Chereads / Married With My Arrogant Friend / Chapter 23 - Sebenarnya

Chapter 23 - Sebenarnya

Selamat membaca

{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{

Keesokan harinya

WIJAYA Tbk

Di kursinya, Gavriel mengerjakan tugas dengan sesekali menjawab pertanyaan dan juga balik bertanya dengan Aksa, yang berdiri dengan tab di tangannya sedang membacakan ulang jadwal sang Bos, juga kemana saja mereka hari ini mereka akan pergi.

Jadwalnya sudah diatur ulang oleh Aksa, tapi entah kenapa Gavriel merasa jika sama saja dan tidak ada perubahan.

"Sialan, kenapa aku hanya punya waktu satu jam untuk mengganggunya," gerutu Gavriel dalam hati.

Hari ini seperti yang direncanakan, akan ada pertemuan di pagi ini dengan seseorang yang kemarin meminta pertemuan dan selanjutnya ia punya satu jam untuk melakukan fitting jas di butik sahabatnya.

"Sekitar lima belas menit lagi seharusnya sampai, saya sudah bilang, jika ada keterlambatan seperkian detik saja maka pertemuan akan dibatalkan," jelas Aksa saat Gavriel bertanya tepatnya pukul berapa pertemuan dengan orang

tersebut.

"Hn. Aku saat ini masih ada pekerjaan, kamu temui dia lebih dulu, setelah selesai aku akan kesana," sahut Gavriel tanpa melihat ke arah Aksa yang mengangguk mengerti.

"Baik, Bos."

"…."

Lalu suasana pun sunyi, hanya bunyi suara ketikan keyboard saat keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Gavriel yang sibuk dengan evaluasi rancangan bangunan dari tim perancangnya dan Aksa yang sibuk dengan perpindahan banyak jadwal meeting Bosnya.

"Aksa," panggil Gavriel masih dengan fokus di layar komputernya, sedangkan Aksa mengangkat wajahnya dan melihat Gavriel dengan tatapan biasa.

"Iya, Bos?" sahut Aksa, menyimpan tabnya dan memasang pendengarannya dengan baik.

"Gross dan net profit untuk pendapatan dan biaya pembangunan klien di kota B. Apa sudah dipastikan?" tanya Gavriel kepada Aksa yang segera memeriksa salinan dokumen di tabnya dan mengirim via e-mail kepada Bosnya.

"Sudah dan laporannya baru saya kirim, Bos bisa cek e-mail, lalu untuk bahan baku juga mereka sudah menyanggupi ready saat waktunya," jawab Aksa dan menjelaskan secara rinci, membuat Gavriel mengangguk mengerti.

"Lalu cash flow untuk tahun kemarin, apa Tuan besar Wijaya sudah periksa?"

Gavriel kembali bertanya, meskipun fokusnya masih dengan layar komputernya, tapi ia mampu mendengar dengan jelas, juga tetap konsentrasi dengan penjelasan yang diberikan Aksa.

"Sudah, Bos. Net income sudah di periksa oleh Tuan besar," jawab Aksa cepat.

"Hn."

Tidak lama terdengar suara dering telepon di meja kerja Gavriel, dengan Aksa yang mengangkatnya segera, sedangkan Gavriel kembali dengan fokusnya tanpa terganggu dengan Aksa dan percakapanya.

"Hm, tunjukan ruangannya, saya kesana," perintah Aksa kemudian menutup panggilan dan kembali berdiri tegak di depan meja Bosnya.

"Mereka sudah datang, Bos," ujar Aksa yang di angguki kepala mengerti oleh Gavriel.

"Hn. Kamu bisa temui mereka, jelaskan rinciannya. Aku akan ke sana jika sudah selesai dengan pekerjaanku," sahut Gavriel memerinta.

"Baik, saya permisi."

Aksa pun meninggalkan Gavriel di ruangannya sendirian, berjalan menuju ruang pertemuan dimana di sana sudah menunggu seseorang.

Selagi Aksa yang menemui tamunya, Gavriel berpacu dengan waktu agar waktu satu jamnya di butik sahabatnya menjadi lebih meski semenit, ia dengan cepat mengevaluasi semua laporan yang masuk, tapi tetap fokus dan

akurat dan akhirnya selesai.

Menyimpan dengan segera hasil akhirnya di sd card dan menyimpan di jam tangannya, Gavriel berdiri dari duduknya dan merapihkan merapihkan jasnya lalu keluar dari ruangannya, berjalan dengan langkah lebar menuju ruang pertemuan di lantai bawah.

Ting!

Ruangan pertemuan luas milik perusahaan cabang Wijaya ini hanya di isi dengan tiga orang laki-laki, dua dari ketiganya sedang sibuk membaca kertas kesepakatan, sambil menunggu Bos besar mereka, Bos yang akan

menjadi Bos baru dua orang ini.

Sebentanya satu dari dua orang ini dulunya adalah juga seorang Bos, namun karena saat ini perusahaannya sudah di ambil alih atas nama seseorang, maka Seseorang yang dulunya adalah Bos atau pemilik perusahaan ini

harus rela, berpindah posisi menjadi manager pengelola dibawah kepemimpinan si pemilik baru.

Tidak ada ruginya juga sebenarnya, saat sebenarnya si pemiilik utama ini juga sudah merasa jika perusahaannya dulu sudah tidak bisa di tolong. Ia justru merasa jika ia menerima pun tugas ini, posisinya masih seperti pemilik namun namanya sudah tidak ada di kertas kepemilikan lagi.

