Sebelumnya ....
WIJAYA TBK
Di ruangan milik Direktur perusahan konstruksi Wijaya, ada Gavriel yang sibuk dengan pekerjaannya seperti biasa.
Jari-jari panjangnya dengan teranpil, mengetik huruf demi huruf di keyboard menjadi sebuah kalimat atau juga sesekali netra hitamnya akan bergulir dari kanan ke kiri, untuk melihat hasil ketikannya.
Di sampingnya tergeletak sebuah media massa atau surat kabar, dengan berita utama tentang sebuah perusahaan
yang tiba-tiba investornya menarik kembali sahamnya.
Bibirnya tersenyum mirimg, jahat memang tapi sebenarnya ia sudah punya rencana di dalamnya dan ini hanya salah satu caranya, untuk menyembunyikan rencana lainya.
Salah satu pemicu tentu saja wanitanya, tapi ia juga seorang pebisnis yang memikirkan kejayaannya, jadi
anggaplah sekali tepuk dua lalat mati. Artinya wanitanya yang akan hati-hati dan tidak membantahnya lagi, juga untuk memperlebar wilayah jangkauan sayapnya.
"Hm, kira-kira kapan dia akan datang menememuiku," gumam Gavriel masih dengan senyum miringnya.
Kembali fokus dengan apa yang di kerjakannya, Gavriel mengernyit saat mendengar suara ketukan yang berasal dari luar pintu ruangannya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!"
Ceklek!
Gavriel mengangkat wajahnya, melihat siapa orang yang sudah mengetuk pintu ruangannya. Di ujung pintu sana, Gavriel melihat seorang wanita dengan seragam resepsionis, berjalan menghampirinya dengan langkah pelan.
Tap!
"Permisi Tuan Gavriel. ada tamu yang ingin bertemu," ujar si resepsionis dengan nada manis, membuat
Gavriel menganngkat sebelah alis, merasa ia tidak punya janji temu dengan siap pun dan biasanya Aksa yang akan menemui tamu itu, jika belum ada janji temu sekalipun memang penting.
"Kamu tidak tahu, jika selain tamu dengan janji temu mak-
"Termasuk saya. Gavriel?"
Deg!
"Honey!"
Gavriel yang awalnya terkejut segera mengubah raut wajahnya, menjadi datar dan menatap wanita yang dipanggilnya honey dengan senyum miring, menyembunyikan kesenangannya.
Senyum yang membuat si resepsionis itu merona, karena baru kali ini melihat secara langsung senyum mahal Bosnya. Meski dalam hatinya bertanya tentang siapa wanita yang di panggil honey oleh sang Bos, tapi ia lebih memilih untuk menikmati senyum milik Bosnya lebih dulu.
"Astaga! Kenapa seksi sekali," batinnya tidak karuan.
"Kamu ke sini?" tanya Gavriel dengan nada pura-pura tidak peduli, ia menyimpan pekerjaannya tanpa
mengalihkan pandangannya dari wanitanya, yang menampilkan wajah kesal tanpa ada yang ditutupi.
"Kawai ne, (Imut sekali)" batinnya senang.
"Hm, kenapa tidak suka?" sahut si wanita, Queeneira. Ia menatap sengit ke ara Gavriel yang melengoskan wajahnya menyembunyikan dengkusan senangnya, kemudian menatap Queeneira dengan seringainya.
Dan lagi-lagi membuat wanita di depannya, resepsionis yang dari tadi melting semakin salah tingkah.Disusul dengan Queeneira yang diam-diam mengumpat dengan detak jantung menggila.
"Astaga! Double kill," pekik si resepsionis dalam hati.
"Gavriel sialan, dasar stupid bastad," batin Queeneira kesal.
"Of course not, honey. You can come here every time, if you want,(Tentu saja tidak, sayang. Kamu bisa kemari kapanpun, jika kamu mau)" sahut Gavriel santai.
Sadar dengan kehadiran orang lain di tengah-tengah mereka, Gavriel pun mengalihkan pandangannya ke arah si
resepsiois yang gelagapan saat mendengar deheman dengan nada rendah, dari Bosnya yang menatapnya datar.
Ehem ...
"Apa masih ada yang lain?" tanya Gavriel menatap dengan sebelah alis terangkat, elegan.
"Tidak Tuan. saya pe-permisi," balas si resepsionis dengan tergagap, saat melihat tatapan mata Bosnya yang begitu tajam.
"Astaga Tuan Gavriel, kenapa semakin anu saja," pikir si resepsionis dalam hati.
Si resepsionis pun akhirnya meninggalkan ruangan Gavriel, menyisakan Gavriel dan Queeneira yang saling diam
dengan mata menatap satu sama lain.
