Chereads / PARA KONGLOMERAT TERKUTUK (17+) / Chapter 5 - CH 2 Part 1

Chapter 5 - CH 2 Part 1

"Dari mana saja Kau, Her?" Wulan menyilangkan lengannya di dada memergoki anak sulungnya baru pulang jam dua belas malam.

"Dari … dari belajar kelompok, Bu," jawab Hermanza setengah gugup. Jawaban ngawurnya membuat Wulan semakin geram.

"Mana ada jam segini belajar kelompok, Her? Kalau bohong yang pintar sedikit."

Wulan melanjutkan omelannya dengan berbagai macam kata yang membuat Hermanza bosan. Sesekali Ia melontarkan sumpah serapah yang menjelekkan Rojali di depan anaknya.

"Kamu itu jangan seperti bapakmu, tidak punya adab. Jadi laki-laki cuma punya selangkangan, ke sana ke mari main tancap. Tak ada bedanya dengan hewan."

"Bu, sumpah demi Alloh aku nggak kayak gitu," teriak Hermanza tidak terima.

Wulan terdiam, Ia tertegun sejenak sebelum akhirnya berkata, "Sumpahmu didengar Alloh, Her. Alloh Maha Mendengar. Kamu jujur sama Ibu, apa yang menjadikanmu sering pulang larut sampai jam segini?" Ucap Wulan dengan pelan.

"Dari balapan, remi, terus bakar-bakaran," jawab Hermanza.

Wulan menyipitkan pandangannya hingga dahinya berkerut. Anak lelakinya yang baru kelas tiga SMP sudah bermain bebas layaknya orang dewasa. Pantas saja Ia tidak bosan-bosan mendekati Rojali dan menceritakan kehebatan motor besar yang terpajang di dealer motor terbesar di kotanya. Rupanya Ia ingin mengoleksi motor besar.

"Kau bakar-bakaran apa, Her? Jagung?"

"Ayam," jawab Hermanza tanpa pikir panjang.

Wulan menggelengkan kepalanya lalu menghela nafas panjang karena dadanya sesak. Ia merasa gagal sebagai orangtua. Semenjak menerima kenyataan bagaimana kebobrokan Rojali, Ia ingin sekali anaknya menjadi anak yang benar. Tapi situasi dan kondisi sangat mendukung Hermanza untuk mengikuti pergaulan yang urakan.

Hermanza dimanfaatkan oleh teman-temannya karena Ia banyak uang, tentu saja uang Rojali. Ditambah lagi Hermanza adalah anak yang supel dan humoris. Tidak hanya anak laki-laki saja yang mendekatinya, tetapi juga anak-anak perempuan yang kebanyakan lebih tua dari Hermanza.

Wulan melangkah gontai ke kamar dengan perasaan lelah, lelah hati lelah pikiran. Anak bungsunya sudah tertidur nyenyak di springbed king size di kamarnya. Ia selalu tidur dengan Wulan walaupun sudah tiga belas tahun. 

Tangan Wulan membelai rambut anaknya dengan lembut, Rismanza bercita-cita sebagai model. Cita-cita yang sangat aneh menurutnya karena pekerjaan tersebut hanyalah akal-akalan orang yang suka pamer saja. Dirinya yang memiliki barang-barang mewah hampir dari semua merk saja tidak suka pamer. Ia hanya memakainya saat arisan ibu-ibu saja.

Tapi Ia tidak bisa mematahkan semangat anaknya yang sudah mulai terlihat cantik di masa-masa awal remajanya. Kaki Rismanza jenjang, wajahnya bersih, kulitnya kuning langsat, giginya rapih, Ia tinggi semampai sampai-sampai saat Wulan membawanya ke perkumpulan yang didominasi sosialita, Rismanza ditanya kuliah di mana, semester berapa, jurusan apa, dan pertanyaan lainnya yang belum bisa Rismanza raih.

"Bu, liburan besok aku mau les Bahasa Perancis," ujar Rismanza.

"Kenapa tidak Bahasa Inggris saja?" tanggap Wulan. Anak bungsunya memang punya inisiatif yang tinggi untuk belajar, tidak seperti Hermanza yang hampir tiap kenaikan kelas Wulan harus menyogok wali kelas agar Hermanza naik kelas dengan mulus. 

"Bahasa Inggris itu sudah terlalu umum, jadi semakin mudah dipelajari. Buktinya aku bisa masuk kelas internasional tanpa harus belajar Bahasa Inggris siang malam," jawab Rismanza.

Wulan hanya mengiyakan kemauan anaknya, baginya uang les Rismanza tidak seberapa karena Ia ingin sekali anak-anaknya bernasib jauh lebih baik dari dirinya. Wulan tidak menyangkal bahwa dirinya adalah perempuan yang salah masuk kandang. Ia dulu pura-pura menyukai Rojali karena diputus secara sepihak oleh mantannya.

