Bersamaan dengan itu, Luhan langsung menyatukan pikiran Irene yang teracak tadi. Walaupun samar- samar, terputus dan berupa kelebatan memori yang terputar kembali. Namun Luhan bisa melihat ke memori ketika Irene menatap kejam ke seseorang bermata biru keruh berkepala pelontos dan membelah tubuh mungil itu dari kepalanya, beserta rencana Irene mengenai maksud dari tujuannya memberikan hadiah itu
Luhan dengan cepat menahan benda itu, namun telepatisnya meleset sampai benda dari dalam kantong itu terlempar keluar jatuh ke tanah dan memantul sekali sebelum berguling ke arah Chanyeol. Dan Chanyeol bahkan semua menyadari benda apa itu, itu kepala, kepala Asher.
Beberapa Force memalingkan wajah, beberapa melihat benda itu dengan perasaan mual dan beberapa melotot melihat itu dengan rasa tidak percaya dengan apa yang dilihat. Sedangkan Luhan dengan tangan yang masih diudara tercengang dan kepalanya pening karena permainan pikiran yang Irene tunjukan.
Perlahan-lahan potongan kepala itu berubah menjadi abu secara misterius. Tentu saja itu ulah mantra Irene. Mereka terlalu syok untuk mengeluarkan sepatah kata. Mereka, kecuali Chanyeol; reaksi dari Chanyeol lebih keras dari pada yang lain.
Tiba-tiba ia marah sekali. Lebih dari marah, ia murka. Perasaan kecewa dan benci menyatu dalam benaknya saat ini. Saat ini yang ingin ia lakukan adalah membakar tubuh Irene. Dan menikmati setiap kepuasan yang di raih dari kematiannya itu.
Chanyeol menggeram. Panas tubuhnya mengunci semuat otot-ototnya. Hawa disekitarnya langsung panas, hawa yang ditimbulkan dari panas tubuh Chanyeol seolah-olah tidak ada kompromi kali ini. Sebelum Chanyeol membara Xiumin menghambur menerjang tubuh Chanyeol.
Semua menyingkir. Jungkook mulai kehilangan orientasinya untuk mempertahankan Sheildnya, namun sebelum itu terjadi ia berkonsetrasi kembali dengan Shieldnya dan mendorong Shield itu kembali.
Xiumin memegang kepala Chanyeol erat-erat, dengan cara ini efek kemampuan memanipulasi energi panasnya dapat bekerja lebih cepat dan lebih efektif untuk Chanyeol. Luhan ditengah - tengah pemulihan disfungsi telepati sesaat, ia ikut membantu untuk menahan Chanyeol dengan telekenesisnya, tangan Chanyeol begetar dan mulai mendingin.
Chanyeol memaki pada Irene dengan kata-kata kotor dan kasar yang tidak pantas di dengar. Bahkan mereka tidak menyangka reaksi Chanyeol akan sebesar itu.
"Chanyeol!" pekik Kris menenangkan.
"Tenang Chanyeol! Kendalikan dirimu!" perintah Xiumin dikuping Chanyeol.
"Menyingkir dariku!" geramnya.
"Chanyeol!" Kris terus memanggil namanya dengan tujuan agar ia tenang, tapi Chanyeol jelas tidak mendengarnya karena kupingnya berdenging. Tubuhnya terus meronta-ronta berusaha melawan pertahanan telekenesis Luhan.
Chen beranjak dari tempatnya menghampiri Chanyeol untuk melumpuhkannya dengan kemampuan voltage.
"Jangan coba-coba Chen!" geramnya ganas hingga membuat Chen mengentikan langkahnya dan terpaku ditempat.
"Jangan menyerang, tindakan ini pasti akan berakhir dengan kematian semua orang" Jungkook buru-buru membujuknya. Chanyeol masih meronta-ronta walau suhu tubuhnya turun drastis tapi jiwa monster dalam dirinya masih bergejolak.
Bisa Luhan rasakan kepedihan hati Chanyeol yang tidak terima dengan kematian Asher di tangan Irene, rasa itu bercampur dengan gejolak amarah dan suara-suara indah yang terekam dikepalanya. Luhan baru mengerti, ternyata Chanyeol berakasi sekeras ini karena ia menganggap hal ini lebih sebagai harga yang harus dibayar untuk Irene. Dengan menyerangnya sendirian.
