Selamat membaca
{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{
Hotel Grand Elty
Semua memandang ke satu titik, di mana spotlight menyinari seorang wanita dan seorag pria yang saat ini saling berhadapan, dengan tangan bertaut juga tubuh bergerak kanan-kiri sesuai irama.
Lagu Can't Take My Eyes Off You mengalun dengan tempo slow, menggantikan lagu sebelumnya.
Gavriel dengan gerakan lembut membawa Queeneira berputar, kemudian menariknya hingga kini tubuhnya menempel sempurna dengan tubuh Queeneira, yang melihatnya dengan mata melotot horor.
"Gavriel."
"Hn?"
"Ini terlalu dekat," bisik Queene, membuat Gavriel tersenyum dan memajukan wajahnya untuk berbisik seduktif di telinga wanita yang kini ada di pelukannya.
"Queeneira."
Tubuh Queeneira menegang, apalagi di tambah dengan tangan Gavriel yang menjelajah punggungnya dengan gerakan pelan. Bahkan kini kakinya hampir menjadi jelly, saat Gavriel menghembuskan napasnya di sana.
"…."
"I want you," lanjut Gavriel masih berbisik, saat Queeneira tidak menjawab panggilannya.
Deg!
Pupil mata Queeneira melebar sempurna diikuti dengan gelenyar aneh, saat Gavriel bernapas di dekat telinganya. Membuatnya dengan cepat mundur dan melihat Gavriel yang masih tersenyum menggoda ke arahnya.
"Ap-apa maksudmu," cicit Queeneira, menoleh ke arah kanan-kirinya memastikan jika tidak ada tamu yang sedang melihat ke arah mereka saat ini.
Akan sangat bahaya, jika besok ada foto di majalah dengan ia dan Gavriel yang posisinya sungguh ambigu seperti ini.
"Maksudku jelas Queene, kamu sudah dewasa, mana mungkin tidak tahu," tandas Gavriel tanpa menjelaskan, membuat Queene menatap Gavriel dengan raut wajah tak terbaca, ingin menjawab namun takut apa yang dipikrkannya salah.
"Asal kamu tahu, bahkan aku harus menahan tanganku untuk tidak merobek gaun yang kamu pakai saat ini juga. Bagiamana bisa kamu memakai gaun dengan belahan dada terlihat seperti ini, heum," desis Gavriel kembali mendekati telinga Queene, yang segera melepas tangannya dari pundak Gavriel dan menatap Gavriel tidak percaya.
Kepalanya menggeleng dan dengan perasaan kembali kesal, Queeneira meninggalkan Gavriel yang segera mengejarnya dengan langkah cepat.
Untunglah keluarga keduanya tidak melihat, karena saat ini baik keluarga
besarnya atau pun keluarga Queeneira sedang bersenda gurau di meja agak jauh dari lantai dansa.
Queeneira berjalan meninggalkan lantai dansa dengan perasaan kesal bercampur malu, ia juga menudukkan wajahnya untuk melihat gaun yang saat ini ia kenakan. Melihat dengan batin mengumpat, saat apa yang dikatakan Gavriel terlalu berlebihan.
Belahan baju dibagian dadanya tidaklah terlalu terbuka, tapi kenapa Gavriel mengatakan hal sevulgar itu. Bukan kah itu berarti jika dia melihat dan memperhatikan apa yang dipakainya saat ini.
Saat ini ia ada di lorong sepi keluar dari hallroom dan entah ingin kemana, yang jelas ia hanya mengikuti langkah kakiknya, karena pikirannya saat ini entah bercecer di mana.
Pikirannya melayang jauh memikirkan jika sebelumnya Gavriel juga sering melihat yang seperti ini di luaran sana. Melihat dengan hasrat laki-laki dewasa, yang membuat ia seketika berhenti dari jalannya.
"Jangan bilang jika dia juga pernah bermain dengan wanita luar sana," gumam Queeneira marah, kemudian berjenggit kaget saat mendengar kekehan tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Ha-ha-ha
"Gavriel!" Pekik Queene melotot kaget ke arah Gavriel, yang kini berjalan santai menghampirinya dengan satu tangan masuk ke dalam saku celana.
"Come on Quee, kita sudah dewasa, tentu saja yang seperti itu sudah biasa, kan?" sahut Gavriel dengan nada menyebalkan, seakan-akan ia memang seperti itu nyatanya justru kebalikannya.
Ia baru sekali mencium bibir soerang wanita, itu juga wanita yang kini ada di hadapannya dan sedang menatapnya marah.
"Brengsek kamu Gavriel."
���Ck-ck-ck … Tadi sore kamu kasih nama tengah Echi, lalu sekarang Brengsek. Nanti apa lagi," balas Gavriel dengan kepala menggeleng, nada suaranya seperti orang yang tersakiti dan itu membuat Queene bingung antara ingin marah atau tertawa.
Tertawa karena ia ingat jika memang tadi sore ia memang baru saja memberi nama tengah seperti yang diucapkan Gavriel.
"Lain kali aku akan memberikanmu julukan yang lebih cocok untukmu, bukan hanya brengsek atau echi tapi jug-
"Suamiku."
"Hah!"
"Suamiku. Sepertinya julukan itu lebih cocok dibandingkan dengan julukan yang lainnya. Love," lanjut Gavriel dengan seringainya.
