Selamat membaca
{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{
Restoran kota S
Di meja dengan tiga orang duduk melingkar, ada sedikit kecanggungan saat satu dari ketiganya sedang di landa yang namanya sindrom benci tapi cinta, sedangkan satunya lagi menatap keduanya dengan batin terkikik lucu, lalu satu yang tersisa hanya menampilkan wajah datar andalannya.
Selyn yang terkikik tahu dengan jelas bagaimana perasaan mba kesayangannya saat ini, ia hanya berharap masalah kakak dan mbanya selesai dan kembali bisa bersama seperti dulu.
"Aku tahu, aku tidak bisa ikut campur lagi. Tapi aku hanya ingin keduanya bersama, setelah sekian lama berpisah," batin Selyn berharap.
Selyn melihat sang kakak yang penampilannya memukau seperti biasa, meskipun hanya dengan kemeja putih yang lengannya tersingsing, tapi justru membuat pesona sang kakak semakin membuat sekitarnya melihat ke arah meja mereka saat ini, dengan berbagai macam ekspresi antara kagum dan terpana .
Lalu ia juga melihat ke arah mbanya, yang duduk di sebelah sang kakak dengan pakaian yang kontras dengan sang kakak, dress berwarna hitam yang memamerkan bahu putih, sehingga ia bisa melihat tatapan kakaknya yang menatap mbanya seperti tidak suka.
Kakaknya mewarisi gen sang Daddy, posesif dengan apapun yang menjadi kesayangannya dan ia mengerti arti tatapan itu bukan lah tatapan tidak suka kepada mbanya, tapi lebih ke pakaian yang mbanya pakai saat ini.
"Dasar Mamas, belum juga jadi miliknya sudah begitu. Bagaimana kalau dia tahu sendiri, dulu mba selalu di kelilingi laki-laki sewaktu kuliah," lanjut Selyn masih dalam batinnya dengan geli.
Sementara Selyn dengan rasa gelinya, Queeneira yang merasa sedang di pandang oleh Gavriel pun bergerak tidak nyaman di kursinya, kemudian berdehem dan menoleh ke arah Selyn dan tersenyum kaku.
"Kamu sudah tentukan mau makan apa,El?" tanya Queeneira dengan buku menu di tangannya.
Ya … Saat ini mereka sedang memesan makanan, sengaja menunggu kehadiran Gavriel baru kemudian mereka memesan makanan. Maka itulah Queeneira yang sedang melihat menu merasakan merinding, saat Gavriel melihat ke arahnya padahal buku menu ada di hadapan masing-masing.
"Hm, El pesan Tenderloin steak dan dessert salad buah saja. Mba pesan apa?"
"Mba-
"Pernah coba Japanese wagyu steak? Lebih lembut teksturnya dan lebih juicy, bagaimana?" sela Gavriel cepat, menatap dua wanita kesayangnanya yang juga melihat ke arahnya dengan berbeda ekspresi.
Selyn melihat ke arah kakaknya dengan alis bertaut, tepatnya berpikir. Sedangkan Queeniera menatap Gavriel dengan tatapan tidak suka, saat kalimatnya di potong dengan nada santai seperti itu.
"Bagaimana?" tanya Gavriel sekali lagi, saat keduanya belum memberikan jawaban, sedangkan seorang pelayan berdiri setia menunggu pesanan mereka.
"Boleh deh Mas. El setuju aja. Kalau kata Mas enak, berarti enak. Iya kan, Mba?"
Queeneira tersentak kecil, saat tiba-tiba mendengar pertanyaan untuknya tentang makanan yang akan mereka pesan. Ia hanya mengangguk, namun ia tidak serta merta menyetujui pesanan yang akan di pesan Gavriel, ia dengan cepat mengeinterupsi saat Gavriel hendak menyebut pesanan mereka.
"Ok, jadi Mas pesan steaknya sama semua yah," tanya Gavriel memastikan dan menuai anggukan kepala adiknya.