Chanyeol, kau tidak bisa melakukan ini. Aku tau ia berarti untukmu. Tapi kau bisa mati, kita semua bisa mati bila kau gegabah. Ini yang ia inginkan, ia sengaja melakukan ini agar kau menghampirinya, jangan beri apa yang ia inginkan! Kumohon Chanyeol, tenanglah! Luhan memerintahkan langsung ke dalam pikirannya.
Chanyeol menggelengkan kepala dengan cepat, bukan membantah, tapi seolah-olah seperti berusaha berkonsentrasi melawan monster buas yang sudah terpanggil agar mau tenang.
Akhirnya Chanyeol berhenti meronta, kini ia bisa menguasai diri lagi karena ucapan Luhan. Kekuatan dari ucapan Luhan lewat telepati biasanya lebih dapat menyentuh hati ketimbang diucapkan bagi yang merasakannya.
Xiumin dan Luhan melepaskan kemampuan mereka dari Chanyeol ketika memastikannya tidak akan beraksi lagi.
Irene tertawa puas menatap kekacauan dari kubu Force, mata Irene semakin membara. Bibirnya tertarik ke belakang membentuk senyuman licik.
Kau benar Jungkook, semua kata-katamu benar, bila ia gagal mendapatkan Chanyeol secara halus, ia akan membunuh kami semua. Ia sudah menyiapkan banyak sekali strategi. Bahkan menyerang kini telah menjadi prirotas utamanya setelah ia gagal meruntuhkan pertahanan dan rencana tipuannya pada Chanyeol. Ujar Luhan lirih sambil membuka jalur telepatinya ke Forces lain.
Tidak selama kita bersama-sama melawannya. Jungkook menyemangati.
Apa Kau melihat strategi apa saja yang ia rencanakan? tanya Kris.
Aku tidak bisa melihatnya, semua samar, ia menahan seluruh pikiranya dan terus berubah-ubah, ia tau kelemahanku.Tapi Rencananya sangat matang, jelas dan rumit, aku peringatkan jangan sampai mata kita luput dari benda apapun di lapangan ini.
Bagaimana dengan rencananya mencari Amber? Tanya Chanyeol kali ini.
Aku tidak melihatnya, sepertinya aman, atau mungkin tidak. Maaf aku tidak begitu membantu kalian, pikirannya benar-benar kuat menahan apa yang ia maksudkan.
Tidak apa-apa Luhan, kau sudah berbuat hal yang benar. Kris membujuknya.
Chen, lebih baik kau lakukan sekarang.Ini waktu yang tepat untuk memprovokasinya. Perintah Luhan.
Chen menegakkan bahu dan maju beberapa langkah ke depan garis pertahanan mereka.
Beritahu aku kalau dia ingin menyakitiku. Ujar Chen sambil berlalu ke tengah lapangan.
Diantara semua Force, Jungkook lah yang paling gelisah melihat Chen berjalan sendirian.
Chen membentangkan kedua lengannya seperti hendak menyambut pelukan hangat dari kawan lama. "Irene, musuh lamaku," sapanya skeptis.
"Bisakah kita bicara dengan lebih beradab tanpa harus menyakiti" ujarnya sambil berjalan ke tengah lapangan.
Lapangan itu sunyi senyap beberapa saat. Ketegangan bergulung-gulung keluar dari tubuh mereka, sementara Luhan mendengarkan penilaian Irene terhadap kata-kata Chen. Ketegangan semakin memuncak sementara detik demi detik terus berjalan.
Kemudian Irene ikut melangkah maju ke tengah-tengah lapang, seperti menerima tantangannya. Mereka hanya terpisah sepuluh meter saja, dengan jarak segitu Irene dapat dengan mudah menerjang tubuh Chen dalam sepersekian detik saja
"Bolehkah aku mengungkapkan pendapatku tentang tindakanmu?" Chen meminta dengan nada datar.
Irene menyipitkan mata, memandangnya curiga.
"Silahkan Patriot," desahnya. Dagunya terangkat, matanya terfokus padanya dan massa yang berkelompok di dibelakang Chen.
"Irene, kau tidak perlu melakukan ini, mungkin kata-kataku hanya pepesan kosong untukmu dan tidak mampu merusak rencana awalmu. Tapi bila kau menginginkannya, kau tidak perlu menghimpun satu batalion untuk membunuh orang-orangku dan membahayakan kehidupan manusia diluar sana" Chen menudingkan jarinya ke gerombolan beringas di pinggir hutan, namun mereka tidak merespons hanya Irene yang mendengus kasar.
