Chereads / Susu kotak rasa STRAWBERRY / Chapter 9 - Engagement

Chapter 9 - Engagement

Siang selepas jam pelajaran, aku langsung menuju rumah Orang tua Diah. Sebuah rumah besar berpelataran sangat lebar. Tanpa di temani siapapun. Aku menjejakkan kakiku di pelataran rumah itu.

Seorang pembantu rumah tangga datang menemuiku.

"Sudah di tunggu Bapak di dalam Mas."

Aku segera masuk.

Seorang lelaki paruh baya tampak duduk di sebuah sofa panjang berwarna putih. Wajahnya begitu teduh, sorot matanya sama seperti sorot mata Diah.

Aku memulas senyum. Dia menepuk pundakku.

"Saya sangat terharu dengan kepergian Ayah kamu.Dia teman baik saya dari kecil. Saya minta maaf karena kecerobohan kami. Kami membuat janji sebelum Ayahmu meninggal."

Aku mendengus pelan. Merasai sesak di dadaku yang semakin terasa sesak.

"Maafkan kami ya Nak Danis. Tapi, hanya kamu orang yang kami percayai untuk menjaga Diah."

"Saya tidak bisa tinggal di rumah itu sebelum saya resmi jadi suaminya,Pak. Saya ini lelaki normal. Jadi tentu saja kemolekan tubuh putri bapak bisa mengoyahkan iman saya."

"Iyah.. iyaah.. kami mengerti. Apakah kamu mau kami segerakan pernikahannya??"

Oh Tuhan aku salah bicara.

"Pak, jika nanti dintengah pernikahan kami terjadi cekcok yang membuat Diah harus saya pulangkan ke Bapak. Apakah Bapak tidak akan marah pada saya??"ucapku lagi. Agar orang tua ini memikirkan lagi keputusannya menikahkan Diah denganku di masa sekolah.

"Jika semisal Diah hamil lalu tidak bisa kuliah? Bagaimana?"

"Dia akan menjadi milikmu. Kami serahkan dia untukmu. Kami yakin kamu akan menjaganya dengan sepenuh hati."

"Untuk saat ini... saya belum bisa menerima Diah sebagai calon istri saya  juga tidak pantas saya ada di rumah itu. Lusa saya akan segera keluar dari rumah itu."

"Hm.. Nak Danis tunggu!"

"Saya belum bisa Pak. Ada gadis lain di dalam hati saya. Apa boleh saya menduakan anak bapak?"

..

.

Pikiranku kacau, aku tak tau harus ke mana. Ku kayuh saja sepedaku ke cafe Mahira. Satu-satunya wanita yang telah menawan hatiku.

"Daniiiiiis!!!!" Dia menyapaku begitu semangat. Melambaikan tangannya kuat. Senyumnya merekah, wajahnya tampak begitu sumringah melihatku. Jilbab hitamnya panjang menutupi separuh tangannya. Dia memakai apron cantik. Mau berpakaian seperti apa, Mahiraku tetap sangat mempesona.

Untuk saat ini aku ingin menghabiskan waktuku dengan Mahira. Wanita pujaan hatiku.

Dia mempersilahkan aku duduk.

"Jadi... Dan kapan kamu akan datang ke rumahku?"

"Gimana kalau sekarang?"godaku.

"Papa masih di RS jam segini Dan."

"Hm... gitu."

"Oh iyah ada kabar apa nee? Kok Bowo bilang kamu jogging sambil ujan ujanan? Lagi patah hati??"

"Oh.. hehehe.. nggak kok Ra."

Kulitnya putih mulus. Aku tergila-gila dengan gadis manis di depanku ini.

"Mau aku bikinkan makanan?"

"Hmm.. boleh."

Aku memasak bersamanya, penuh canda tawa. Riang sekali Mahira sore ini. Senyumnya terpoles sempurna semenjak aku datang.

"Cobain resep terbaru akuh Yah... awas loh nggak di cobain."

"Iyaaah mana sih..."

Ku kunyah dengan lahap makanannya sampai membuat perutku penuh hampir meledak.

"Duuh bisa gendut aku nanti kalau makan masakan kamu terus."

"Tenang saja, nanti kita bisa olahraga bareng."ucapnya sambil mengerling genit.

..

Dan malam itu, aku menemui ayah Mahira. Untuk melamar Mahira untukku.

"Tunggu jawaban dari kami yah,Dan."

..

Malam semakin gelap, aku kayuh sepadaku. Ah sial jarak rumah Mahira dan Diah terlalu jauh.

Kulipat sepadaku dan aku mencoba menghentikan bus untuk ke rumah Diah.

..

Ku temukan Diah tengah sibuk menyiapkan makanan di dapur.

"Mau makan Pak?"

"Boleh."

Sebenarnya aku masih sangat kenyang. Tapi, tak tega juga melihatnya makan sendirian. Aku duduk di depannya. Dia diam saja mengunyah makanannya. Tak berani menatap wajahku.

Seharian di sekolah juga sama.

"Kamu sudah tau rencana itu?" Ucapku membuka percakapan.

Dia tampak kikuk. Kebingungan mendengar perkataanku.

"Diaaah... Diaah... belum.. siap Pak."

Ku tatapi lama wajahnya. Lucu sekali ekspresinya. Hampir saja aku tersedak mendengarnya. Pasalnya, bukan itu yang aku tanyakan. Baru kali ini dia salah menjawab.

"Habis ini kita belajar."

..

Di saat belajar bersama dia tampak tenang, sesekali wajahnya tampak merona. Aku geser dudukku di dekatnya. Mukanya makin merah. Mungkin jika ku cium dia sekarang, dia bisa pingsan sangking malunya.

Aku tergelak.

Sejam berlalu dia tampak mulai mengantuk. Padahal aku berencana memaksanya belajar sampai pagi. Tapi tak tega juga. Dia terlelap tidur. Wajah polosnya saat tidur sangat mengemaskan.

Ku angkat tubuhnya ke sofa. Lagi aku hampir menciumnya. Bau nya lembut sekali. Bibirnya hanya beberapa centi dari mukaku. Entah kenapa juga jantungku mulai bertalu.

'Dan dia tak halal untukmu.' Ku singkirkan wajahnya dari wajahku. Dan segera masuk ke kamarku.

...

Saat subuh aku pikir dia jalan ke kamarnya. Ternyata dia masih di situ. Di sofa. Aku ciprati mukanya dengan air.

"Bangun sholat sana!"

Dia menggeliat pelan, sambil merenggangkan badannya. Aku segera bersiap keluar, ke Masjid.

..

Pagi itu, kukemas semua barang-barangku. Aku pergi pagi itu juga. Kembali ke kostanku.

..