Chereads / KALA HUJAN WAKTU ITU..!! / Chapter 10 - Tekat

Chapter 10 - Tekat

Adrian duduk setelah menutup teleponnya. Emosinya masih menggebu-gebu. Ia tidak habis pikir laki-laki yang ia agung-agungkan sebagai calon menantu idaman bisa berbuat hina maupun berkata kasar pada dirinya tentang Diah ditelepon. Ia memijit kepalanya, apa yang salah dengan kehidupan dia dengan puteri semata wayangnya. Semua begitu ia jalani dengan lurus, tidak ada satupun didalam hidupnya membuat masalah. Tapi kenapa sekarang keluarganya yang harus ada masalah.

Adrian berpikir keras, mencari-cari ingatan tentang dosa apa yang pernah dia lakukan pada orang lain hingga hal ini terjadi. Nihil. Memori dalam otaknya tidak menemukan satupun menemukan catatan tentang menyakiti hati orang lain di desa ini.

Ia menghela nafas.

"Ini semua gara-gara laki-laki s*al*n itu." Umpatnya geram. Dan..

Duaaak.. Ayah dari Diah itu memukul keras meja. Melampiaskan emosi yang sudah di ubun-ubun.

Ia berdiri kemudian.

Berjalan menuju arah gudang belakang.

"Ayah..?!" Panggil Diah di abaikan Adrian. Ia masuk ke dalam gudang, lalu keluar membawa pemukul baseball. Mata Diah mengikuti kemana langkah kaki Adrian menuju.

"Ayah.. ayah mau kemana bawa-bawa begituan?" Tanyanya bangkit dari duduknya dan mengejar Adrian.

"Mau mau pecahin kepala laki-laki bule brengsek yang bikin kamu kayak gini..!" Sahut Adrian, mengepal gagang pemukul baseball itu dengan erat.

Lalu di luar.

Austin uring-uringan. Ditambah dia sangat kesal dengan tingkah kakaknya itu. Seperti anak kecil, padahal di negaranya, Mike terkenal liar dan sering mencium Abigail dimanapun mereka berada tanpa melihat satu orang pun sedang berada di dekat mereka.

Apalagi dulu, sebelum akhirnya Mike dan Abigail jadian. Kakak satu-satunya itu sering bergonta-ganti cewek hanya untuk sekedar senang-senang dan teman kencan satu malam saja. Hingga berakhir di ranjang.

Mike juga, terbilang badboy yang punya segudang prestasi di bidang olahraga dan seni. Ia mampu memberikan nama baik sebanyak ratusan kali dengan piala di boyongnya dari tiap perlombaan.

Sekarang? Ia tidak lebih dari seekor keong siput yang pemalu dan lemot respon. Berdiri tanpa melakukan apa-apa di depan rumah Diah.

Mike masih berdiri didepan pintu rumah Adrian. Berteriak, namun diabaikan Adrian. Tak lama, akhirnya Mike sedikit menyerah setelah beberapa menit bertahan minta dibukakan pintu. Jawabannya pasti tidak, dan itu pun sudah dilakukan Adrian.

Dia, sangat ingin tau apa yang di bicarakan Diah dan Adrian didalam. Dan berharap semua yang di inginkan Adrian tidak benar-benar terjadi.

Di belakang, Austin melihat hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Tingkah laku Mike terlalu bucin (Budak Cinta). "Mike, sampai kapan elu terus bertahan didepan pintu rumah orang..?" Tanya Austin mulai jengah dengan tingkah laku kakaknya itu.

"Sampai Ayah dari gadis itu membukakannya." ucap Mike melekatkan dahinya ke Pintu.

"Itu gak akan terjadi, Mike. Ayah gadis itu sangat membenci elu. Udahlah, lebih baik kita pulang." Ujar Austin seakan melupakan ucapannya sejam lalu di hotel.

Mike menoleh, lalu menghampiri Austin. "Apa elu bilang?" Tanya Mike ingin adiknya mengulang ucapannya.

"Ayah gadis itu membenci elu, Mike..! Sadar dirilah, ayah gadis itu gak ingin kamu jadi menantunya..!" Tegas Austin memancing emosi Mike.

