Chereads / Last Hope! / Chapter 10 - BAGIAN 10

Chapter 10 - BAGIAN 10

"Hei, aku Alice dan ini Robert" ucapnya sambil tersenyum manis

"Aku Damian. . . Senang berkenalan dengan kalian haha" tawa Damian terdengar hambar.

Mereka bersenda gurau, sekedar mentertawakan tingkah laku Mariane yang membawakan cerita secara totalitas. Bukan fokus pada ceritanya tapi malah fokus dengan ekspresi wajah Mariane yang konyol.

Perlahan Damian mengendap endap keluar dari kerumunan tersebut dan memisahkan diri karena sudah mulai bosan.

Diambilnya sebatang rokok dari saku jas miliknya. Ia sesapi perlahan rasa manis yang ada.

"Kenapa ada disini?" Tanya seseorang yang tiba tiba muncul. Awalnya Damian memang terkejut dengan kehadirannya, namun ia mencoba berpura pura agar dirinya tetap keren.

"Mau merokok?" Tanya Damian sembari mengulurkan bungkus rokoknya.

Dia mengambil rokok yang diberikan oleh Damian, kemudian duduk di samping pria itu sambil memandang pemandangan yang bisa ia lihat di rooftop ini.

"Pemandangan kota semakin cantik di malam hari" ucapnya

Damian hanya mengangguk. Rasa canggung meliputi dirinya. Haruskah ia bersikap sopan atau biasa biasa saja ketika menanggapi orang ini? Masalahnya orang yang sedang bersamanya kini adalah Robert Woods.

"Kau anaknya Fredie kan?" Tanyanya yang kembali ditanggapi anggukan oleh Damian.

"Dulu Fredie adalah temanku. Kami bertemu sejak sd dan awet hingga berpuluh puluh tahun lebih. Kita selalu melakukan hal bersama sama. Kami kehilangan kontak masing masing. Aku sibuk dengan tambang minyakku yang waktu itu sempat bocor dan Fredie yang sibuk dengan perusahaannya yang hampir bangkrut..... Tapi tak kusangka jika ia meninggalkanku lebih cepat dari yang kukira" ucap Robert

Damian tak menunjukkan respon apapun. Dia tetap melanjutkan aktivitas merokoknya.

Hal yang dikatakan Robert memang benar. Dulu ayahnya dan juga Robert ini sepertinya akrab sekali. Ia pernah tak sengaja melihat sebuah foto mereka yang berada di kantor milik mendiang ayahnya dulu.

"Aku baru di kabari beberapa hari yang lalu. Maaf jika aku tidak bisa datang waktu itu" katanya sembari menepuk pelan bahu Damian.

"Tak apa, tak usah dipikirkan. Toh papa juga sudah pergi dengan tenang" sahut Damian tersenyum hambar.

"Kudengar Evelyn sudah tiada. Maaf aku dan mama juga tidak bisa datang" lanjut Damian. Robert terdiam, memandang pria muda di hadapannya ini dengan pandangan yang sulit diartikan. Kala itu menjadi hari tersulit dihidupnya. Tambang minyak bocor di tambah lagi dengan kematian istrinya akibat kanker yang sudah lama beliau derita.

"itu adalah hari terburuk di sepanjang hidupku. 2 orang yang paling dekat denganku meninggal di waktu yang hampir bersamaan, Evelyn dan Fredie" 

Sejenak keheningan melingkupi kedua orang ini. Hanya suara desiran angin malam dan juga beberapa keramaian kota dibawah sana.

"Aku akan kembali kepesta. Alice pasti akan mencariku" ucap Robert hendak pergi.

"Apa dia benar benar calon istrimu?" Tanya Damian.

Robert mengangguk menjawab pertanyaan yang diberikan Damian. "Bagaimana kalian bisa bertemu?" Tanya Damian lagi.

"Dia datang disaat aku kehilangan istriku dan sejak saat itu dia mengikutiku terus hingga sekarang" balas Robert

Damian hanya tersenyum ringan, membuat Robert semakin bingung. "Kau mengenalnya?"

"Tidak. Aku sama sekali tidak mengenalnya. Tapi kusarankan Anda jangan dekat dekat dengan gadis itu, paman. Dia bukan orang baik" sahut Damian kemudian pergi meninggalkan Robert sendirian dengan rasa penasaran.

* * * * *

Hahhhhh

Damian membanting tubuh diatas kasur kingsize miliknya. Ia memandang kosong kearah langit langit kamar.

Malam sudah sangat larut namun ia masih belum bisa memejamkan matanya walaupun hanya 5 menit saja. Pikirannya masih melayang entah kemana.

Sepulang dari pesta tadi, ia menyempatkan diri sejenak ke club langganannya, sekedar menyapa teman teman lama.  Ia berdansa, saling berbagi cerita dan bersenang senang.

