Chereads / Married With My Arrogant Friend / Chapter 31 - Salah Paham Lagi

Chapter 31 - Salah Paham Lagi

Selamat membaca

Enjoy with song GOT7__Confession song

{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{

Hallroom Cendrawasih

Acara sambutan selesai, seperti pada umumnya sebuah pesta yang diadakan kalangan bisnis tentunya berujung dengan ajang mencari partner bisnis baru. Bagitu pula dengan Gavriel, yang segera berbaur dengan pebisnis ulung dari kotanya hanya menyapa, sebelum ia bergabung dengan sepupunya dengan beberapa teman duduk santai.

Akan ada acara dansa juga, sebenarnya. Namum Gavriel segera menyingkir, saat beberapa anak perempuan dari partner bisnis Daddynya hendak mengajaknya, untuk nanti turun di lantai dansa.

Tidak, ia tidak ingin memegang tangan wanita lain. Beda lagi jika yang memintanya untuk berdansa bersama adalah seseorang itu, tebak siapa?

Pokoknya dia yang paling mempesona malam ini.

Ia duduk dengan santai, namun matanya melihat dengan awas kegiatan yang saat ini di lakukan oleh dia, sebut saja namanya agar semakin jelas.

Queeneira

Benar sekali, dengan mata elangnya, ia menatap tajam saat seseorang berbincang akrab dengannya, sebelum membawanya untuk berkenalan dengan seorang pengusaha yang tadi juga baru saja memberinya selamat.

"Sialan, laki-laki itu bukan kah salah satu kaeyawannya. Apa dia ingin sedang meloby jasa fotonya, hum, aku harus tahu," batin Gavriel tiba-tiba kesal.

Ezra yang mengetahui gelagat aneh dari sepupunya ikut melihat ke arah Gavriel melihat, di sana ia juga bisa melihat jika ada sahabatnya yang sedang berbincang dengan banyak laki-laki, yang ia kenali sebagai seorang pengusaha.

"Gav."

"Hn?" gumam Gavriel, menghadap ke arah sepupunya yang tadi memangggilnya pelan.

"Mau aku bawa ke sini?" tawar Ezra ambigu, membuat ketiga temannya heran, namun tidak dengan Gavriel juga Aksa yang diminta Gavriel untuk duduk berbaur dengannya dan teman lainnya.

"Hn, tidak perlu. Biar aku yang kesana," jawab Gavriel kemudian meninggalkan meja dan berjalan menghampiri Queeneira berada.

Benar-benar nakal dan minta dihukum, batin Gavriel sambil melihat dengan datar interaksi Queeneira dengan yang lainnya.

Sedangkan di meja, Ezra dan Aksa yang tahu tentu saja saling melihat, diikuti oleh 3 yang lainnya.

"Jadi, apa lagi yang dilakukan si Tuan arogan itu?" tanya Ezra curiga, seakan-akan Gavriel ini memang mahluk paling uwu yang sering berbuat salah kepada sahaabat perempuan kesayangan mereka.

Aksa menggaruk pelipisnya, kemudian terkekeh kecil tahu siapa yang dimaksud Tuan arogan oleh Ezra.

"Perusahan collaps, karena Nona tidak menjawab benar pertanyaan Mas," jawab Aksa santai, menuai ekpresi bingung berjamaah dari mereka yang mendengarnya.

"Hah! Maksudnya?"

"Ya … Begitu lah," lanjut Aksa dengan bahu terangkat tidak acuh.

Sementara Ezra dan yang lainnya membatin heran campur takut, ngeri dan sebagainya. Gavriel yang hampir sampai di dekat Queeneira terdiam tiba-tiba, saat ia merasa jika ia seperti sedang di amati oleh seseorang.

Melalui ekor matanya, ia melirik ke segala arah mulai dari sudut ke sudut, untuk mencari seseorang yang sepertinya sedang melihatnya. Namun sayang, ramainya tamu undangan membuatnya kesulitan dan tidak bisa begitu saja

menuduh orang.

