...
Tugasku bukan Cuma berkutat dengan RPP, dan silabus, atau kurikulum yang tak masuk akal itu. Aku juga harus menjaga seorang anak teman ibuku. Yah mama menambahkan tugasku dengan menjaga seorang bocah.
Ah.. baby sittering hah?
"Danis, pokoknya mama gak mau tau, kali ini kamu gak boleh menolak permintaan mama. Titik." Suara ibuku di gawai keras sekali, memakkan telinga.
"Mama..." aku memelas.
Sebesar ini aku masih saja memelas pada ibuku sendiri. Ah terserah. Entah sudah berapa banyak gadis yang dia sodorkan kepadaku. Nampaknya ibuku belum juga menyerah. Mulai dari Susanti, anaknya pak mentri. Terus Rika, dokter muda di klinik kecantikan tempat ibuku biasa perawatan. Ada juga Mita yang katanya penyanyi tenar. Dan ntah siapa lagi. Aku sudah lupa sangking banyaknya.
Ah aku ini masih muda, masa ibuku berasumsi aku tak laku hanya karena aku tak mau berpacaran.
"Mah, Danis gak mau pacaran, cewek tu ribet."
"Ya sudah kalau gitu nikahi saja dia."
"Ah Mama... "
"Lihat saja dulu, mama yakin kamu pasti menyukainya. "
Dan di sinilah aku berdiri di depan sebuah pintu tertutup yang tak juga terbuka dari tadi. I Wonder seperti apakah anak pak Adit itu.
..
Lagi-lagi aku bertemu Diah, bukannya tadi dia berlari terhuyung-huyung hampir di kejar anjing hitam? Ngapain dia di sini.
"Bapak cari siapa?" tanyanya kepadaku.
"Oh Diah , kamu ngapain di sini?"
"Lah ini rumah saya pak."
Aku terbelalak. Ah mungkin ibuku ingin menjodohkanku dengan kakaknya Diah. Ah sudahlah. Aku ikuti langkah kakinya. Ku geret koperku ke rumah besar itu.
"Bapak kenapa bawa koper?"
"Ah .. " sial alasan apa yang harus aku katakana pada gadis polos seperti Diah. Ku sodorkan sebuah plastic kepadanya.
"Apa ni pak?"
"Kamu belum makan kan?" tanyaku basa basi.
Dia berbinar-binar, senyumnya sumringah menerima bungkusan dariku. Akupun senang melihatnya tersenyum seperti itu. Biasanya jangankan senyum nyengir juga nggak pernah.
"Makasih..." wajahnya sumringah di sambutnya dengan senyumnya yang mengembang.
Diah berlari ke dapur, membuka bungkusan itu dengar semangat. "WAaaaaaah.."
Dasar bocah. Aku sibuk membolak-balikkan halaman majalah. Sesekali aku memperhatikan wajah Diah yang makan dengan lahapnya.
"kamu ini gak ada jaim-jaimnya ya De, makan di depan orang ganteng."
"uhuk !" dia tersedak. Hampir saja makanan di mulutnya tersembur .
"Yah masa baru di bilang gitu dah panic si De?" Aku tak tahan, tawaku pecah.
"Dih malah di ketawain." Ucapnya sambil menenggak air putih.
"Pelan-pelan dong makannya, yang cantik gitu biar enak di tengok."
Diah menutupi mulutnya . ekspresinya sangat lucu. Dia menepuk nepuk dadanya.
"Abis ini mandi De biar cantik." Godaku lagi.
Diah berdiri membersihkan bekas makanannya, lalu kabur ke kamarnya. Aku kembali tertawa. Entahlah, bertemu dengan Diah selalu membuatku lupa dengan segala kepenatan pekerjaanku di sekolah. Aku sedikit terhibur dengan kehadirannya.
Ah bentar-bentar... aku terdengar seperti jatuh hati pada muridku itu.
Aku berdiri, ku tatapi foto keluarga di dinding rumah.
Diah turun dari kamarnya, kulihat dia memakai jilbab kaos berwarna putih, dan gamis berwarna biru.
"Itu foto Papa dan Mama Diah."ucapnya.
Entah setan apa yang ada di kepalaku, aku terkesima dengan gadis kecil di hadapanku ini.
"Pak Danis?? Pak??" Diah memanggilku beberapa kali.
"Ah iyah.. kenapa?"
"Dih malah ngelamun."
"Ah maaf." Aku pegangi leherku, berbalik badan.
Ah mungkin setan telah menghiasi wajahnya sehingga tampak begitu cantik.
"Bapak nyari siapa di sini?"
"Hm.. saya nyari kakak kamu."
"Eee kakak? Kak Wita? Rumahnya di sebelah sana. Paling jam segini masih main ama 2 jagoan kecilnya sambil nunggu kak Reno pulang."
Aku terbelalak mama pasti sedang bercanda. Yang benar saja aku di jodohkan dengan gadis yang bahkan belum genap 17 tahun ini. Mana aku sudah berkata kepada ibuku begini.
"Maa.. dari pada mama siksa aku dengan berpacaran, kenapa gak mama nikahkan saja aku dengan nya."
Allah.. apa yang telah aku katakan.
Aku memegangi kepalaku yang sebenarnya tidak sakit.
Diah duduk di dekatku berusaha melihat wajahku.
"Kepalanya masih sakit ya pak?"
Aku menelan ludah menatap ke dalam matanya.
Aku memalingkan wajahku. Aku ke habisan kata-kata.
"Kenapa pak? Saya cantik yah" ucapnya percaya diri.
Aku tersenyum lebar.
"Diah... mulai saat ini saya akan menjagamu."
Dia hanya diam tak berkedip.
"Bapak anaknya om Ridwan?"
"Iyah."
Aku tersenyum lagi. Sudahlah mungkin aku akan bermain-main dulu dengannya seminggu ini.
Diah masih saja bengong. Ku tiup matanya. Dia akhirnya berkedip.
"You must be kidding me hah?"
Aku menggeleng dan menyodorkan susu kotak rasa stroberi kepadanya.
.....
#susukotakrasastroberi
#danissiguruganteng