"Aku Nickolas, kepala cabang hotel ini"
"Ya, Tuan Nick.. aku Maxie. Kapan aku bisa keluar dari sini?" Tanya Valerie asal
"Ah maaf, biar aku lepaskan borgolnya" sahut Nick sembari membantu Valerie untuk melepas borgol besi tersebut.
"Tapi kalau aku boleh bertanya, kenapa kau bisa sampai disini nona?" Tanya Nick
Valerie menghela nafas. "Coba kau tanyakan saja pada mereka, tuan. Akupun hanya korban disini" katanya dengan nada memelas.
"Kalau aku boleh bilang, pelayanan disini sangat buruk" kata Valerie berbisik
"Ah benarkah? Bisa kau ceritakan sambil kita jalan, nona?" Kata Nick mempersilakan Valerie untuk jalan terlebih dahulu, meninggalkan kedua pihak keamanan tadi
Sejenak pria itu berhenti, menatap pihak keamanan dengan tegas.
"Kalian bisa saja dipecat, jadi berbaik hatilah pada tuan Axel nanti, tuan-tuan" kata Nick penuh penekanan. Ia merasa penat karena tidak mampu menghandle semua karyawan disini mengingat partnernya sedang cuti.
"T-tuan Nick, kami tak tahu apa apa. Kami hanya mendapatkan laporan jika gadis itu membuat kekacauan di loby"
"Aku tak bisa melakukan banyak hal. Semua tergantung pada nona itu, dia adalah seorang tamu istimewa. Sejak tadi tuan Axel sudah menunggunya di lantai atas, tapi yang kalian lakukan malah menahannya disini" kata Nick tidak habis pikir dengan apa yang telah di perbuat orang orangnya.
"Tuan Nick, apa kau baik baik saja?" Panggil Valerie dari luar
"Ah ya tentu nona, aku akan segera kesana" ucap Nick sedikit meninggikan suaranya agar terdengar
"Pokoknya, aku tidak mau hal seperti ini terulang kembali" ucap Nick kemudian pergi
* * * *
Sesekali Nick menjelaskan beberapa fasilitas di hotel tersebut sembari mereka melewatinya, sekedar basa basi agar Valerie tidak bosan. Sampai saat ini Valerie bahkan belum berbicara mengenai permasalahannya tadi sehingga membuat Nick harus mengintropeksi beberapa orang yang terlibat.
"Aku suka denganmu, tuan. Setidaknya kau tidak bertindak semaunya" ucap Valerie pada pria paruh baya ini.
"Tentu, saya juga menyukai anda nona" ucap Nick seraya memberikan penghormatan.
Tak lama kemudian, sampailah mereka di sebuah ruangan besar di lantai paling atas.
"Tuan Axel sudah menunggu anda" kata Nick mempersilahan Valerie untuk masuk
"Terima kasih tuan Nick" ucap Valerie
"Ah nona Maxie, aku mohon maaf atas kesalahan tadi. Selanjutnya, saya usahakan tidak akan terulang kembali" kata Nick kemudian pamit undur diri.
"Valerie. Namaku adalah Valerie, tuan. Terima kasih sudah menolongku" ucapnya sambil tersenyum sebelum pergi.
Perlahan Valerie melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan.
"Kau lama sekali" sambut Axel di dalam
"Maaf, kalau saja aku tidak ditahan di ruang keamananmu, aku tidak akan terlambat" ucap Valerie
"Ditahan? Oleh siapa?" Tanya Axel yang baru menyadari ada beberapa bekas cakaran di wajah Valerie.
"Akan aku ceritakan nanti, tuan. Jadi, apa yang bisa aku bantu"
"Ini tidak sulit, Maxie" kata Axel menyeringai
"Dan.. jangan panggil aku tuan.. panggil saja dengan namaku, Axel" lanjutnya.
* * * *
Valerie diam terpaku di depan pintu. Dia bingung harus melakukan apa karena ia pikir ini bukanlah hal yang baik nantinya.
"X-xel, memangnya boleh kita melakukan ini?" Tanya Valerie kembali lembut, tak seperti saat pertama kali datang kesini tadi
"Ya, ini tentu. Kau hanya perlu diam saja di belakangku" kata Axel berusaha meyakinkan Valerie
Beberapa menit yang lalu, Axel baru saja menceritakan semua kisah hidupnya akhir akhir ini. Dia diselingkuhi oleh tunangannya sendiri dan hari ini ia berencana mengakhiri hubungan tersebut dengan berpura pura bahwa ia juga punya seorang simpanan, yaitu Valerie.
'Pantas saja resepsionis didepan tadi bilang kalau suasana hatinya sedang tidak bagus' batin Valerie dalam hati seraya melirik Axel yang terlihat 3x lebih gugup darinya.
"Apa kau sudah siap?" Tanya Axel pada Valerie
"Tidak, bukan. Harusnya aku yang bertanya seperti itu Xel. Apa kau sudah siap menerima kenyataan nantinya?" Valerie memandang sepasang bola mata berwarna hazel itu
"Ya, tentu" balasnya
Perlahan mereka memasuki ruang makan VIP yang berada di hotel miliknya. Semua orang hadir dan menyapanya, tanpa memperhatikan jika ada orang di samping Axel.