"Kami pesan Japanese wagyu steak 3-
"Permisi, kalau saya pesan cream of mushroom soup. Juga salad buah, itu saja. Terima kasih."
Menoleh ke arah Queeneira cepat, Gavriel merasa sahabatnya sedang mengibarkan bendera perang dengan lagi-lagi menolak kehadirannya. Ia juga mengangkat alis dengan bibir tesenyum miring, Gavriel merasa gemas saat melihat tembok tak kasat mata yang di pasang Queeneira semakin terlihat jelas.
"Hum … Baiklah, kita lihat sampai kapan kamu akan mengingkari keberadaanku dan rasa sukamu untukku, rasa suka yang kamu ungkapkan 10 tahun lalu, Queeneira," batin Gavriel.
"Jangan lupa di catat," ujar Gavriel dengan nada datar, tanpa melihat si pelayan karena fokusnya saat ini adalah Queeneira, yang melengoskan wajahnya saat ia menatap dengan mata tajam, tanpa di tutup-tutupi.
"Baik, Tuan."
"Jadi pesanannya, 2 Japanese wagyu steak, mushroom cream soup, 2 salad buah. Ada lagi, Tuan?" uIang dan tanya si pelayan dengan nada sopan.
"Hn. Bawakan Cabernet merlot juga, lalu juice strawberry ," tambah Gavriel saat melihat daftar wine yang tersedia, sedangkan ia memasankan minuman lain untuk adik dan wanitanya.
"Baik."
Kemudian pelayan pun meninggalkan meja, menuju tempat pemesan meninggalkan meja dengan 3 orang saling melihat namun beda ekspresi.
"Mba, nggak nyoba steaknya?" tanya Selyn dengan nada canggung yang kentara.
"Hum, mba lagi nggak ingin makan daging. Next time mba coba deh," balas Queeneira dengan penjelasan yang tentu saja bohong. Ia suka sekali daging dan ia yakin Gavriel tahu itu dengan jelas.
"Wahh … Sayang sekali," sahut Selyn dengan ekspresi sedih, sedangkan Gavriel hanya melihat dua wanita kesayangannya sedang asik berbincang.
Dengan bibir terseyum miring, Gavriel melihat Queeneira yang menghindar dari tatapannya, melongos namun sedetik kemudian melirik lagi ke arahnya, membuatnya diam-diam terkekeh namun di tahannya.
"Wanitaku, sepertinya kamu tidak akan bisa begitu saja lepas menatapku barang sejenak," kekeh Gavriel dalam hati.
"Sialan, kenapa dia harus bertopang dagu seperti itu. Lihat lengannya, apa dia ingin memamerkannya kepada wanita di sekitarnya, atau dia sudah biasa tebar pesona seperti itu," gerutu Queeneira dengan wajah sebisa mungkin tidak melihatnya.
Queeneira mendengkus saat ia melirik dengan ekor matanya ke arah samping kiri-kanan juga sekitanya, yang saat ini ramai dengan pengunjung wanita menatap Gavriel dengan binar terpesona dan tatapan lapar.
"Menyebalkan," umpat Queeneira dalam hari, kesal saat melihat sekitarnya.
Pfffttt.
Gavriel diam-diam tertawa, tentunya dalam hati saat melihat wajah tidak suka Queeneira saat melihat sekitar, dengan banyak pengunjung wanita juga laki-laki melihat ke arah mereka dengan tatapan kagum.
Hei! Asal kalian tahu, ia pun sebenarnya sedang merasakan tidak suka, saat melihat pengunjung laki-laki yang menatap wanitanya dengan tatapan penuh minat.
"Minta di colok itu mata," dengkus Gavriel dalam hati.
Tapi ia santai saja, tidak perlu terlalu memperlihatkan, jika nyatanya ia bisa melakukan hal lebih dari sekedar menatap balik para laki-laki kmvret di sekitanya.
Apakah itu,?