Rojali pun seperti mendapat mangsa yang nekat masuk ke perangkapnya tanpa dipancing. Ia memerawani Wulan hingga hamil Hermanza saat Wulan sedang di puncak frustasi dengan sang mantan. Rojali merayunya dengan janji akan membahagiakannya seumur hidup jika Wulan mau.

"Telor lagi, telor lagi," Hermanza mendesah frustasi di meja makan. Ia melonggarkan kerah seragamnya hingga berantakan.

"Karena telor itu banyak vitaminnya, Her. Sudahlah jangan banyak protes," sahut Wulan.

"Bu, roti yang tadi malam masih?" Rismanza memutar bola matanya bosan melihat menu sarapan pagi ini.

"Sarapan roti saja tidak bikin kita kenyang, Ris," tanggap Wulan. Ia sedikit kewalahan dengan kelakuan anak-anaknya di tiap pagi hari.

"Apakah Ibu tidak bisa belanja sesuatu yang lain selain telor?" Nada Rismanza meninggi. 

"Kenapa sih kalian selalu rewel?" Wulan tak kalah jengkelnya.

Anak-anaknya diam setelah mendengar omelan Wulan. Urusannya tiap pagi adalah memastikan mulut kedua anaknya menyantap sesuap nasi. Makan siang menjadi tanggung jawab sekolah karena Ia menyekolahkan kedua anaknya di lembaga yang cukup mahal.

Sedangkan Rojali? Wulan sudah hapal bahwa suaminya pulang ke rumah semaunya saja. Hermanza dan Rismanza pun tidak pernah menanyakan di mana ayah mereka dan mengapa jarang ikut sarapan pagi bersama.

Setelah kedua anaknya berangkat sekolah, Wulan bersih-bersih diri dan berdandan cantik seperti biasa. Tak lama kemudian sedan mewah kesayangannya sudah menjauh dari rumah beserta dirinya. Hotel Chandra Kesuma, tujuan perjalanan Wulan kali lini.

Karyawan hotel sudah paham jika Wulan lebih suka check in di luar jadwal, Ia segera menuju ke kamar yang telah dipesan setelah konfirmasi dan menyampaikan beberapa pesan di resepsionis. Arman, lelaki yang kemarin lusa menjadi pembicaraan hangat di perkumpulan sosialitanya telah berada di kamar yang sama.

"Kukira kamu bakal datang lebih siang lagi, Sayang," ujar Arman sembari mengaduk kopinya.

"Ah, penat di rumah," jawab Wulan dengan manja.

"Hmmm, bukannya hanya kamu yang dapat keistimewaan dibanding istri-istri Jali yang lain, ya?" Arman dengan santainya berujar sembari menyesap kopi hangatnya.

"Jangan bicarakan itu, aku nggak suka," Wulan merajuk. Arman hanya terkekeh geli. Bagaimanapun Ia ke sini bukan untuk menggosipi suaminya tetapi ingin menghibur diri.

Arman adalah seorang pengusaha minyak sawit yang lumayan terkenal, namun Ia lebih memilih tinggal di Jawa karena banyak hal. Salah satunya, di sini Ia bebas bermain wanita tanpa orang-orang terdekatnya tahu. Ia pulang ke Kalimantan seminggu sekali, itupun tidak tentu.

"Ssst, aku juga sebal dengan Jali," Arman berbisik manja. 

"Sebalmu dan sebalku beda sebab, Arman," Wulan memutar bola matanya berlagak seperti anak yang sedang sebal dengan temannya. Lagi-lagi Arman tertawa.

"Aku sangat menunggu kehancuran si serakah itu," gumam Arman. "Ia terlalu gigih bekerja, ambisinya seperti Qarun," lanjutnya dengan tatapan lurus tanpa tujuan.

Perkataan Arman tidak sepenuhnya betul di mata Wulan. Rojali memang punya ambisi besar untuk menguasai perekonomian negeri ini. Tetapi Ia tidak segigih yang Arman kira, hanya Wulan yang tahu rahasia Rojali. Itulah salah satu sebab yang menjadikan Wulan terperangkap di penjara Rojali. Ia tidak bisa memutuskan hubungan suami istri darinya.

Di antara istri-istri Rojali, hanya Wulan yang tahu dan Rojali sadar jika istri pertamanya itu berhasil mengorek rahasia terbesarnya. Tanpa berlama-lama, Rojali mengancam Wulan jika Ia memberitahukan ke orang lain maka nyawanya menjadi taruhan. Jika Ia meminta cerai, maka Rojali akan menghabisinya terlebih dahulu. Wulan sangat tertekan, hidupnya tak seperti yang orang-orang kira. Bagaimana bisa mereka menuduh Wulan hanya menginginkan harta Rojali sementara mereka tidak tahu apa-apa?

"Semoga keinginanmu terwujud," ucap Wulan pada Arman yang langsung mendapat respon terkejut di wajah lelaki itu. Wulan menjawab seperti Arman tidak mungkin bisa melakukannya.

***