa peduli seberapa mahal isi hadiahnya, Dani tetap menyanggupi.
"Oke, terima kasih. Kalau begitu aku pulang dulu, ya. Dah!"
Amelia melenggang pergi begitu saja. Bahkan janji akan mentraktirnya tidak sekalipun pernah ditepati.
'Itu karena Ken istimewa dan kamu bukan siapa-siapa,' Dani terngingang suara Amelia.
Setelah Tuan Putri tidak terlihat lagi, senyum yang Dani manis-maniskan luntur perlahan. Ia bahkan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dengan kasar dan memaki-maki dirinya sendiri. Kenapa dia bisa berteman dengan orang sediktator itu. Dani menyesalkan keakrabannya dengan Amelia yang sebelumnya ia kira anugrah.
Anugrah yang berubah menjadi musibah.
Dani tidak habis pikir kenapa susah sekali menolak permintaan gadis itu. Susuk apa gerangan yang dipakainya.
***