Nanti dan tunggu saja. Karena memang belum waktunya ia memperlihatkan cara ampuhnya.
Tidak lama pesanan mereka pun datang. Mereka menikmati makanan dengan nikmat, sesekali akan terdengar obrolan dari Selyn, yang bertanya kehidupan sang kakak di Amerika sana, sekalian memancing Mbanya yang
hanya makan tenang, tidak ikut menimpali obrolannya dan sang kakak.
"Jadi kan ,Mas. El juga ada teman yang sempat kuliah di Amerika, dia bilang sulit kuliah di sana, jadi balik deh dan kebetulan satu kampus lagi dengan El."
Gavriel mengangguk membenarkan apa yang dikatakan sang adik, karena ia pun mengalami bagaimana susahnya mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh Dosen.
"Benar sekali, El. Itu sebabnya Mas jarang memberi kabar," sahut Gavriel membenarkan, menatap Queeniera berharap apa yang dikatakannya di dengar dan di mengerti oleh calon wanitanya.
"Tapi Mas sih kelewatan, bukan jarang lagi," tandas Selyn dengan nada suara kesal, menuai kekehan kecilnya. Kekehan yang terdengar merdu di telinga wanita di sekitarnya, sehingga terdengar pekikan tertahan dari mereka, dengan Queeneira yang kembali kesal namun mampu disembunyikannya.
Lagi-lagi tebar pesona.
"I'm so sorry, princess. "
"Huem."
"Jangan marah, yang penting Mas kan sudah pulang dan berdiri disisi El lagi. Heum … Iya, kan?" rayu Gavriel dengan lembut, saat melihat Adiknya memasang wajah cemberut.
"Fine."
"Good girl."
Queeneira hanya bisa diam, saat pasangan kakak-adik ini bercengkrama seperti biasa, masih sehangat dulu, meski Gavriel menggunakan nada datar dengan baritone khasnya, tapi Queeneira tahu jika Gavriel menjawab dengan hangat setiap perkataan Selyn.
"Jadi, Que. Bagiamana kabarmu?"
"Ah!"
Queeneira tersentak kecil, saat Gavriel bertanya tentang kabarnya dengan tiba-tiba, membuatnya segera melihat Gavriel dan melupakan sop jamur yang baru di makan beberapa suap olehnya.
Mencoba untuk tenang, Queeneira menegakkan punggungnya dan mengelap sudut bibirnya sebelum menjawab pertanyaan basa-basi dari Gavriel.
"Aku?" tanya Queeneira memastikan, dengan Gavriel mengangguk mengiyakan.
"Hn."
"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja,�� jawab Queeneira singkat, kemudian melanjutkan acara makan dan
mengalihkan pandangannya ke arah mangkuk, berusaha tidak peduli saat Gavriel mengangguk-anggukan kepalanya.
"Syukurlah."
Selesai menyantap makanan utama, mereka melanjutkan dengan makanan penutup yang sudah di pesan oleh mereka. Salad buah untuk Selyn dan Queeneira, sedangkan Gavriel menikmati winenya, Cabernet merlot.
Cabernet Merlot merupakan full-bodied red wine yang memiliki rasa yang rich dan kompleks. Wine ini memiliki rasa seperti blackberry, blackcurrant, baking spices, dan cedar. Jenis ini merupakan salah satu jenis wine yang paling populer di dunia. Wine ini dikenal sebagai wine yang memiliki tannin yang tinggi.
Sementara Selyn dan Queeneira yang berbincang dengan sesekali memakan saladnya, Gavriel menyesap manisnya minuman yang saat ini sedang ia konsumsi.
Kadar alkoholnya hanya 13% , tidak membuat mabuk dan lagi wine terbuat dari buah.
"Mas! El juga boleh minum wine sama Daddy," ujar Selyn, mengagetkan Gavriel yang saat ini sedang menyesap wine namun matanya fokus kepada Queeneira.
"Hn?" gumam Gavriel dengan alis terangkat, bertanya.