Buuk.

satu tinju keras tepat mendarat di pipi sebelah kiri Austin. "Semua ini ide gila elu. Elu yang pengen gue bertanggung jawab atas semua yang gue lakukan tanpa kasih gue kesempatan buat berpikir."

Austin tertawa, pengaruh alkohol membuatnya seperti orang kehilangan akal. "Kenapa harus gue yang bertanggung jawab?" Tanyanya sambil mengusap pipinya. "Bukannya semua salah elu sendiri, jadi ini bukan masalah gue. Gue cuma bisa ngebantu apa yang lu butuhkan. Jadi elu hadapi sendiri masalah elu ini, kalau enggak.. jabatan elu bakal di copot sama daddy..!"

Buukk.

Satu tinju lagi melengkapi pipi sebelah kirinya yang sudah lebih dulu bonyok. "Adik macem apa lu, hah?!" Umpat Mike. "Kalau elu pengen jabatan di kantor Daddy, elu bisa ambil semuanya. Gue gak peduli..!" Maki Mike kesal.

Lagi, Mike mengumpat Austin. "Elu.. adik terbr*ngs*k yang pernah gue punya!!" Kemudian kembali menatap pintu, berusaha mengabaikan Austin yang masih menyeka darah di celah bibirnya.

Austin tersenyum. Tetapi ada penyesalan terhadap kata-katanya barusan. Buatnya, itu ucapan seorang pengecut yang menginginkan segala yang Mike dapat. Namun, bibirnya tidak berkata maaf pada Mike.

"huuugh.." Pukul Mike ke tembok. Kesal sekaligus menyesali.

So as long as I live I love you

Will have and hold you

You look so beautiful in white

And from now 'til my very last breath

This day I'll cherish

You look so beautiful in white

Tonight

Suara ringtone dihandphone Austin berdering. Lagu milik Shane salah satu dari personel boyband Westlife menyeruak dari dalam saku celananya. Austin bergegas mengangkat. Tulisan nama penelepon tertera jelas di layar hondphonenya.

"Daddy..?!" gumamnya agak sedikit terkejut. Ia bergegas memencet tombol hijau.

"Hallo Dad? apa kabar?!" Mike menoleh kearah Austin.

"Gak usah basa-basi..? di mana Mike? kamu sengaja kan ajak Mike travell di saat pertunangan dengan Abigail semakin dekat?!" Tuduh Robert, Daddy-nya Austin meninggi.

"Gak ada Dad.. Mike yang mau ikut aku lagi buat jalan-jalan keliling dunia..!" Sergah Austin.

"Udah jangan banyak alasan! mana Mike? Daddy mau bicara sama dia!" Tanya Robert tidak ingin buang-buang waktu.

Austin menghela napas. "Tunggu sebentar!" Seru Austin memberikan ponselnya pada Mike. "Daddy mau ngomong sama elu..!" Katanya lagi.

Mike gugup setengah mati, ia tau apa yang mau Daddy-nya katakan. "Ha..llo Dad..!" kata Mike gugup setelah menghempaskan napas panjangnya. Membelakangi Austin.

Braaak.. pintu terbuka. Adrian memandang keduanya dari ambang pintu. Di bahunya pukulan baseball diletakan. Raut wajah kesal dan penuh amarah itu menatap nanar ke arah punggung Mike yang sedang asik berbicara. "Bagus, ternyata kamu masih ada disini..!" Ujar Adrian menurunkan pemukul baseball.

Kemudian..

Syuuut..

Debuuuk..

Pukulan keras menghantam punggung Mike hingga handphone di tangannya terlepas. Mike terpekik keras. Ia tersungkur dibarengi teriakan Diah, Austin bergegas menolong Mike.

"Hentikan Pak tua?" Ujar Austin mencoba kebingungan. "Anda bisa bikin kakak saya, mati..! Apa anda belum puas memukuli kakak saya didalem?"

Adrian tidak peduli ucapan Austin. Menyingkirkan Diah hingga terjatuh duduk. Mengayunkan tongkat baseball..

Dan..

Austin menahan pemukul baseball yang hampir mengenai tubuh kakaknya lagi. Sayangnya, tenaga Adrian masih besar dibanding Austin yang dalam keadaan mabuk. Pertahanan Austin mengendur. Membuat Adrian dapat dengan leluasa menghajar tubuh Mike.