"Kalau begitu katakan pada orang-orangmu agar menyingkir dari hadiahku," ujarnya arogan "lagi pula kalian juga akan menyerangku, kan? Rela mati hanya untuk melindungi bocah pembawa petaka itu. Bocah yang akan membahayakan seluruh Klan dan umat manusia dengan membuka portal neraka"
Apa maksudnya? Chanyeol bertanya - tanya dalam benakanya, dan berharap ada yang menjelaskan perihal ucapan Irene tentang nasibnya di masa depan.
Chen mengeleng-geleng kepala dengan maksud tidak setuju dengan ucapan Irene
"Kau tidak bisa mengindikasikan sesuatu tanpa alasan yang kuat. Lebih berbahaya lagi bila ia jatuh ke tangan orang yang salah, sepertimu. Kami akan melindungi dan melatih anak ini" jelas Chen dengan menyentakan kepala kebelakang, ke arah Chanyeol.
Chanyeol masih mengkeret, berkutat dengan pikirannya. Luhan melirik sekilas ke arah Chanyeol yang tertunduk memandangi kedua tangannya. Luhan mendengar dengan jelas, pergulatan pikiran Chanyeol bahwa dia mulai sedikit kehilangan kepercayaan pada kelompok ini.
"Apapun niatmu, kami tidak akan tinggal diam, kedatanganmu jelas sangat meresahkan. Lagi pula ini keputusanmu, kan? Yang menganggap lebih mudah bagimu bila kau berhadapan dengan kami, dari pada kau diserang habis-habisan oleh seluruh Klan?"
Sementara itu, dari seberang lapangan Chanyeol menautakan alisnya, ia masih tidak mengerti dengan kesimpulan Irene. Lalu ia mulai mengingat-ingat kalimat Jungkook bahwa ia bisa menjadi senjata pemusnah masal, dan Irene mengatakan bahwa dia bisa membuka portal neraka. Kata-kata Irene dan Jungkook kini berputar-putar dikepalanya, mempertanyakan dirinya sendiri bahwa 'aku ini apa?' Luhan yang sedari tadi mendengar pikiran Chanyeol langsung meneransfer kelebatan pikiran itu ke Kris.
"Sejujurnya Irene. Untuk apa semua ini? Untuk apa kau kembali atas nama suamimu dan merusak segala yang sudah di bangun atas nama kedamaian? Kita telah menikmati ribuan tahun dengan tenang, dan kau datang kembali. Dan jangan salahkan siapapun bahwa kedatanganmu yang keras dan penuh amarah ini telah memicu melahirkan senjata-senjata yang sangat kuat," Chen menyentakan tangannya ke arah para Force yang berdiri dengan sikap siaga.
"Dan sekarang lihat, status kita sebagai sebagai prajurit abadi terancam karena obsesimu dengan berusaha keras membenarkan tindakanmu yang akan menghancurkan kaum ini, kaummu sendiri,
"Bila kau datang dan merenggutnya hanya untuk memusnahkan apa yang kau anggap sebagai saingan atau menikmati kemampuan yang kau curi. Seperti apa yang akan kau lakukan pada Chanyeol, seperti apa yang telah kau perbuat terhadap Ultimate Force yang kau curi kemampuannya, Ayah dari Jungkook, atau pada Asher, seperti apa yang ada diotakmu sebenarnya yang berusaha kau sembunyikan. Lebih baik kau membangun peradabanmu sendiri Irene"
Irene tersenyum menanggapi seruannya. "Bagus sekali," soraknya, bertepuk tangan dengan tangannya yang kurus. "Pidato yang sangat bagus, teman patriotikku dari Klan yang sangat revolusioner."
Chen membalas ucapan Irene dengan pandangan garang. "Klan Revolusioner?" geramnya.
"Memangnya Klanku kacau balau karena ulah siapa? Kalau boleh aku bertanya. Apakah kau pemimpinku? Kau ingin aku memanggilmu Ratu, seperti suami dan prajuritmu yang Psikopat? Biar aku luruskan, Kau hanya pencuri dan serakah seperti suamimu, Yang Mulia Ratu." Ujarnya dengan nada merendahkan
Irene mengernyit seperti jijik mendengar julukan yang Chen berikan padanya. Ekspresinya persis seperti pemimpin yang gatal ingin mengeksekusi pemberontak.
