Chereads / Temporary Deja Vu / Chapter 30 - Makasih selalu ada.

Chapter 30 - Makasih selalu ada.

Pukul empat sore akhirnya tiba, masa tujuh jam Renita melakoni pekerjaannya sebagai crew store berakhir hari ini, seperti tebakannya pagi tadi pada Vita kalau datangnya supplier barang membuat urusannya menjadi lebih sibuk, dan ia terlihat benar-benar lelah. Renita menggendong ranselnya sebelum menutup pintu loker dan melangkah keluar dari ruangan tersebut bersama Vita, sepanjang hari Vita hanya membicarakan tentang Barra di mana pun mereka bertemu—termasuk ketika jam istirahat berlangsung, Renita menanggapi seadanya meski ia tak menyukai topik pembahasan Vita.

Berkat sandwich buatan Barra yang dibagi Renita berhasil membuat atmosfer merah muda menghiasi Senin Vita yang biasanya dianggap hari sial, mungkin semesta sedang baik kali ini. Keduanya terus melangkah seraya berbicara tentang cuci gudang yang lusa akan direalisasikan, pasti akan banyak pengunjung yang datang untuk memborong barang-barang dengan harga murah, bisa saja Renita ikut memborongnya—jika saja saat hari cuci gudang tiba tepat sehari setelah ia menerima uang gaji.

Ah, semua hanya mimpi.

Begitu keluar dari pintu utama bola mata Renita sudah disambut dengan kehadiran Jordan di area parkir, laki-laki itu tersenyum tulus menatapnya, tapi balasan Renita tetap datar. Berbeda dengan Vita yang lebih mirip cacing kepanasan, lucu sekali tingkah teman Renita itu.

"Ya ampun, Re. Lo yang disenyumin Jordan, tapi malah gue yang salah tingkah, parah banget gue," gumam Vita terdengar lirih, "tadi pagi Barra, sekarang Jordan. Hidup lo dikelilingi sama cowok ganteng semua."

"Sst! Nanti Jordan dengar, Ta," tegur Renita.

"Oiya, maaf. Ya udah lo langsung ke Jordan aja sana, dia pasti nungguin dari tadi." Anggukan Renita membuat mereka akhirnya berpisah di pelataran swalayan, Renita mengalah untuk menghampiri Jordan yang semakin melebarkan senyumnya tatkala sang kekasih mendekat.

"Capek banget, ya, Re," ucap Jordan seraya merangkul bahu Renita, tapi perempuan itu meluruhkan tangan Jordan darinya, Jordan mendengkus, lagi-lagi Renita masih marah. Saat ia akan membukakan pintu sisi kiri, Renita lebih dulu membukanya dan masuk ke dalam. Jordan merasa pening menghampirinya lagi, ia lebih senang berkelahi dengan tiga orang sekaligus ketimbang menghadapi amarah Renita.

Jordan memutari kap mobil dan duduk di balik kemudi, ia langsung tancap gas meninggalkan area parkir menuju jalan raya, Jordan sengaja langsung datang tanpa meminta izin pada Renita untuk menjemputnya. Ia tak ingin ditolak lagi seperti pagi tadi.

"Eum, Re. Temenin aku pulang sebentar, ya," ucap Jordan membuka percakapan setelah sekitar lima menit mereka membisu dalam pikiran masing-masing.

"Aku nggak mau ke apartemen kamu, Jo," tolak Renita.

"Bukan ke apartemen, tapi ke rumah ayah."

"Ayah?" Renita akhirnya menoleh.

"Iya, kamu belum pernah kan ketemu sama ayahku. Ya ... aku emang nggak akur sama dia, tapi seenggaknya dia tahu kalau aku punya pasangan sekarang sama mau menunjukan sesuatu sama seseorang."

"Terserah."

***

Kepala Renita melongok keluar dari jendela mobil setelah kaca diturunkan, bibirnya sedikit terbuka disertai tatapan kagum pada bangunan tinggi nan megah yang kini dilihatnya, Renita sudah banyak melihat rumah mewah di sepanjang jalan menuju kediaman Januar sebelum ia semakin terperangah melihat istana milik orangtua Jordan.

