Chereads / Married With My Arrogant Friend / Chapter 32 - Possesif And Brother Complex

Chapter 32 - Possesif And Brother Complex

Selamat membaca

{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{

Hotel Grand Elty

Di dalam hallroom pesta tetap berlanjut, dengan panduan seorang pembawa acara yang membuat acara semakin ramai.

Gavriel yang kembali ke dalam hallroom mengedarkan netranya dan melihat sang adik, yang saat ini sedang berdiri dan mengobrol dengan seorang laki-laki.

Keduanya terlihat akrab karena ia melihat sang adik yang sesekali tertawa, membuat penyakit kronisnya kumat sehingga dengan langkah cepat, ia menghampiri keduanya dan berdiri di belakang sang adik.

"Ha-ha-ha … Tentu saj-

"El," sela Gavriel dengan nada datar, sehingga si laki-laki ini harus rela menelan lagi ucapnnya dan melihatnya dengan eskpresi sedikit takut.

Selyn pun segera menoleh ke arah belakang, melihat sang kakak dengan senyum lebar seperti biasa, tanpa tahu jika teman laki-lakinya sedang ketakutan karena di tatap dengan tatapan intimidasi oleh Gavriel.

"Mas! Sendirian? Mana Mba Que?" tanya Selyn bingung, padahal tadi ia melihat sang kakak di seret ke luar oleh mba kesayangannya. Tapi kenapa sekarang sendiri, membuatnya curiga.

"Hn, dia sedang dengan yang lain," sahut Gavriel, namun matanya tetap melihat si laki-laki yang tersenyum canggung ke arahnya.

"Oh! Buruan seret lagi Mas, soalnya acara dansa mau mulai, emang Mas mau Mba dansa sama yang lain?" ujar Selyn menakut-nakuti, namun sayang saat ini yang paling penting bagi Gavriel adalah laki-laki yang sedang berdiri di depannya.

"Hn, itu tidak mungkin," timpal Gavriel sombong.

"Idih, pede banget, Mas," decih Selyn sebal, kemudian sadar jika temannya saat ini sedang merasakan ketakutan, karena kakaknya menatap tajam.

"Ck, hentikan Mas, mau El colok matanya, heum?" lanjut Selyn mengancam, dengan Gavriel yang mendengkus sebal.

"Hn."

"Kenalin, Mas. Ini teman El, sekaligus rekan bisnis."

"Selamat malam, Tuan. Nama saya Devan Mahardika, saya teman kuliah juga rekan bisnis Selyn," kata laki-laki dengan nama Devan, sambil mengulurkan tangan kanannya. Suaranya terdengar sedikit bergetar, kelihatan

sekali gugup bahkan ia tanpa sadar menelan salivanya saat merasa tekanan udara yang berubah.

Hampir sama dengan Papa dari temannya ini, yang sudah beberapa kali bertemu dan meeting sebelum dilimpahkan kepada Selyn.

"Buset, aku baru aja mulai pedekate, udah muncul aja penjaganya," batin Devan gugup.

Gavriel menerima uluran tangan laki-laki teman dari adiknya, kemudian meremasnya sedikit.

Kreek!

"Emh … Sedep banget." kembali batin Devan berbicara, seraya menahan pekikannya dan ringisannya.

Ia menatap Gavriel dengan senyum semakin canggung, kemudian melihat ke arah telinga Gavriel yang saat ini berhiaskan anting bulat, membuatnya terdiam dan melihatnya tidak percaya.

"Gavriel Wijaya," sahut Gavriel singkat, terlampau singkat saat Devan mengenalkan diri dengan penjelasan, masih menahan tangan Devan dengan gengaman semakin erat saat Devan hendak menarik tangannya kembali.

"Sa-salam kenal, Tuan," timpal Devan kemudian menghembuskan napas lega, saat tangannya akhirnya di lepas oleh Gavriel.

"Hn."