"Mungkin, kau benar. Klanku adalah Pionir dari semua Klan yang tercipta. Klanku juga yang paling kuat secara pertahanan dan kepercayaan. Karena Klan kami memiliki ikatan yang kuat. Sebab, kebanyakan kami adalah Half Blood dari Dewa Kebijaksanaan dan Heaven Army, maaf aku pamer sedikit. Dan yang perlu kau ketahui, Klan Kami tidak haus kekuasaan, seperti Klanmu atau Klan kebanyakan hingga sering kali terjadi kehancuran dan mengalami poros pasang surut."
Nada biacara Chen mulai terdengar asing dikuping para Force baru, kata-katanya mulai membuatnya terbuai pada tempo dulu, cara bicara terdengar kuno, begitupun gestur tangannya ketika bicara.
Chen berhenti bicara. Beberapa detik berlalu; Irene masih menimbang-nimbang ucapannya.
"Menarik sekali, kau benar-benar seorang revolisioner yang handal, Jongdae" suaranya kini terdengar sinis."Ah, aku jadi rindu dengan Ayahmu. Melihat semangat berperangmu mengingatkan aku padanya-hanya saja dia tidak segalak kau."
Irene mendesah dan terdengar tidak sabar. Seolah-olah ia muak dengan basa-basi ini.
"Sebenaranya, aku tidak tahu seberapa besar ikatan kelompok barumu ini. Mungkin sesuatu yang tidak kalian ketahui. Aku tau salah satu dari kalian masih berperang atas nama Klan, melindungi kekuasaan Klannya sendiri? Masih merencanakan untuk menenggelamkan peradaban manusia perlahan-lahan dalam darah dan airmata. Aku sering melihatnya mendatangi para Tetua Klan lain. Sesuatu yang tidak Klanmu ketahui." Irene berkelebat menatap Chen dan Jungkook secara bergilir.
Beberapa saat ingin rasanya Chen menoleh kebelakang dan menatap siapa yang Irene maksud. Tapi ia harus mempertahankan wibawanya, ini hanya permainan Irene yang mau mengancurkan ikatan mereka saat ini.
"Lalu apa kau ingin ikut campur dalam hal ini?" tantangnya garang "Biar saja kalau sewaktu-waktu kami masih atau kembali ke Klan kami, karena itu pilihan. Masih ada hukum yang dapat ditegakan atas segala tindakan yang diakibatkan nanti. Kami berhak memilih jalan kami dan memutuskan bagaimana kami harus hidup. Jadi itu bukan urusanmu bila kami tunduk pada kehendak orang lain atau hanya memuaskan kehendak kami sendiri,
"Asal kau tau, pembantaian yang bakal terjadi jauh lebih esensial bagi kami daripada mementingkan reputasi belaka,
"Mereka mengerti apa yang mereka lakukan, aku tau cara berpikir mereka bila merajuk pada zaman aku dilahirkan, cara berpikir mereka perlahan berubah. Jadi mereka berperang melawanmu bukan karena ingin pamer Klan atau kekuatan dan menggulingkan tahtamu Yang Mulia. Tapi karena mereka ingin, mereka ingin menjaga apa yang sudah mereka raih saat ini, tidak merenggut dengan cara memaksa dan saling membunuh,"
Mereka pandangi wajah Irene saat kata-kata Chen yang menelanjanginya, menunggu responnya dengan tegang. Tapi kini wajah Irene terlihat sopan bercampur geli, seperti menunggu anak kecil yang mengamuk.
"Kau mau mengecoh tekad dan keyakinan kami agar kau berharap mereka telah merasa terkhianati oleh salah satu dari kami. Ingat Irene Kami bukan hanya kelompok tapi kami lebih dari itu, kami keluarga. Ikatan kami terlalu kuat untuk kau hancurkan karena omong kosongmu. Kau harus melihat mereka sebelum kau mau memutuskan ikatan kami dengan cara mengambing hitamkan begitu. Apakah mereka mengharapkan mendapatkan sesuatu yang bahkan lebih berharga dari ini? Dengan menghancurkan kedamaian demi kekuasaan?"
Kata-kata dan nada suara Chen membuatku Force takjub. Ia terdengar garang, tapi ada sesuatu yang disengaja dalam cara penyampaiannya - seolah-olah ia memilih kata-kata yang akan ia ucapkan dengan begitu saksama.