"Semua ini gara-gara kamu, kehidupan putri kebanggaanku harus hancur karena ulahmu. Dan karena ulahmu itu juga harapanku mendapatkan menantu idaman harus berantakan." Seru Adrian menunjuk Mike. Lalu mengayunkan sekali lagi pemukul baseball itu, kali ini bahu Mike yang menjadi sasarannya. Berganti ke arah punggung setelahnya. Dan hampir saja Adrian memukul bagian tekuk leher Mike yang cukup fatal.

Mike tersungkur untuk kedua kalinya. Ia kesakitan, sangat kesakitan. Adrian memukulnya tidak main-main. Satu pukulan membuat dia seperti orang semaput. Laki-laki asing itu mencoba berdiri, namun, belum juga kakinya tegak berdiri, Adrian sudah memukul lagi. Bagian lengan atasnya menjadi sasaran empuk. Warna biru keunguan tercetak jelas di lengan Mike yang cukup berotot itu.

Austin berlari. Menolong Mike dan menghentikan Adrian yang siap menghajar Mike lagi dengan pemukul Baseball itu. "Saya bilang berhenti pak tua!!" Pekik Austin menahan pemukul itu. Matanya menatap kesal ke arah Adrian. "Apa anda mau membunuh kakak saya?"

"Saya gak peduli apa yang kamu bilang, tapi kakakmu" tunjuk Adrian, emosinya belum juga mereda. Bahkan, emosi itu semakin tersulut ketika Austin menghalangi keinginannya. "Dia telah merusak semua harapan saya untuk mendapatkan menantu yang baik dan juga terhormat." Maki Adrian.

"Dan saya tidak akan biarin kakak kamu menjadi menantu saya." Sambung Adrian mengayunkan sekali lagi pemukul baseballnya.

Namun..,

Gerakan mengayun Adrian terhenti, Diah berlari dan berusaha melindungi dari pukulan Adrian. "Kalau ayah mau memukul Mike lagi, pukul aku juga biar ayah puas..!"

Adrian geram, melotot. "Minggir..!" Diah tetap pada tempat dan juga pendiriannya. "Ayah bilang minggir, Diah..!!!" perintahnya lagi lebih meninggi.

"Baik! kalau kamu gak mau minggir dan ini mau kamu, Ayah ga akan segan-segan memukul kamu." Ancam Adrian.

Pemukul baseball mulai mengayun kembali dan..

Tap.. Mike menahan sekuat tenaga. Ada amarah yang terlukis di wajahnya yang sedikit memar. "CUKUP..!! Bila anda pengen marah, marahlah pada saya, jangan pada siapapun..!" Katanya sambil berdiri. Di tepis pemukul baseball itu hingga terjatuh.

"Dengarkan saya baik-baik Pak, saya mencintai anak anda dan saya mau dia menjadi istri saya. Apapun yang anda pikirkan, saya tidak peduli. Saya tetap akan menikahi putri anda." Jelas Mike.

"Terserah, tapi saya tetap gak akan biarin itu terjadi." Tentang Adrian, sedikit mengerti pada bagian akhir kalimat perkataan Mike barusan.

"Saya mohon, Pak! Biarkan kami menikah dan jadi keluarga yang paling bahagia didunia ini." Pinta Mike memohon.

"Gila..! Enak banget kamu ngomong, saya dan putri saya yang akan kena getahnya." Sergah Adrian, membuang pemukul baseball dan pergi masuk, lalu duduk. Mike mengikuti Ayahnya Diah yang keras kepala itu. Austin menyusul Mike. Diah berdiri dengan tubuh setengah kehilangan tenaga. Sekarang, dirinya boleh saja bernapas lega. Tapi, dia harus bisa bertahan pada hukuman untuknya nanti. Kakinya melangkah gontai, mengikuti ayahnya masuk yang disusul Mike kedalam.

"Kamu tau? Diah akan diarak keliling kampung, dilempari batu dan telur. Dan saya.." tunjuk Adrian pada dirinya sendiri. "Saya akan dipecat dari jabatan wakil kepala desa."

"Saya akan bantu bapak dan Diah." Mike menjawab cepat. "Atau bapak mau tinggal bersama kami di London?" Bujuk Mike sesekali berharap jawaban bagus dari bibir Adrian. "Bapak jangan takut kelaparan disana, saya akan jamin kehidupan bapak disana..!"