"Hey Axel, kami baru saja membicarakan pernikahanmu dan Alice nanti. Kau datang tepat waktu sekali" kata seorang wanita yang juga mempunyai sepasang mata indah mirip dengan Axel
"Mom, Dad, ada yang ingin aku bicarakan" ucap Axel.
* * * *
"aku akan menikah. Tapi tidak dengan orang itu"
Semua orang geger mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Axel. Dia dengan sengaja menggandeng tangan wanita lain di hadapan keluarga beserta tunangannya.
Pertunangan Alice dan Axel sudah berjalan hampir 2 tahun sejak mereka lulus dari sekolah menengah atas hingga saat ini. Selama itu juga hubungan mereka baik baik saja di depan publik.
"Sayang, apa maksudnya??" Sahut Maggie, ibunda Axel
"Mama bisa bertanya pada Alice" Axel menatap dengan pandangan sinis kearah Alice yang duduk terpaku
"A-axel..."
Suara kecil dan lembut berasal dari gadis yang dibawa oleh Axel. Gadis itu ketakutan karena merasa telah menghancurkan hubungan orang lain.
"Kau diam saja, Maxie" ucap Alex menggenggam lebih erat tangan wanita tersebut.
wanita itu menunduk, tidak berani melihat pasang mata semua orang yang berada di ruangan ini. Ia berlindung di balik tubuh Axel yang besar.
"Axel kau gila?!" Teriak Alice pada akhirnya.
"Temui aku di ruanganku nanti, Nak. Ayah ingin bicara empat mata denganmu" seorang pria sekitaran umur 45 tahun dengan rambut berwarna kuning dengan mata berwarna cokelat itu menaruh cangkir di atas meja kemudian pergi meninggalkan mereka.
Axel memijat pelipisnya pelan pelan. Aku sudah menduga akan seperti ini, pikir Axel.
"Ayo Maxie, kita pergi" Axel menariknya menjauh dari kerumunan
"Axel, harusnya kau menjelaskan semua ini padaku!"
Alice berusaha mengejar dan melepaskan tautan tangan mereka keduanya.
"Tidak ada yang perlu di jelaskan" Axel menghempaskan tangan Alice, menatap dia dengan tatapan kebencian, mengucapkan kalimat dengan penekanan di setiap kata.
Mata Alice mulai memerah, tak kuasa menahan air matanya. Semua perasaan kecewa, marah dan sedih bercampur menjadi satu.
"Maaf, tapi aku tidak akan tertipu air mata itu lagi" Axel bergegas meraih tangan wanita barunya, menjauh dari situasi yang tidak menguntungkan ini.
Hosh hosh hosh
Nafas berat Axel memenuhi suara di lorong ini. Bagaimana pun juga ini satu satunya cara agar ia bisa terlepas dari ikatan yang selama ini sudah mengekangnya.
"Ah maaf karena sudah membawamu kedalam masalah ini"
Axel langsung menyadari ada seorang gadis yang berdiri di belakangnya, menginginkan penjelasan dari dirinya.
"Valerie Shavlyn" ucapnya tiba tiba
"A-apa?"
"Namaku Valerie Shavlyn, bukan Maxie. Maaf sudah berbohong padamu" katanya
"Dan aku pikir urusan kita sudah selesai, aku sudah membalas hutangku. jadi, tolong kembalikan kalungku"
Axel melirik Valerie, kemudian ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin berbentuk bunga berwarna hitam.
"Ini?" Tanya Axel yang dibalas anggukan kecil oleh Valerie
"Maaf. Tapi aku rasa ini belum selesai" kata Axel sembari berjalan lebih jauh dari ruangan tadi.
"A-apa? Tapi aku sudah menuruti kemauanmu"
Axel berhenti tiba tiba. "ayah dan ibuku pasti akan bertanya mengenai dirimu" ucapnya
'Ah benar juga. Mereka sempat melihat wajahku kan tadi?' Batin Valerie
"Tapi sampai kapan?"
"Sampai masalah ini selesai, jadi, tolong ya Maxie"
"Valerie. Namaku Valerie, bukan Maxie"
Axel kembali melangkahkan kakinya, berjalan didepan mendahului Valerie.
"Oh iya, baru saja aku mendengar bahwa kau tidak diperbolehkan menemuiku ya tadi?" Tanya Axel
"Ya, resepsionismu bilang aku masih anak anak. Jadi mereka pikir aku berbohong dan mengatakan kalau aku ada janji denganmu" jawab Valerie lesu
"Kau ingat namanya?"
Gadis itu nampak berpikir, "tidak. Yang aku ingat mereka punya wajah cantik"
"Baiklah, aku tau. Mari kita pecat mereka" ucap Axel yang membuat Valerie melongo.
Jadi, apa posisi orang itu disini? Kukira hanya tamu langganan VIP, memangnya bisa memecat orang sembarangan begitu? Pikir Valerie.