Ia juga melihat setiap sudut dimana ada penjaga dan anggotanya yang berjaga, lengkap dengan earpiece di telinga masing-masing.

Mencoba mengenyahkan rasa khawatirnya, ia kembali berjalan menghampiri Queeneira dengan seorang pengusaha yang menyadari keberadaanya, sehingga ia gagal membuat Queeneira terkejut dari belakang sini.

"Tuan Gavriel."

Sialan, bisakah kamu diam saja, batin Gavriel kesal namun ia tetap mengangguk membalas sapaan untuknya.

Panggilan dari calon partner bisnis yang memanggil nama Gavriel, sontak saja membuat Queeneira dan Doni kompak menoleh ke arah belakang, dengan Queeneira yang segera menampilkan wajah merenggut, tiba-tiba

merasakan perasaan tidak enak.

Mau apa lagi ini manusia, batinnya sebal.

"Sepertinya obrolan kalian seru, kira-kira ada apa ini?" tanya Gavriel ikut berdiri disisi Queeneira yang tentu saja langsung bergeser, menghindari kontak fisik dengannya.

"Ah! Tuan Wijay-

"Panggil saja Gavriel, bukan kah kamu temannya Queeneira. Jika benar, itu artinya kita juga teman. Iya kan, Que?"

Gavriel segera menyela ucapan Doni, kemudian menatap Queeneira yang kedua bola matanya bergerak tidak fokus.

"Wah … Jadi benar yah, jika Nona Queeneira ini adalah teman dari anda, Tuan Gavriel?" sahut seseorang lainnya, membuat Gavriel mengalihkan pandangannya untuk mengangguk, mengiyakan.

"Benar sekali, Tuan emh …"

"Deni Putra Kusuma," sambung seseorang yang tadi bernama Deni, meskipun sedikit kesal tapi ia paham saat banyak nama orang yang harus dihapal oleh pengusaha besar di hadapannya.

"Benar, Tuan Deni. Queeneira ini adalah sahabat saya, seorang desainer juga pemilik jasa photo studio yang cara kerja dan hasilnya pasti luar biasa. Bahkan saya juga ikut menggunakan jasanya, baik itu rancangan atau juga jasa pemasarannya," lanjut Gavriel menjelaskan dengan nada tenang andalannya, serta kata-kata meyakinkan sehingga Deni di depannya mengangguk, seakan tertarik dengan apa yang dikatakan olehnya.

"Kalau Tuan yang bilang, sudah pasti benar, kalau begitu aku tidak ragu lagi untuk memakai jasa perusahaan milik Nona Queene."

"Itu sudah jelas sekali," sahut Gavriel dengan senyum senang, melirik ke arah Queeneira yang menatapnya dengan aura permusuhan, beda dengan Doni yang diam-diam bersyukur saat ia tidak perlu banyak mengeluarkan

rayuan.

Obrolan pun berlanjut, dengan Queeneira yang tiba-tiba menyeret tangan Gavriel, saat ia merasa jika Gavriel sudah terlalu berani ikut campur dengan urusannya.

"Ikut aku," kata Queeneira, kemudian tanpa menunggu jawaban Gavriel yang hanya pasrah, menyeretnya ke arah balkon hallroom.

Queeneira menyeret dan membawa Gavriel ke luar balkon hallroom dengan perasaan kesal luar biasa. Beda dengan Gavriel, yang tersenyum kecil saat tangannya digengam oleh Queeneira, kemudian harus kecewa saat Queene melepasnya.

"Kamu. Apa sih sebenarnya mau kamu?" tanya Queene dengan nada kesal yang tidak ditutup-tutupi olehnya, menuai senyum kalem Gavriel yang hanya menatap Queene biasa saja.