Gavriel yang lebih dulu mengalah, karena ia tahu jika wanitanya adalah orang yang keras kepala dan tidak akan
berbicara jika belum di tanya.
"Well, ada apa ini. Ada kepentigan apa sampai kamu repot mendatangiku?" ujar Gavriel sambil berdiri dari duduknya, berdiri di depan mejanya dan menyandar dengan tangan bersedekap, menatap Queeneira dengan pura-pura penasaran
"Jangan sok tidak tahu, Gavriel," sahut Queeneira cepat dan sinis, menatap pose Gavriel yang terlihat angkuh juga
keren di hadapannya saat ini.
"Hentikan, dia sama sekali tidak keren," batin Queeneira mengelak.
"Hm ..Sayangnya aku tidak tahu, honey, bagaimana ini?" tandas Gavriel dengan ekspresi wajah menyesal, yang
tentu saja dibuat-buat, membuat Queeneira menggertakkan giginya untuk menahan rasa kesalnya.
"Dan honey, apa kamu tidak lelah berdiri seperti itu?" imbuh Gavriel saat Queeneira hanya berdiri
kaku, menatapnya semakin tajam di hadapannya saat ini.
"Tidak, aku tidak akan berbasa-basi, Gavriel. Aku kesini untuk bertanya tentang ini," tukas Queeneira dengan tangan menggerakan sebuah surat kabar di hadapan Gavriel, yang hanya menyeringai di hadapannya.
"Wow … Apa itu?" tanya Gavriel pura-pura polos, menatap Queeneira yang menatap Gavriel semakin murka.
"Hentikan Gavriel, jangan buat aku kesal lebih dari ini, kalau kamu marah denganku atau tidak suka denganku, kamu bisa melampiaskannya kepadaku. Bukannya menindas orang tidak bersalah denganv kekuasaanmu, aku tidak suka."
Queeneira dengan kesal mengeluarkan perkataanya, tidak peduli jika suaranya hampir memenuhi setiap sudut ruangan luas milik Gavriel.
Deg!
Gavriel menatap Queeneira dengan pupil mata melebar, serta rahang mengeras menahan gemeletuk gigi saat tiba-tiba rasa marah menghampirinya.
Menindas?
Yang ia lakukan bukan menindas, hanya memberi peringatan kecil agar tidak ada lagi yang berani mendekati
wanitanya di kemudian hari.
Lagian apa salahnya, ingin memberitahukan kepada dunia, jika ia adalah si penguasa dengan segala kekuasaannya.
Menghela napasnya berulang, Gavriel pun akhirnya bisa mengendalikan diri lagu, lalu menatap lurus Queeneira tanpa ada emosi di dalamnya.
Ia tidak boleh sembarangan mengeluarkan emosinya, terlebih itu di hadapan wanitanya.
"Sialan, habis ini aku harus ke sana." putus Gavriel dalam hati.
"Apa maksudmu, Queene. Kamu bisa jelaskan dengan sejelas-jelasnya, lalu boleh memakiku setelahnya," tanggap Gavriel dengan nada tenang luar biasa, membuat Queeneira kembalin mendengkus kesal.
"Kamu mengerti apa maksudku dengan jelas, Gavriel. Lihat dan baca surat kabar itu, bukankah kamu yang bilang jika besok tepatnya hari ini, aku akan menerima kabar kehancuran perusahaan yang kemarin baru menjalin kerja sama denganku. Iya lan, hah!"
Oh ternyata hanya kerja sama, tapi jelas sekali jika si kamvret itu suka denganya, dengan wanitaku.
Gavriel menganggukkan kepalanya santai, dengan menggoyangkan jari telunjuknya seperti mengingat sesuatu.
"Ah! Yang itu. Hmm … Iya aku ingat dengan jelas yang itu, yang aku bertanya tapi kamu tidak menjelaskan dengan
benar, kan?" tanya Gavriel pura-pura memastikan, dengan nada menyebalkan di pendengaran Queeneira.
"Cih."
Queeneira berdecih dengan netra berotasi malas, saat melihat bagaimana reaksi santai pria di depannya.
"Dengar , hone-
"Jangan panggil aku dengan sebutan honey, kamu bukan siapa-siapa aku, apa perkataanku kemarin tidak jelas!" sela Queeneira dengan cepat, membuat Gavriel terkekeh mengangkat kedua tangannya ke udara tanda menyerah.
"Fine, aku tidak akan memanggil kamu dengan sebutan itu lagi. Kamu senang?" sahut Gavriel dengan nada jenaka, dengan Queeneira yang hanya mendengkus.