"Mas, El ke sana dulu yah, temenin Devan dulu sebentar. Devan sama Mas dulu yah," ujar Selyn kemudian meninggalkan keduanya setelah mendapatkan anggukan kepala singkat dari Gavriel, sedangkan Devan semakin

bergerak gugup.

Setelah memastikan adiknya sedikit jauh, Gavriel mengalihkan kembali wajahnya ke arah Devan dan menatap Devan seperti tadi.

"Jadi, ada hubungan apa kamu dengan El, selain rekan kerja?" tanya Gavriel dingin, berdiri dengan tangan sebelah kanan masuk di kantung celananya.

"Tid-tidak ada, tentu saja tidak ada apa-apa. Kami hanya rekan dan teman, itu saja," jawab Devan lancar meski awalnya gugup, menuai anggukan main-main dari Gavriel, kemudian melihat ke arah lain tepatnya sang adik yang berjalan kembali menghampirinya.

"Cepat sekali," batin Gavriel kesal.

Gavriel pun melangkah maju dan berdiri di samping Devan, kemudian menepuk bahu Devan pelan beberapa kali.

Puk! Puk! Puk!

"Jangan dekat dengan api, kalau tidak mau terbakar. Heum," bisiknya dingin, kemudian meninggalkan Devan saat sang adik sudah sampai di dekatnya.

"Mas, mau kemana?" tanya Selyn, saat sang kakak meninggalkan Devan ketika ia kembali.

"Hum, Mas harus menemui tamu yang lain," sahut Gavriel dengan nada lembut, berbeda saat ia berbisik dengan Devan yang kini hanya bisa terdiam.

"Ok," timpal Selyn, kemudian menoleh ke arah Devan yang pandangannya kosong.

"Dev! Kamu kenapa?" tanya Selyn khawatir, membuat Devan tersentak kaget dan menatap Selyn tidak fokus.

"Ah! El, tidak, aku tidak apa-apa," jawab Devan dengan tangan terayun.

"Yakin?" tanya Selyn memastikan, sehingga Devan pun mengangguk mengiyakan, menandakan jika ia tidak apa-apa.

"Yakin."

"Oke deh, kirain tadi Mas bicara macam-macam dengan kamu. Aku khawatir," tukas Selyn dengan senyum lega, yang dibalas dengan senyum canggung oleh Devan.

"Bukan macem-macem lagi El, tapi ancaman tersiratnya itu loh," batin Devan merinding.

Kembali pada Gavriel, yang saat ini sedang berjalan menjauhi Selyn.

Ia dengan segera menghampiri anak buahnya yang berada di sudut ruangan, kemudian memerintahkannya tanpa suara untuk mengikutinya. Hingga akhirnya keduanya sampai di tempat sepi, dengan Gavriel yang berdiri tegap.

"Kamu tadi lihat saya bicara dengan siapa?" kata Gavriel to the point, menuai anggukan kepala dari seorang penjaga di depannya.

"Nona muda."

"Hn. Alister," ucap Gavriel ambigu, kode dengan ia dan anak buahnya saja yang tahu, kepada si penjaga di hadapannya yang mengangguk mengerti.

"Baik."

Setelahnya, Gavriel pun berjalan di ikuti si penjaga dan kembali menuju ruangan pesta berlangsung. Keduanya berpisah dengan si pejanga yang segera melakukan tuganya, sedangkan Gavriel mengampiri Kin yang duduk dengan Ezra dan teman barunya yang lain, serta Aksa yang belum berpindah posisi.

"Oi! Dari mana saja?" tanya Kin, saat Gavriel berdiri di sampingnya.

"Hn, hanya urusan kecil," sahut Gavriel singkat, kemudian duduk di samping Kin yang sedang menikmati minumannya.

"Oh."

Di sisi lainya, Queeneira yang baru saja kembali dari balkon kini berjalan menuju meja dimana ada Doni, yang duduk bersama seseorang yang terlihat asing di matanya.

"Siapa itu, calon relasi kah?" pikirnya penasaran.

Bahunya terangkat, kemudian mendekati Doni saat melihat dia melambaikan tangannya.

Tap!