"Aku kali ini salah apa lagi, love?" sahut Gavriel santai, kemudian menjadi terkekeh saat Queene mendelik galak saat ia memanggil Queene dengan sebutan love.

"Jangan panggil aku love."

"Kalau honey?"

"Tidak boleh."

"Beby?"

"Tidak."

"Schatz? Darling? L'amour? Ai?"

"Tidak. Tidak dan tidak."

"Lalu apa, sayang. Aku harus panggil kamu apa?" tanya Gavriel dengan nada pura-pura frustasi, padahal dalam hatinya sudah tergelak saat melihat wajah sewot Queeneira di depannya.

"Queeneira Wardhana."

"Baiklah, Nona Queeneira Wardhana. Apa maksudnya dengan perkataan kamu tadi, heum?" tanya Gavriel menyerah, sebelum Queeneira bertambah murka.

"Kamu. Ah! Aku tidak mengerti kali ini apa lagi yang kamu rencanakan. Apa maksud kamu tadi, menyebut kita adalah sahabat di depan pak Deni. Apa kamu pikir aku tidak mampu menyakinkan dia untuk memakai jasa usahaku? Apa kamu pikir dengan kamu membantuku seperti ini, aku akan berterima kasih denganmu?"

Diam

Gavriel hanya diam dengan bibir masih tersenyum kecil, saat Queeneira mengatakan ketidaksetujuan akan tindakannya barusan.

Sebenarnya apa salahnya, hanya ingin membantu agar banyak yang tertatik dengan usaha jasa Queeneira. Bukan kah akan ada untungnya juga, hanya karena sedikit pemanis darinya.

"Apa kamu ingin mmemperlihatkan kekuasaanmu di hadapanku? Apa kamu pikir aku akan terjerat dengan segala kehebatan yang kamu punya saat ini? Apa kamu pikir aku akan bertekuk lutut denganmu, sama seperti wanita yang tadi mengelu-elukan nama kamu, begitu?"

Dengan segala kesal yang dipendamnya, Queeneira tidak sadar telah membuat Gavriel merasakan perasaan kecewa akan tuduhan membabi butanya.

Gavriel menatap dingin ke arah Queeneira yang masih saja menatap Gavriel dengan perasaan kesal.

"Aku tahu Gavriel, kamu berkuasa saat ini. Tap-

"Queene," sela Gavriel dengan nada dingin, membuat Queene terdiam dan terkesiap saat ia baru ini mendengar Gavriel memanggilnya dingin, belum lagi pandangan mata yang datar.

"Gavriel," batin Queeneira menatap Gavriel dengan bola mata bergetar.

"Queene, aku tidak tahu sebenci apa kamu dengan aku. Tapi aku rasa menuduh aku dengan sembarangan seperti tadi itu adalah perbuatan yang bukan seperti kamu. Aku akan meninggalkan kamu untuk saat ini, sampai kamu bisa sedikit meredakan rasa emosi kamu kepada aku. Dan omongan kamu yang tadi aku anggap tidak pernah aku dengar. Baiklah, sebaiknya aku masuk ke dalam, coba kamu tenangin diri kamu dulu," lanjut Gavriel panjang-lebar dengan suara tenang luar biasa.

Padahal hatinya sakit mendengar perkataan wanita yang dulunya mengerti seperti apa dirinya, kini malah gampang emosi dengannya, kemudian ia pun meninggalkan Queeneira sendiri yang hanya terdiam, melihat punggung kokoh Gavriel tanpa bisa mencegahnya.

"Apa yang sudah aku katakan," batin Queeneira resah. menatap kosong kepergian Gavriel yang kini tidak terlihat netranya lagi.

"Gavriel," lirihnya, tanpa tahu jika seseorang yang dari awal melihat kegiatan mereka dengan tatapan dingin.

"Jadi wanita itu, hum," gumamnya, sebelum pergi meninggalkan

ruangan pesta.

Bersambung