"Kawanan seperjuanganmu membunuh suami dan anakku!" Pekik Irene garang ketika mengingat-ingat memori itu.
Chen menggelengkan kepala tidak setuju "Pembelaanmu itu miring dan tidak dapat diperdebatkan setelah apa yang suamimu perbuat pada bangsa Evra yang tidak bersalah,"
Irene buang muka seperti muak dengan penjelasan Chen.
"Dan izinkan aku melanjutkan orasiku kalau begitu," kata Chen dengan sikap toleran. "Peperangan Klanmu dan Klanku mungkin yang terbesar sepanjang sejarah dan melahirkan peperangan yang berkelanjutan. Kau pasti sangat tau kami memberontak melawan siapa saat itu? Sayang sekali kau tidak ada disitu, kau melewatkan pertunjukan yang sangat indah "Chen menikmati kata-kata yang meluncur dari mulutnya.
"Your precious husband, King of Darkness into nothing" ujar Chen menyeringai "tercabik-cabik oleh makhluk ciptaanya Shadow of Death, mengubahnya menjadi abu dan terbawa oleh angin. Aku melihat penderitaan yang tersirat di matanya, aku bisa melihat jiwanya yang terbakar, jiwa suamimu, Heechul"
Mendengar nama suaminya disebut, Irene langsung mencondongkan tubuh ke depan, seolah-olah bersiap menerjang Chen, mukanya memerah, Irene menggeram, geraman kecaman.
"Kau tidak akan mendapatkan kesempatan seperti ini lagi Irene. Kalau memang ini tujuan utamamu, come and avange your husband" tantang Chen. Chen mengakhiri pidatonya dengan dagu teangkat, kemudian Chen mundur meninggalkan tempatnya dan kembali dalam Formasi. Chen memasang posisi siap menyerang.
"Bagus sekali Chen, kita berhasil memprovokasinya" bisik Xiumin.
"Apakah dia menyerah?" Tanya Jungkook ke Luhan.
"Tentu tidak," balas Luhan santai.
Semua memandang Irene yang marah itu dengan puas. Seketika ia sadar bahwa para Force memperhatikannya dengan spekulatif, saat itu juga ekspresinya langsung berubah menjadi deskripsi yang tak berlaku lagi.
Amarah seketika lenyap dari wajahnya, digantikan ekspresi dingin penuh perhitungan. Di liriknya prajurit yang ia miliki dengan ekspresi yang samar-samar terlihat gugup. Nafsu bertempur telah berubah menjadi kebingungan.
Luhan mengerutkan kening, berpikir keras mendengarkan pikirannya yang bertolak belakang dengan ekspresinya yang berusaha menunjukan ekspresi ketenangan yang terlatih, padahal di saat bersamaan pikirannya masih tersulut api amarah yang masih membara.
"Inikah strategi kalian? Mengulur-ngulur waktuku? Bahkan Aku dan pasukanku dapat menghabisi kalian dalam beberapa menit saja. Dan Kau Chanyeol, lihat orang-orang sekitarmu? Apa kau rela melihat mereka menemui ajalnya, karena kau yang tidak patuh padaku,"
Jangan terpengaruh, Chanyeol. Kata Luhan.
Chanyeol meringis kemudian membuang muka dengan ekspresi singit sebelum menatapnya kembali dengan enggan.
"Aku tidak mengabdi pada siapapun, jadi aku tidak berhak mematuhi siapapun."
Irene berdiri dengan sabar, menunggu Chanyeol datang padanya.
Chanyeol memutar bolamatanya dengan sikap enggan "Teman - temanku ini serius Irene, Kau yang akan mati disini, aku pastikan kau mati dengan cara tidak terhormat seperti suamimu"
Irene menggeram gemas, ia meledak karena emosi yang sedari tadi ia tahan.
"KALIAN TIDA AKAN BISA MENGALAHKANKU!" teriak Irene lantang.
"I lived to many lives, ravaged many strong forces with my little fingers for my power," Ia mengangkat tangan dan menggerakkan jari-jarinya yang membentuk cakar "and now you turn!" lanjutnya berapi-api.
Tiba-tiba saja Chanyeol terkekeh geli mendengar ancaman Irene, entah mengapa bagi Chanyeol semua ini terasa tidak nyata dan seperti pecakapan dalam film saja yang salah satu peran antagonisnya adalah wanita penyihir.