"Queene, perkenalkan, ini Tuan Bara pemilik toko jam tangan dan aksesoris di daerah kota B. Kota sebelah tidak jauh dari sini," jelas Dono dengan nada antusias, memperkenalkan Bos dan calon pengguna jasanya.

Queeneira pun mengulurkan tangannya bermaksud berjabat tangan, yang disambut antusias oleh seseorang yang di kenalkan Doni bernama Bara, seorang pria dengan umur hampir sama dengan ayaahnya kalau ia tidak salah

tebak.

"Queeneira Wardhana, salam kenal, Tuan Bara," kata Queeneira memperkenalkan diri dengan nada ramah.

"Bara Wirata, salam kenal juga Nona Wardhana," balas Bara sama ramahnya.

Obrolan bisnis pun tercipta di antara ketiganya, dengan Andine turut serta setelah Doni menghubunginya.

Sementara para anak yang sedang sibuk dengan urusannya, Dirga serta keluarganya saat ini sedang berkumpul dengan sahabatnya yaitu Faro dan Raka, tentunya bersama istri masing-masing. Di mejanya suasana hangat tentunya tercipta seperti biasa. Bercengkrama dengan pembahasan dan mengingat saat mereka dulu masih muda.

Semua larut dengan kegiatan dan hiburan yang di sajikan, di antaranya pertunjukan music jazz yang di nyanyikan live oleh artis ternama di kota mereka. Kemudian pembawa acara juga mengumumkan acara dansa, dengan banyak pasangan yang segera turun ke lantai yang sudah di sediakan untuk berdansa.

Di meja Dirga dan pasangan lainnya, mereka melihat dengan binar mata bahagia saat melihat bagaimana antusias tamu yang hadir mala mini.

Di atas panggung penyanyi wanita membawakan lagu Almost Is Never Enough-Ariana Grande, dengan suara mendayu yang membuat semua tamu dansa mengikuti musik dengan gerakan pelan, di tambah lampu yang di padamkan dan di ganti dengan lampu flood, menerani dinding dengan pendar cahaya ungu dan biru.

Di meja Gavriel, dengan 6 pria tampan duduk santai, terlihat banyak wanita yang mengitari meja mereka seperti ingin mengajak mereka berdansa.

Terdengar juga bisikan di antara mereka, yang saling mendorong juga saling menunjuk untuk mendekat dan berbicara dengan ke-7 laki-laki yang sama sekali tidak ada niat untuk berdansa.

Namun, tidak lama terlihat Selyn yang menghampiri meja Gavriel dan berdiri di antara Gavriel juga Ezra.

"Mas! Dansa yuk, sama Momm dan Dadd,��� ajak Selyn tanpa basa-basi, membuat Kin yang awalnya melihat sekitar bosan kini menatap Selyn dengan tatapan berbinar, penasaran dan terpesona tepatnya.

"Hn. Baiklah," jawab Gavriel, kemudian berdiri dari duduknya dan menyempat diri untuk meraup wajah kin, lalu mendengkus sinis.

"Mata dijaga, colok juga nih," gumam Gavriel, lalu dengan santai melenggang meninggalkan meja, juga meninggalkan Kin yang misuh-misuh sendiri.

"Sialan Gavriel," sembur Kin, menuai tawa dari ke-5 laki-laki teman semejanya.

"Makanya, Kin. Mata di kondisikan, kalau bukan Gavriel, ganti aku yang colok mata kamu. Enak aja liatin El segitunya," timpal Ezra sama sinisnya dengan Gavriel, namun sayang Kin hanya mengangkat bahu tak acuh.

"Bodo amat," dengkus Kin.

Di lantai dansa ternyata sudah berkumpul Dirga-Kiara, Faro-Elisa, Raka-Amira, yang berpasangan dengan posisi layaknya orang berdansa.

Ia melirik adiknya yang berdiri di sampingnya, kemudian melihat sekitar yang sudah mirip dengan lautan manusia berpasangan, meskipun tempat Daddynya berdansa berbeda tempat dengan tamu lainnya.