Ayah dari cewek yang dicintai Mike itu terdiam. Ia melirik, ada sorot mata yang sangat serius dari mata berwarna biru itu. Entahlah, hati Adrian cukup tersentuh dengan kesungguhan Mike untuk bertanggung jawab atas perbuatannya pada Diah.

Selama ini, tak ada yang tau kemana ibunya Diah berada. Adrian cukup merindukan, apalagi saat dirinya sedang terpuruk. Dia butuh seorang wanita untuk bisa dimintai pendapat dengan masalah anaknya. Andaikan ia lebih kaya dari laki-laki yang membawa lari ibunya Diah, mungkin ia tidak pernah lepas mengawasi anak satu-satunya itu.

Aaah.., pikiran Adrian terlalu jauh melanglang buana diantara desahan demi desahan napasnya. Ditatap wajah Diah yang duduk di dekatnya, kini puterinya bukan seorang anak kecil lagi yang perlu di kuatirkan. Dia berhak memilih siapa laki-laki yang pantas untuk dirinya. Disamping itu juga, putrinya kini sedang mengandung janin dari laki-laki asing yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Laki-laki bermata biru laut dengan rambut coklat keemasan sedang menanti jawabannya. Apalagi setelah ia tau sikap dan sifat Akbar barusana terhadapnya. Ia tatap lagi wajah Mike.

Adrian mendesah sekali lagi. Wajah-wajah penuh harapan akan penantian panjang dari bibirnya itu sudah menunggu. "Kalian pulang lah, biarkan saya tenangkan pikiran dulu." satu kata akhirnya keluar dari bibir Adrian.

"Jadi bapak setuju?"

"Saya gak bilang setuju." Sahut Adrian lalu bangkit. Berjalan menuju tepat Diah duduk. "Tapi saya juga gak mau anak saya menderita." Ucap Adrian menepuk-nepuk bahu Diah, lalu memeluknya seerat mungkin. Dilepasnya kemudian, di tatap lekat wajah Diah yang begitu mirip ibunya. "Sebab Diah adalah peninggalan istri saya yang berharga." Ucapnya lagi, menyeka air mata yang tiba-tiba menetes dari pelupuk matanya.

Mike tersenyum mengerti. "Baiklah, saya akan datang lagi besok. Dan saya harap mendapatkan jawaban dari bapak." Ujar Mike penuh percaya diri. Lalu ia meraih tangan Diah. "Biarpun saya baru kenal dan bertemu putri bapak, tapi saya benar-benar mencintai dia." Lanjutnya berusaha menyakinkan Adrian.

Adrian mengangguk. "Saya tau, tapi saya hanya takut kamu akan ninggalin dia, mencampakan dia dan juga ngebiarin dia sengsara saat menikah denganmu." Kecemasan Adrian terlihat berlebihan. Bagi Diah, Mike cukup dewasa menghadapi masalah ini. Diah yakin, Mike akan menjaga dirinya. Entahlah, Diah merasakan itu ketika dia berani datang dan mengakui semua pada ayahnya.

"Gak, saya janji sama anda, pak. Saya akan jagain dia, dan saya akan jamin semuanya untuk putri anda."

"Saya ngerti, tapi bisakah saya berunding terlebih dahulu sama anak saya?" Adrian minta tenggat waktu untuk mengungkap kekuatirannya itu. Mulai memberi harapan buat Mike setelah melihat keseriusannya pada Diah.

"Ok, saya akan nunggu kabar baik dari bapak dan Diah sebelum saya balik ke London." Ungkap Mike. Austin terpaku di kursinya. Ia kagum atas sikap Mike yang terlihat sangat dewasa dalam menghadapi masalah ini. Austin tidak menyangka, Diah, cewek yang baru saja ia temui dan ia kenal mampu merubah tabiat Mike yang terkenal badboy. "Dan saya akan bilang rencana ini pada mom dan daddy saya."

"Baik, maaf saya belum bisa kasih kamu jawaban."

Diambang pintu, mata Adrian memandang. Memandang sebuah senyuman dari bibir anaknya. Ada kebahagiaan yang terpancar di raut wajahnya yang tampak kelelahan itu.

"Kalau gitu, saya dan adik saya permisi dulu." Ijin Mike berpamitan. "Dan sekali lagi, saya mohon maaf udah bikin keributan dirumah bapak."