Irene memelototinya dengan tatapan aneh bercampur rasa tidak percaya bahwa ada yang menanggapi ancamannya dengan gurauan. Begitupun dengan para Force menandang Chanyeol dengan tatapan takjub dan sulit dipercaya, disaat seperti ini Chanyeol masih bisa tertawa.
Chanyeol berdehem, berusaha menghentikan tawanya.
"Ummm ah, maafkan aku. Aku hanya, memikirkan sesuatu yang lain tentangmu," Chanyeol terkekeh lagi. Sedangkan Irene dan Force lain menunggu Chanyeol untuk menyelesaikan ucapannya.
"Aku tidak pernah mendengar wanita sesangar dirimu kecuali di film fiksi. Sungguh. Aku pikir kau tipe wanita yang akan menghabiskan waktu berbelanja untuk membeli perhiasan atau gaun yang mahal dan ngopi cantik di kedai dengan teman-teman sosialitamu sambil bergosip ria. Kau tau, sesuatu yang membuat perempuan bahagia,
"Tapi kau," Chanyeol mendengus. "Menginginkan sesuatu yang agaknya, diluar kemampuan imajinasiku"
"Tenang Chanyeol, kau tidak sendirian yang memikirkan hal itu" sahut Baekhyun.
"Menurutmu ini semua terdengar aneh, Baek?" Tanya Chanyeol santai.
"Tentu, sangat aneh" balas Baekhyun menyeringai.
Para Force ikut tersenyum menanggapi ocehan Chanyeol dan Baekhyun yang notaben merupakan Force baru yang lahir di jaman milenium.
"Sejujurnya, kami tidak pernah menginginkan adanya pertempuran. Tapi kau memaksa kami untuk melakukannya. Kau tidak akan mendapatkan apapun dari Kami, tapi terserah padamu apabila kau ingin mati sia-sia seperti suamimu" kali ini kata Kris yang ikut mengintimidasinya.
"Aku tidak akan berhenti! Tidak akan. Sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Dan Kau Phoenix, lebih baik kau ikut denganku atau kau akan melihat mereka semua mati ditanganku dan merasakan bagaimana rasanya, menyadarkanmu bahwa kau tidak ada bedanya denganku, mengetahui kau lah orang yang membawa mereka ke kematian mereka" kata Irene sambil menyeringai.
Chanyeol hanya tersenyum, ekspresinya sinis.
"Seperti yang orang tua ini katakan," Chanyeol melirik Jungkook "bersama-sama kami akan menghabisimu. Dan kita lihat siapa yang terlalu lemah untuk mengangkat pedang" tuntut Chanyeol.
"You all going to die in here!" desisnya "Read My lips! I will give this wretched all of you and this world, because I deserves" tantangnya dengan rahang terkunci.
Dia sudah memulainya. Luhan mengumumkan ke setiap kepala Forces, para Forces mulai memasang kuda-kuda, tangan mereka mengepal siap untuk menyerang.
"Tunggu aba-aba dariku". Perintah Jungkook.
Semua merespon dengan mengangguk khidmat.
"Shieldku tidak dapat menahan serangan fisik, bila mereka mulai menyerang, kalian harus melawan dengan kemampuan kalian, dan aku akan tetap melindungi kalian dari serangan Black Shilednya" Jungkook memerintahkan dengan cepat.
Chen tersenyum licik "Mari kita habisi dia"
Mereka memposisikan diri untuk menyerang. Ini bagian yang mereka tunggu-tunggu sejak tadi.
Irene sempat tersenyum memesona sebelum memberikan perintah. Kemudian ia meluruskan kedua tangannya sejajar bahu sebagai tanda untuk menyerang. Seluruh prajurit itu langsung berlari sambil mengangkat senjata mereka yang tajam dan mengkilat itu. Sementara prajutinya beraksi, Irene berdiri tegak disamping Unicornya. Gayanya tampak licik daripada mengancam.
Prajurit kegelapan semakin dekat berlari ke arah mereka. Tangan para Forces mengepal, tubuh mereka condong kedepan siap menyerang, dentuman dari suara sepatu yang prajurit kenakan bagaikan seirama dengan detak jantung mereka, sungguh membakar semangat berperang para Forces saat ini. Para Forces masih menunggu aba-aba dari Jungkook untuk menyerang.
"Sekarang....!"