Memang ada rasa marah di hatinya, saat ia merasa ada hal aneh dengan kejadian tiba-tiba yang menimpanya, apalagi ia sudah lama merintis usaha ini dari bawah namun hancur hanya dalam semalam. Tapi ia juga merasa,

jika tidak sepenuhnya salah investor saat ia sendiri sudah tidak yakin dengan apa yang dilakukannya bisa berhasil atau tidak.

Bisa dibilang jika usaha terakhirnya kemarin pun hanya salah satu pengelakannya, saat kehancuran sebenarnya sudah ada di hadapannya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara pintu yang terbuka dengan seorang pria memakai pakaian rapi tanpa cela, menatap ketiganya dengan datar dan berjalan dengan wibawa yang kentara. Membuat ketiganya berdiri dengan

segera, juga menundukan tubuh sebagai salam penghormatan.

"Selamat pagi, Tuan," sapa dua orang tamu ini kompak.

"Hn."

Gavriel pun duduk dan diikuti oleh dua tamu sedangkan Aksa berdiri di samping Gavriel, yang menatap datar dua orang di hadapannya, saat Aksa berbisik tentang apa yang sudah dilakukannya.

"…."

"Hn, aku mengerti," gumam Gavriel, setelah Aksa selesai dengan penjelasan bisik-bisiknya.

Setelahnya, Gavriel duduk dengan punggung menyandar dan menganggukan kepalanya sejnak, baru kemudian memandang kembali ke arah dua tamu yang adalah pemilik dari perusahaan property Raya Utama.

"Jadi, apakah semuanya sudah jelas atau masih ada yang ingin di tanyakan?" ujar Gavriel masih menatap datar si pemilik awal perusahaan yang sudah Gavriel akusisi. Namun, Gavriel masih menunjuk si pemilik awal sebagai

pengelola, sedangkan ia sendiri hanya memantau dari atas dan akan ikut campur jika ada hal darurat saja.

"Tidak, Tuan. Saya sudah jelas dan juga terima kasih dengan bantuan anda, sehingg-

"Bukan begitu caranya berterima kasih, saudara Ferdy. Tapi kinerja dan perkembangan perusahaan adalah bukti nyata dari ucapan terima kasih itu," sela Gavriel dengan cepat dan tentu saja bernada datar, membuat Ferdy

yang mendengar perkataannya disela seperti itu terdiam, takut.

"Saya mengerti, Tuan," sahut Ferdy setelah mengerti mau dari Bosnya.

"Hn, lalu untuk rencana yang sudah kamu susun, kamu boleh lanjutkan. Apa ini bisa di pahami?" tanya Gavriel saat sebelumnya ia memeriksa langkah terakhir namun belum terealisasi dari Ferdy, tentang pemasaran

propertynya dengan menggunakan jasa photoshop sahabatnya.

"Tentu, Tuan. Kami akan mendatangi kembali dan menandatangani kerja sama ulang, untuk pemotretan property," jelas Ferdy dengan segera.

"Hn. Sepertinya sudah selesai, kalau begitu sisanya saya serahkan kepada Aksa. Aksa, sampai jam makan

siang selesai, saya ada di sana," ujar Gavriel, berdiri dari duduknya dan pergi setelah merasa jika urusannya sudah selesai.

"Baik, saya mengerti, Bos."

Blam!

"Tuan Aksa," panggil Ferdy ragu-ragu, membuat Aksa yang sedang melihat kepergian Gavriel pun mengalihkan pandangannya untuk ganti menatap Ferdy.

"Iya, ada apa?"

"Itu, sebenarnya, apa hubungannya Nona Wardhana dengan Tuan Gavriel? Saya merasa jika saat itu, Tuan Gavriel seakan marah dengan saya?" tanya Ferdy takut, ia melihat dengan senyum canggung saat Aksa tersenyum tipis

ke arahnya.

"Nona Wardhana ya, hum …"

Jawaban menggantung dari Aksa membuat Ferdy dan satu rekannya menunggu dengan raut wajah penasaran, membuat Aksa mendengkus dalam hati saat merasa jika Ferdy terlalu kepo dengan apa yang terjadi terhadap

Bosnya.

"Entah, kalian bisa bertanya kepada orangnya," lanjut Aksa setelah sekian lama, membuat dua orang ini kesal namun tidak ditunjukan keduanya.

"Lagian yang harus kalian tahu dan lakukan itu hanya satu yaitu diam, jika melihat atau mendengar apapun yang terjadi dengan urusan pribadi Bos. Apa kalian bisa melakukannya?" tandas Aksa memperingati dengan

nada tegas, agar keduanya menjadi anak buah yang penurut dan tidak banyak berbicara.

"Maaf atas kelancangan saya, Pak Aksa," timpal Ferdy cepat, menuai anggukan kepala dari Aksa yang kemudian memasang wajah ramah lagi.

"Tidak apa-apa, Tuan Gavriel lebih suka dengan bawahan yang membuktikan kinerja melalui tindakan, bukan dengan lisan. Tolong diingat apa yang saya katakan tadi dan beliau juga sangat royal dengan seseorang yang berdedikasi tinggi terhadap perusahaan. Jadi selamat datang di Archie Investment, pak Ferdy."

"Terima kasih, Pak Aksa," sahut Ferdy, menjabat tangan Aksa segera dan kemudian sama-sama keluar dari ruang meeting, kembali ke kantornya melanjutkan rencana kerja dengan tim baru yang sudah disusun oleh Gavriel.

Nama perusahaan yang awalnya Raya Utama, masih tetap Raya Utama namun di bawah naungan Arthur Investment milik Gavriel Dira Arya Wijaya.

Bersambung.