Senyum Adrian terlalu kecut terlihat diwajahnya. Sebenarnya, Adrian masih ragu pada ucapan Mike barusan. Suatu saat nanti Adrian tidak pernah tau kehidupan anaknya bila Mike membawanya pergi dari rumahnya. Apakah Mike akan benar-benar menjadi putrinya dengan baik. Adrian juga tidak pernah tau, seperti apa perlakuan kedua orang tua Mike. Tapi, ia tidak mau menghentikan senyuman anaknya barusan.

Bokongnya ia daratkan di atas sofa empuk rumahnya. Dibiarkan Diah mengantar Mike kedepan rumah. Ia menghela nafas panjang. Sungguh berat bila ia harus melepaskan Diah. Di satu sisi, Adrian sangat cemas dengan kehidupannya dan Diah di desa ini. Bukannya Adrian tak pernah memikirkan kehidupan selanjutnya setelah warga desa tau nanti.

Ayah dari Diah itu bukan tidak tau apa hukuman orang-orang yang melanggar aturan desanya. Masing-masing perbuatan hina dan dosa mendapat hukuman yang berbeda. Terlalu ngeri ia memikirkan itu untuk Diah. Mulai sekarang itu yang harus ia pikirkan. Adrian harus mengambil ancang-ancang pada jabatannya saat ini. Jadi wakil kepala desa sangatlah berat buatnya. Harus bersikap diluar kendali dirinya. Layaknya selebriti yang barusaha tersenyum didepan halayak walau hatinya sedang perih. Dulu, Adrian tak pernah menginginkan jabatan ini, tetapi, ayahnya Akbar memaksa agar ia mendampinginya dalam mengemban tugasnya di desa Melati ini.

Di dongakkan kepalanya menghadap langit-langit rumahnya. Ia tak habis pikir tentang Akbar, pemuda yang banyak dipuja, di idam-idamkan para anak gadis didesa ini begitu kaget mendengar ucapannya terhadap dia barusan. Bahkan Akbar berani menghina dia dan putrinya. Melecehkan.

Adrian mendesah. Andaikan Akbar bukan putra dari sahabat dan mantan pacarnya yang amat ia hargai itu, mungkin sudah ia seret untuk dimintai pertanggung jawaban. Pikir Adrian.

Ini memang salah putrinya, namun dibalik itu semua ada kesalahan dirinya. Andaikan ia memberitahu Diah bahwa dia akan datang terlambat, mungkin semua kejadian ini tak akan pernah terjadi.

Jari jemarinya mulai memijit keningnya. Terlalu banyak hal yang ia pikirkan. Terlalu banyak cabang dalam pikirannya saat ini. Belum juga tentang perjodohan Diah dengan anak sahabatnya itu. Rasanya, kepala itu mau pecah.

Tiba-tiba, diantara ribuan ingatan dalam memori di kepalanya, Adrian mengingat kepergian istrinya. Kepergian istrinya yang selalu ia katakan pada Diah bahwa istrinya sudah meninggal. Padahal, Adrian tidak mau mengingatnya lagi tentang masa lalu itu. Sayangnya, pikiran dalam benaknya berkhianat. Terus mengingat kejadian demi kejadian hingga istrinya harus pergi dengan seorang laki-laki yang lebih mapan sebelum ia menjabat sebagai wakil kepala desa.

Lagi, Adrian menghela nafasnya. Kali ini lebih panjang dari sebelumnya.

"Apa aku telah gagal jadi ayah?" Pikirnya disela hembusan nafas. Pikirannya kembali ke masa lalu, masa dimana ia masih berpacaran dengan Seruni. Dan dia, Seruni dan ayahnya Akbar adalah sahabat yang sangat dekat juga akrab.

Kisah yang indah memang. Namun, kedua orang tua Seruni tak setuju dengan lamaran Adrian kala itu. Kemiskinan yang membuat kedua orang tua Seruni menolak mentah-mentah lamaran itu.

Dan..

"Mike..!!" Pekik Diah dari luar. Adrian menghentikan lamunannya. Beranjak keluar.

Entah apa yang terjadi diluar sana, kejadian itu membuat Adrian terdiam diambang pintu dengan mata melotot.

****

Bersambung..