Mobil pun menepi di halaman rumah yang begitu luas, bisa digunakan sebagai tempat rest area atau parkiran mobil-mobil besar. Jordan turun lebih dulu sebelum membukakan pintu untuk Renita, perempuan itu sampai tak sadar jika mobil telah berhenti sebab sibuk mengamati rumah megah di sana.

"Ayo, Re. Mau sampai kapan di situ?" ajak Jordan menyadarkan Renita dari kekagumannya.

Renita pun turun tanpa melepas tatapannya dari beranda rumah Jordan yang memiliki pilar-pilar tinggi sebagai penyangga atap di sana, terdapat kebun bunga yang cukup luas. "Ini rumah ayah kamu? Berarti kamu juga sempat tinggal di sini kan, Jo?"

Rupanya mengajak Renita datang ke rumah sang ayah cukup membuat perempuan itu sudi berinteraksi lagi dengan Jordan, meski tujuannya berkunjung ke rumah bukanlah itu.

"Iya, ayo masuk." Jordan menggenggam tangan Renita dan mengajaknya menyusuri halaman rumah hingga tiba di beranda, pintu rumah yang selalu terbuka lebar jika pagi hingga sore tersebut membuat Jordan leluasa masuk. Sejak Januar menikahi Sarah baru hari ini Jordan berkunjung lagi ke rumah, itu pun sebab niat tertentu.

"Jordan? Kamu pulang?" Suara Sarah terdengar dari arah tangga, istri baru sang ayah terlihat menuruni anak tangga, wajahnya kentara sumringah menemukan Jordan berada di rumah. "Ayah kamu belum pulang, Jordan," ucap Sarah setibanya di depan Jordan, ia tak tahu seseorang berada di balik punggung anak tirinya.

"Gue tahu kalau ayah belum pulang."

"Terus, kamu mau pindah dari apartemen ke sini?"

"Mustahil, gue udah bahagia di apartemen, apalagi ada dia." Jordan menarik Renita agar berdiri di sisinya, Sarah terkejut melihat Jordan membawa perempuan ke rumah.

"Tumben bawa teman ke rumah." Sarah bersikap profesional meski ia terlihat canggung setelah melihat Renita.

"Bukan, dia pacar gue," aku Jordan dengan bangga.

"Oh, pacar." Sarah mengulurkan tangannya di depan Renita. "Kenalin, aku—"

"Nggak perlu," potong Jordan sebelum menarik Renita menjauh dari hadapan Sarah yang membuat wanita itu teriris pedih, entah sampai kapan sikap Jordan terus begitu padanya.

"Kita mau ke mana, Jo?" tanya Renita saat Jordan terus menariknya menyusuri anak tangga menuju lantai dua, sesekali ia menoleh menatap Sarah yang juga melihat ke arah mereka dengan raut melankolisnya, sepasang mata Sarah menyimpan kesedihan yang mendalam.

"Kamar aku, Re." Jordan membuka pintu kamar yang kebetulan tak dikunci dari luar, ia mengajak Renita masuk sebelum menguncinya dari dalam.

Renita tampak panik ketika pintu kamar dikunci. "Jo, kenapa kita masuk kamar? Kenapa juga harus dikunci, kamu jangan—"

"Enggak, Re. Aku nggak akan macam-macam ke kamu, aku minta maaf ya buat yang kemarin, aku benar-benar nyesal dan nggak mau didiemin sama kamu. Aku nggak bisa." Jordan kembali menariknya agar duduk di tepi ranjang, kondisi kamar Jordan masih tetap utuh seperti saat terakhir kali ia tinggalkan.

"Perempuan tadi itu siapa, Jo?"

"Istri barunya ayah."

"Istri baru?" Renita menganga. "Kok kayaknya seumuran ya, kamu nggak bohong, kan?"

"Buat apa aku bohong, dia istri barunya ayah." Jordan menunduk. "Dia mantan aku, Re. Tapi malah main di belakang sama ayah, dia yang buat ibu makin depresi sampai akhirnya masuk ke tempat itu."

"Astaga!" Renita semakin terkejut, ia tak menyangka konflik dalam keluarga Jordan bisa sepelik itu. "Jadi, dia—" Renita menutup mulutnya menggunakan telempap.