"Huh!"
"Ok, bisa aku lanjutkan jawabanku?" tanya Gavriel dengan sabar, sedangkan Queeneira hanya melengos, sepertinya kesal saat melihat sudut bibir yang kemarin mengecupnya terangkat menahan kekehan.
"Hmm."
"Dengar ini Queeneira, jawaban untuk pertanyaan kamu adalah iya. Sudah kah cukup dan jelas, heum?"
Queeneira menatap Gavriel tidak percaya, saat Gavriel menjawab lugas pernyataanya tanpa ada elakan di dalamnya, belum lagi dengan gesture santai yang di tunjukan untuknya, membuatnya semakin marah dan juga kecewa disaat bersamaan.
"Kenapa Gavriel?" tanya Queeneira lirih, menatap Gavriel dengan mata merah menahan air mata.
"Ken-
"Kenapa kamu melakukan ini? Kalau kamu membenciku, seharusnya kamu tidak melimoahkannya kepad-
"Aku tidak membencimu, ak-
"Lalu kenapa kamu seperti ini, hanya karena aku tidak menjawab pertanyaanmu dengan benar. Kamu dengan seenaknya menggunakan kekuasaanmu untuk menghancurkan hidup orang. Seharusnya kamu menghancurkan perusahaan aku juga Gav-
"Mana mungki!"
"Mungkin saja, jika perusahaan yang tidakb salah saja kamu bisa, kenapa perusahaan aku tidak. Jawab aku Gavriel Wijaya, jawab aku!"
Keduanya saling melihat dengan kilatan marah dan kecewa yang kentara. Queeneira dengan rasa marah yang luar
biasa, sedangkan Gavriel yang kecewa dengan apa yang terjadi.
Bukan, bukan seperti ini sebenarnyayang harus terjadi, seharusnya Queeneira menemuinya untuk memohon pengampunan dan memintanya untuk membantu perusahaan itu, bukannya marah dan meminta agar
ia juga menghancurkan peruasaan milik Queeneira, dengan lelehan air mata yang akhirnya luruh juga.
Seketika Gavriel tersentak, ia yang tadinya berdiri berjauhan dengan Queeneira segera berjalan tergesah, hendak mengampiri dan menghapus air mata dari netra coklat wanita kesayangannya. Tapi harus berhenti, saat sebelah
tangan terulur di hadapannya seperti mencegah agar Gavriel I tidak melangkah nlebih dari itu.
"Berhenti di situ, jangan mendekat ke arahku lebih dari jarak saat ini. Aku benar-benar kecewa denganmu, Gavriel. Aku tidak ingin bertemu kamu lagi," tandas Queeneira dengan sebelah tangan mengusap kasar sudut matanya.
"Que-
"Jangan panggil nama aku lagi, aku benar-benar kecewa dengan kamu. Aku sudah menahan rasa kecewa ini dari lama dan aku lega karena aku mengatakannya langusng di hadapan kamu saat ini juga." sela Queeneira, membuat Gavriel menatap dengan pupil mata bergetar, tidak percaya jika Queeneira ternyata mengeluarkan kekecewaanya di waktu yang tidak tepat.
"Queene dengarkan ak-
"Cukup! Aku tidak ingin mendengar apa-apa lagi dari lisan kamu, Gavriel. Aku pergi dan jangan pernah temui aku
lagi."
Setelah lagi-lagi menyela setiap kalimat yang akan diucapkan Gavriel dengan cepat, Queeneira pun segera
berbalik, berjalan dengan tergesa meninggalkan ruanganan Gavriel, yang memanggil nama Queeneira berulang namun tidak diindahkan.
"Queene! Hei! Queeneira , dengarkan aku!"
Brakk!
"Sial!" umpat Gavriel sebelum melangkahkan kakiknya, ikut keluar dari ruangannya hendak mengejar Queeneira
yang sudah memasuki lift turun ke lantai bawah.
Ting!
"Quee!"
Memanggil nama wanita yang dicintainya berulang, Gavriel kembali mengumpat kesal saat pintu lift tertutup.
Bahkan ia melihat dengan jelas, bagaimana Queeneira menghaous air matanya kasar, sebelum pintu tertutup sedangkan ia hanya mampu terpaku.
"Bangsat, fuck!"
Brakkkh!
Menedang tong sampah di sampingnya hingga isinya berhamburan, Gavriel marah setengah mati saat rencananya malah membuat kacau segalanya. Rencana ini belumlah semua berjalan, masih ada lagi yang belum terjadi dan inilah yang seharusnya Queeneira tahu maksudnya apa melakukan semua ini.
"Sialan!"
Bersambung.