Kebiasaan Damian untuk pergi ke club sudah sejak berumur 18 tahun. Awalnya ia hanya mencoba karena waktu itu teman teman bilang bahwa club adalah tempat berkumpulnya orang orang keren dan populer. Lama kelamaan ia nyaman disana bahkan sampai saat ini.

Hari ini ia tidak minum banyak, namun entah kenapa sekarang kepalanya sangat sakit sekali. Sepertinya ini pengaruh dari Devil Springs Vodka yang baru pertama ia coba. jenis minuman ini mempunyai kadar alkohol mencapai 80% sehingga tidak dianjurkan untuk diminum langsung. biasanya dicampur dengan cocktail, ginger ale, atau diencerkan terlebih dahulu.

"Aku seperti pernah melihat wanita itu tapi aku tidak tahu dimana" katanya. Tak lama kemudian ia mulai memejamkan mata dan terlelap.

* * * * *

Perlahan Axel menyusun sebuah potongan puzzel disebuah karton yang besar. Dengan hati hati dan juga teliti, ia hampir menyelesaikannya dalam waktu 5 hari saja. Ini mengalahkan rekornya sendiri sejak terakhir kali ia bermain.

Puzzel memiliki berbagai bentuk, ukuran, dan tak lupa  gambar diatasnya untuk memperindah serta  membentuk suatu gambar yang cantik.

"Nah" ucapnya perlahan sembari meletakkan potongan terakhir di tempatnya.

Rasa bangga tentu menyelimuti dirinya. "Akhirnya setelah sekian lama aku menyelesaikannya juga" katanya.

Dipandangnya kembali puzzel yang sudah ia susun. "Pengerjaannya memang rumit, tapi setelah melihat hasilnya ternyata tidak sia sia juga" katanya

Belum sempat ia pindahkan benda itu ketempat yang lain, tiba tiba saja pokki sianjing hitam miliknya berlarian dan menyenggol.

Boom!

Seketika potongan demi potongan puzzel bertebaran diatas lantai.

Kini ia harus kembali menyusun dari awal. Jujur ia sangat marah dan kesal. Melihat wajah pokki membuatnya ingin membunuh anjing itu seketika.

"Pokki masuk kekandangmu!" Titah Axel dengan nada tinggi. Dengan wajah lesu Pokki kembali kekandang dan mendekam disana sembari melihat Axel yang terus menggerutu. Padahal niat Pokki hanya ingin mengajak main majikannya.

Perlahan Axel menarik nafas panjang kemudian  menghembuskannya pelan pelan. Ia melakukan itu berulang ulang kali sampai dirinya tenang. "Baiklah. Akan aku susun ulang" ucapnya

Baru saja ia mau memulainya lagi, tiba tiba saja handphonenya berbunyi. Di layarnya tertera nama Damian. Tanpa basa basi Axel langsung mengangkatnya.

"Apa kau dirumah?" Tanya Damian

"Hn" sahut Axel tampak malas menanggapinya

"Aku ada informasi terbaru"

"Informasi apa?" Tanya Axel penasaran.

"Aku lapar. Tolong bawakan ayam kerumahku" pinta Damian

Axel menyeritkan dahinya. "Informasi terbarunya adalah... kau lapar, begitu maksudmu?"

"Tidak bodoh. . . Mari kita berbisnis. Bawakan aku 3 ember ayam K*C dan kau akan mendapatkan informasi yang kau mau"

"Kenapa tiga?" Tanya Axel

"Hahaha pertanyaan bagus. Nanti Roey juga akan kesini dan kebetulan dia nanti akan membawa soda. Bukankah perpaduan yang indah antara ayam dan soda??? Pokoknya aku tunggu dirumah, oke?" Ucap Damian kemudian memutuskan sambungan telfonnya.

3 ember ayam K*C dan juga  soda?? Damian selalu punya acara sendiri, pikir Axel.

Dirapihkannya dahulu potongan puzzel itu kedalam toples bening. Kemudian ia berhenti tepat didepan kandang Pokki. Ia berjongkok dan mengelus kepala Pokki dengan sangat lembut. "Maaf karena membentakmu. Selanjutnya kuusahakan tak kan ada lagi bentakkan untukmu"

* * * * *

Sebuah rumah bergaya tudor dengan cat putih terlihat nyentrik dikawasan ini. Mau bagaimanapun juga rumah itu paling berbeda karena rumah disekitarnya memiliki gaya yang sama.

Dihalaman depannya terbentang rerumputan hijau disertai dengan bunga bunga yang baru saja mekar. Ada juga 2 pohon besar agar rumah tersebut terlihat begitu sejuk.

Tanpa babibu, Axel langsung membuka pintu rumah tersebut dan menemukan dua manusia tidak berguna  sedang berleha leha di dekat kolam renang.

"Kau sudah datang? Mana ayamnya?" Tanya Damian berlari menuju kearah Axel.