"Aku trauma sama pengkhianatan karena mereka, Re. Semua orang berkhianat, aku nggak mau terulang lagi, buat segala kesalahan aku minta maaf sama kamu, Re." Jordan menariknya dalam dekapan. "Semarah apa pun kamu sama aku suatu hari, tapi tolong jangan berkhianat, aku takut bisa depresi kayak ibu." Jordan membenamkan wajahnya di ceruk leher Renita, terasa nyaman di sana. "Makasih ya, Re. Kamu selalu ada buat aku."

***

Banyak yang Renita lakukan selama berada di rumah Jordan meski sang ayah belum pulang dari kantor, perempuan itu bahkan membuat makanan untuk Jordan saat kekasihnya menolak masakan yang ditawarkan pembantu rumah, Sarah juga membujuk, tapi Jordan semakin menolak. Ia justru menegaskan hanya ingin memakan masakan Renita saja di depan Sarah, sengaja sekali cara Jordan membuat sayatan di benak Sarah.

Ketika Renita sibuk memasak, Jordan justru menganggunya di dapur saat sesekali menggelitik pinggang Renita atau mengecup pipinya tiba-tiba dari samping. Siapa yang tidak kesal saat pekerjaan seriusnya diganggu, meski Renita sudah memarahinya tetap saja Jordan mengulang kejahilan yang sama.

Sarah berdiri di sana, di ambang pintu seraya menyaksikan semua. Jordan bisa tertawa selepas itu lagi setelah banyak konflik yang terjadi, mungkin Jordan benar-benar move on darinya, semua terasa dilema bagi Sarah. Melihat Jordan bahagia bersama perempuan lain membuat hatinya terenyuh seketika, ia memilih menyingkir ketimbang melihat interaksi sepasang kekasih tersebut di dapur.

"Mending kamu duduk di kursi, ini udah jadi, sekarang harus makan," tutur Renita mengingatkan saat Jordan duduk di tepi meja makan seraya memperhatikan Renita yang sibuk mondar-mandir mengeluarkan piring dari kabinet atas.

"Kamu makan juga, ya, Re. Habis pulang kerja kan langsung ke sini, kalau kamu nggak mau—aku juga enggak mau."

"Iya." Semua ia tata di permukaan meja makan, Jordan pun turun dan menarik dua kursi sekaligus, satunya kini diduduki pantat Jordan, kursi kosong sisi kanan untuk Renita seorang. "Kalau setiap hari kayak gini aku mau makan petai, Re," tutur Jordan membuat wajah Renita bersemu merah muda.

"Masa?" Renita akhirnya duduk dan menemani Jordan menikmati makanannya tanpa peduli jika orang lain di rumah tersebut tengah menangis di depan wastafel kamar mandi meratapi penyesalannya.

Waktu semakin berlalu hingga menuntun mereka dari akhir kunjungan di rumah itu, sekitar pukul tujuh Jordan mengajak Renita pulang. Tadi setelah makan mereka kembali ke kamar, tak melakukan apa-apa dan hanya membicarakan beberapa hal saja termasuk kapan lagi Renita bisa berkunjung menemui Mawar.

Kini Jordan membawa Renita keluar dari sana tepat saat mobil Januar memasuki halaman rumah, langkah Jordan serta Renita refleks terhenti di beranda ketika Januar turun dari mobil dan melangkah menuju beranda, kening pria berjas hitam tersebut mengernyit melihat putranya bersama seorang perempuan.

"Kamu ke sini?" tanya Januar yang kini berdiri di depan Jordan.

"Ya, tapak tilas, ngasih tahu sama pacarku kalau dulu aku pernah tinggal di rumah ini," sahut Jordan.

"Pacar?" Januar menatap Renita dari ujung kaki hingga kepala, kekasih Jordan masih memakai seragam kerja.

"Nggak usah lihatin Rere kayak gitu, dia bukan Sarah yang bisa Ayah rebut seenaknya. Jangan lagi, karena kalau sampai itu terjadi aku nggak akan tinggal diam," ancam Jordan begitu posesif, ia menarik Renita menjauh dari sana dan masuk ke mobil Jordan. "Ingat ya, Re. Apa pun yang terjadi kamu nggak boleh tinggalin aku, karena ke mana pun kamu pergi aku pasti bisa temuin kamu, Re." Jordan berkata sebelum menutup pintu dan memutari kap mobilnya.

***