"Mimpi kamu," sewot Queeneira cepat, kemudian melengoskan wajahnya dan meninggalkan Gavriel yang tergelak di belakang sana.
Dalam hatinya Queeneira sibuk menggerutu, tentang mulut kamvret Gavriel yang bisa-bisanya menggodanya disaat seperti ini. Ia juga berpikir, bagaimana Gavriel bisa cepat melupakan kejadian beberapa puluh menit yang lalu, saat ia dengan ucapan tanpa jeda memarahinya.
Padahal sangat jelas di penglihatanya jika Gavriel marah dengannya, bahkan menatapnya dengan pandangan dingin seperti itu.
Tapi lihat saat ini, Gavriel justru mengikutinya dengan langkah pelan di belakang sana, sedangkan dia tahu jika saat ini ia sedang kesal.
Bukan kah seharusnya dia menjauhiku karena perubahan sikapku, bukankah dia seharusnya menyerah lalu mencari seseorang yang lebih pantas berjalan dengannya, bukannya dengan aku yang seperti ini.
Di belakang Queeneira, Gavriel yang berjalan santai terkekeh saat tahu arah tujuan lorong ini akan kemana. Tapi sepertinya Queeneira tidak tahu, jika lorong ini akan menuju ke mana.
"Apa dia mau mengajakku ke pojokan, hum … Aku sih mau saja," batin Gavriel namun setelahnya terkekeh membuat Queeneira yang berjalan di depannya berbalik dan mendelik ke arahnya.
"Apa! Apakah ada yang lucu, hah?" sentak Queeneira kesal, namun Gavriel hanya santai dan mengangkat bahunya acuh.
"Hn."
"Hih."
Kemudian Queeneira melanjutkan lagi perjalananya dan berhenti tiba-tiba saat ia menemukan dua lorong kanan-kiri namun keduanya buntu dengan pintu yang tertutup, pintu yang tidak ia ketahui di baliknya ada apa.
Oh sial.
Ia pun membalikkan tubuhnya dengan gerakan cepat, namun na'as wajahnya harus menabrak dada keras seseorang yang ternyata ada di belakangnya, sehingga ia terdorong dan hampir saja jatuh jika seseorang yang di tabraknya tidak dengan segera menangkapnya juga membawanya masuk ke dalam rengkuhannya.
Dugh!
Brugh!
Greph!
Ouch!
Deg! Deg! Deg!
Mata Queeneira terpejam dengan erat, dengan tangan mencengkram bagian jas yang di pakai seseorang yang kini memeluknya erat. Dengan pelan ia membuka matanya dan kembali menutupnya saat seseorang yang menangkapnya sedang menatapnya tajam, diikuti dengan suara dingin yang kini sibuk memarahi kecerobohannya.
"Kamu bisa tidak, jangan berjalan ke sembarang arah jika tidak tahu letak suatu tempat yang tidak pernah kamu datangi . Untung saja aku tidak menyerah mengikuti kamu, coba kalau aku menyerah. Bukankah kamu akan tersesat," gerutu Gavriel tanpa tahu jika Queeneira yang mendengarnya tidak terima.
Maka itu, dengan sekuat tenaga Queeneira melepaskan pelukan Gavriel dan berdiri tegak di hadapan Gavriel yang masih menatapnya tajam.
"Terima kasih, lain kali tidak perlu kamu mengikuti aku lagi. Tuan Gavriel yang terhormat."
Setelah mengatakan itu dengan kesal, Queeneira pun meninggalkan Gavriel yang hanya diam, sengaja tidak mengikuti Queneira lagi. Sehingga kini hanya tinggal Gavriel sendiri yang berdiri di lorong sepi itu, wajahnya yang tadi marah berangsur-angsur berubah menjadi datar.
"Keluar. Tunggu apa lagi?" ucap Gavriel dingin entah pada siapa, namun kemudian dari arah lorong lainnya keluarlah sosok lain yang memasang senyum, tepatnya seringai mengejek.
"Well, wanita itu hanya akan menjadi kelemahanmu, Gavriel," ujar seseorang itu, dengan wajah yang belum di ketahui namun dari suara baritonenya jelas jika itu adalah laki-laki.
"Hn, bukan urusanmu," sahut Gavriel tajam, membuat seseorang itu terkekeh dan berjalan semakin mendekati Gavriel, sehingga kini sosoknya terlihat dengan jelas.
Salah satu anggota karasu, terlihat dari anting yang di pakainya dan tentu saja ia juga mengenali siapa orang di depannya saat ini.
"Ada apa?" lanjut Gavriel bertanya, masih dengan dingin membuat seseorang itu mendengkus.
"Hanya memberitahu, jika dia kabur dari penjara dan beritanya dia bersembunyi di sini."
"Apa?"
Gavriel melihat dengan netra melebar, saat temannya memberitahu berita ini. Bagaimana bisa ia baru mengetahui ini, sampai temannya yang dari jauh lah yang memberitahunya.
"Humm … Berhati-hatilah, karena ketenangan biasanya awal dari sebuah bencana," imbuh temannya dengan nada santai, kemudian meninggalkan Gavriel sendiri di lorong dengan raut wajah tidak terbaca.
Buku jarinya mengepal erat hingga memutih, kemudian dengan perasaan kesal bercampur was-was Gavriel kembali ke hallroom dan berbaur dengan keluarga dan temannya yang lain.
"Aku harap tidak terjadi apa-apa," batin Gavriel meminta.
Bersambung.