"El mau minum winenya juga," ulang Selyn, menuai anggukan kepala dari Gavriel dan dengan segera mengulurkan botol, sedangkan Selyn mengulurkan glass wine ke arahnya.
"Thanks, Mas!"
"Hn."
"Kamu mau juga, Queene?" tawar Gavriel, namun sayang Queeneira menggelengkan kepalanya kemudian melanjutkan acara makan buahnya.
"Tidak."
"Ok." Mengangguk kepala mengerti, Gavriel kembali menyesap wine sesekali menyahuti perkataan sang adik, yang sedang membahas tentang hotel yang saat ini adiknya kelola.
Tidak lama, Queeneira berdiri dari duduknya dan izin ke toilet yang di angguki oleh pasangan kakak-adik ini. Kepergian Queeneira di lihat oleh Selyn dan Gavriel dengan pandangan yang berbeda, kemudian keduanya saling pandang dengan yang sorot mata berbeda pula.
Selyn menatap dengan pandangan menuntut, tentang perubahan sikap Queeneira kepada sang kakak, sedangkan Gavriel menatap adiknya dengan sebuah rencana.
"Mas."
"Hn?"
Beberapa saat kemudian
Queeneira pun kembali ke meja tempatnya tadi duduknya, lalu segera duduk di tempatnya semula.
Ia meminum minumanya dan menatap Selyn bingung, saat ia melihat Selyn yang memandangnya tidak enak.
"Ada apa," pikinya bingung.
"Kenapa, El?" tanya Queeneira bingung, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Gavriel yang masih santai meminum minumannya.
"Mba."
"Iya."
"Maaf ya, nggak bisa nemenin Mba dan Mas makan sampai selesai. El harus ke hotel, ada pesan emergency yang di kirim staf," jelas Selyn dengan nada menyesal, menatap Mbanya dengan sorot mata sayu dan berharap Mbanya juga bisa mengerti.
"Loh … Kok tiba-tiba?" tanya Queeneira dengan perasaan gelisah. Ia tidak ingin di tinggal berduaan dengan Gavriel, terlebih ia tidak membawa mobil karena ia tiba-tiba di jemput oleh Selyn di apartemennya.
"Iya, El juga tidak tahu Mba," jawab Selyn cepat.
"Ya sudah, Mba juga pulang saja. Kita sudah selesai makan ini, iya kan?" timpal Queeneira ikut membereskan tasnya, namun segera berhenti saat tiba-tiba Selyn memegang tangannya cepat.
"Jangan, Mba!"
"Eh! Kenapa?" tanya Queeneira dengan perasaan tidak tenang.
"Mba disini aja dulu, temani Mas sampai selesai minum. Jarang-jarang Mas punya waktu seperti ini. Ok kan mba? Nanti kalau El sudah selesai, El balik lagi kesini, iya kan, Mas?"
Gavriel hanya mengangguk dengan bibir tersenyum samar, tersembunyi di balik gelas yang saat ini sedang menempel saat ia masih menikmati minumannya.
"Hn, tentu saja, El," sahut Gavriel sambil meletakan gelas wine di atas meja di hadapannya.
"Please ya Mba, tunggu El di sini. Sama Mamas, " lanjut Selyn membujuk Queeneira yang akhirnya mengangguk pelan.
"Baiklah," jawab Queeneira lirih, menuai pekikan senang dari Selyn, juga Gavriel yang diam-diam bersyukur dalam hati.
"Baiklah, El pergi. Bye Mas, bye Mba," pamit Selyn, kemudian mengambil tas tangannya dan mengecup pipi sang kakak.
"Semoga berhasil," bisik Selyn kepada sang kakak, yang dibalas dengan usapan sayang di rembutnya.
Akhirnya Selyn pun meninggalkan meja dengan dua orang yang saling diam, dengan pemikiran berbeda juga dengan perasaan berbeda.
"Queene."
Bersambung