"Mas," panggil Selyn dengan tangan melingkar di lengan sang kakak dan menyendarkan kepalanya di sana, tanpa memperdulikan pandangan iri dari kaum wanita yang dilayangkan untuknya.

"Sudah biasa," pikir Selyn tidak peduli.

"Hn?" sahut Gavriel, membalas rangkulan sang adik dengan menepuk punggung tangannya.

"Mas, ayo kita dansa!" ajak Selyn dengan Gavriel yang mengangguk kecil, setelah mendengkus pelan.

"With my pleasure," balas Gavriel, kemudian menuntun adiknya ke lantai dansa dan berdiri berhadapan dengan sang adik yang tinggi tubuhnya sebatas dagunya, ukuran ideal untuk seorang perempuan.

Mengulurkan tangannya kepada Selyn, yang menerimanya suka cita. Kemudian dengan senyum lebar, Selyn mengalungkan kedua lengannya ke leher sang kakak, sedangkan Gavriel membawa kedua tangannya ke pinggang ramping sang adik, yang kini kepalanya menyandar manja di dadanya.

Musik berganti dengan dengan lagu If Ain't Got You, mengalun indah dengan kembali membuat suasana semakin romantis.

Dari kejauhan, tepatnya di meja yang di tempati oleh Queene dan Doni, hanya keheningan yang tercipta saat calon relasinya sudah pamit untuk berkumpul dengan teman bisnis lainnya.

Doni hanya memandang sekitar dengan tatapan biasa, beda dengan Queene yang melihat lantai dansa dengan perasaan campur jadi satu, ada sebagian hatinya yang ingin seperti pasangan kakak-adik di sana. Tapi, di satu sisi lainnya ia juga berpikir, tidak mungkin ia seperti itu karena baru saja ia bertengkar lagi dengan dia.

"Aku, entah apa yang aku pikirkan tadi, tapi yang jelas aku sangat marah, saat kamu menyepelekan kemampuanku, Gavriel," batin Queeneira sedikit kesal.

Dari sisi lainnya, terlihat Ezra yang mendatangi meja Queeneira. Kemudian setelah sampai di meja tempat sahabatnya, Ezra dengan segera mengulurkan tanganya di hadapan Queeneira, membuat Queeneira yang sedang melamun tersentak dan melihat wajah Ezra dengan ekspresi kaget.

"Ezra."

"Mau dansa, Quee?" tawar Ezra, masih dengan mengulurkan tangannya di hadapan Queeneira yang akhirnya mengangguk kecil dan menerima uluran tangan Ezra.

"Quee, aku ditinggal?" kata Doni dengan ekpresi memelas, namun Queene hanya melambaikan tangan dan meninggalkan Doni bersama Ezra, yang menggengam tangannya erat.

Kedua sahabatnya kini sudah menjelma menjadi laki-laki dewasa, dengan gengaman tangan yang terasa berbeda namun sama-sama hangat saat menggenggam tangannya.

Sampai di lantai dansa, Ezra segera memposisikan dirinya dengan tangan terulur yang di terima Queene segera.

"Siap?" tanya Ezra, saat sebelah tangan mereka sudah saling bertaut, sedangkan tangan satunya lagi di letakan di pundak dan pinggang pasangan.

"Um," gumam Queene dengan kepala mengangguk.

Akhirnya, pasangan sahabat ini berdansa di tengah-tengah pasangan lainnya. Sesekali berbisik dan kemudian tertawa bersama.

"Ada yang iri."

"Kamu juga tuh, laki-laki pada antre," balas Ezra dan setelahnya terkekeh bersama.

Kesenangan keduanya membuat yang lain membatin iri dan keduanya juga tidak menyadari, jika dari kejauhan ada seseorang sedang melihat mereka dengan tatapan cemburu.

"Untung saja itu Ezra, coba saja kalau laki-laki lain, sudah aku pastikan dia akan segera merasakan neraka dunia," gurutu Gavriel dalam hati.

Bersambung.