Ditempat lain.
Susi terdiam dikursi makan dekat dapur rumahnya. Cukup sempit, namun rumah sederhana peninggalan suaminya itu cukup nyaman untuk ditinggali olehnya dan kedua anaknya. Suaminya meninggal saat anak keduanya berusia satu tahun, sebulan kemudian ibunya meninggal. Ayahnya tinggal tidak jauh dari rumahnya. Seorang pria yang usianya sudah memasuki Lima Puluh Delapan Tahun.
Janda dua orang anak bekerja sehari-hari di Puskesmas desanya, membantu para tenaga medis di bagian pendaftaran untuk kehidupan dia dan kedua anaknya sehari-hari.
Di raut wajah itu, ada goresan kebimbangan yang tersirat dari mimik wajahnya. Di tangan, ada ponsel peninggalan suaminya masih saja dipegangi. Matanya tak lepas memandang layar ponsel yang semula mati, jempol kirinya memencet tombol power, cahaya ponsel sedikit membuat wajahnya terlihat jelas.
Jari-jarinya sibuk dengan menu di ponselnya. Ia menggeser layar ponsel sentuh itu, lalu..
Susi menarik panjang napasnya.
klik.
Galeri foto dan video menjadi pilihan terakhir. Ia sangat ketakutan, perubahan mimik wajahnya terlihat nyata sekarang. Adegan dimana Diah dan Akbar sedang bertengkar. Disitu Akbar memaksa Diah untuk masuk kedalam balai desa. Rupanya Akbar memegang kunci balai kegiatan warga desa itu. Susi masih syok sekaligus tidak percaya apa yang ia rekam dan ia lihat kemarin malem.
Lagi, Susi menghela nafas. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan?!" katanya berpikir keras malam itu, sebelum ia sampai rumahnya, malam setelah ia berberes bersama ibu-ibu lain warga Desa Melati, Susi pulang lebih akhir dari ibu-ibu lainnya. Ia berniat menjemput kedua anaknya dirumah ayahnya.
Berjalan menelusuri jalan setapak yang di tumbuhi tumbuhan liar sepanjang pinggiran jalan, di bawah pencahayaan yang kurang memadai dari sinar rembulan sepenuh lingkaran Susi terus melangkahkan kaki. Kebetulan, Susi memang tiap hari melewati jalan itu. Jalanan sepi, sehabis acara selesai semuanya sudah pada pulang dan berdiam didalam rumah. Apalagi beberapa jam yang lalu hujan turun sangat deras.
"Hentikaaan..!!" Suara jeritan membuat Susi berhenti melangkah.
"Suara siapa itu?!" Tanya Susi bingung. Ia mencoba mendengar sekali lagi berasal dari mana suara itu. "Kayaknya berasal dari balai desa." Tukasnya bergegas. Berjalan berputar kembali ke balai desa.
Dari kejauhan, matanya menangkap sosok pemuda populer dan terkenal alim itu sedang memaksa Diah berbuat mesum ditempat sepi, Balai Desa. Sedikit syok, apalagi Akbar anak dari kepala desa yang amat di segani di desa ini. Begitu juga dengan Diah, anak dari wakil kepala desa yang sangat dikagumi karena kerja kerasnya membangun desa. Tapi..?
"Gak mungkin, gak mungkin mereka ngelakuin perbuatan hina seperti ini. Aaah.., aku gak boleh diam kayak gini.. aku harus mencegah mereka." pikir Susi. Kaki Susi hendak melangkah dan menghentikan perbuatan Akbar. "Gak.., lebih baik aku merekam dulu perbuatan Akbar supaya ada bukti kalau suatu hari nanti dia mengelak." Pikirnya lagi menghentikan kakinya.
Semakin lama, semakin ia jijik melihat adegan yang sedang ia lihat sekarang. Susi juga berpikir, terlalu bejat sifat Akbar dimata Susi. Ia menghela napas, lalu mematikan rekaman vidio itu. "Aku harus menghentikan Akbar!" Pikirnya sebelum terjadi apa-apa pada Diah.
Namun, belum juga kakinya melangkah. Pemuda bule berlari dari belakang Susi ketempat Akbar melakukan hal menjijikan pada Diah. "Eh.., itukan pemuda asing yang pingsan tadi..!" Gumam Susi menghentikan niatnya kemudian. Ia mengambil ponselnya kembali, direkam apa yang akan terjadi selanjutnya.
Pemuda asing itu menarik bahu Akbar dan menghajarnya dua kali, tepat mengenai pipinya hingga Akbar terjatuh. Pemuda asing itu menarik tangan Diah dan meninggalkan balai desa. Akbar mengejar, Susi bergegas mematikan ponselnya dan bersembunyi dibalik pohon besar.
"Aaah, sial..! Siapa yang berani ganggu kesenangan gue..?!" Pekik Akbar tidak suka. "Liat aja, elu pasti akan bertekuk lutut sama gue, Diah..!" Tukas Akbar penuh dendam.
Detak jantung Susi berdegub kencang sekali. Ketakutan. Akbar membalikan badan dan hendak melangkah. Dan sialnya, seekor serangga menggerayangi kaki Susi "Aaaakh..!" Berteriak, hingga membuat dia keluar dari persembunyiannya.
"Susi..!?" Sebut Akbar terbelalak. "Ngapain lu disitu?" Tanya Akbar dengan nada suara sedikit meninggi.
Susi terdiam.. "Serangga rese..!" bisiknya dalam hati.
"Woiii.. ngapain lu disitu?" Tanya Akbar sekali lagi mulai emosi. "Ooh.. jangan-jangan elu ngintip gue?!" Tanya Akbar menghampiri Susi.
"Sini lu..!" Tarik Akbar memaksa Susi. "Ngapain lu disitu, Hah? Mau nguping lu, hah?!" Tuduh Akbar membuat nyali Susi menciut.
"JAWAAAAB..!" Bentaknya sekeras mungkin.
Buuuk.. Akbar meninju pohon sekeras mungkin. Tubuh Susi mengkeret.
"Atau lu mau gue pake kekerasan biar elu bicara, hah?!" Bentak Akbar meng-ultimatum Susi.
"Aku..aku.." Ucap Susi ragu, melirik ke Akbar. Wajahnya sangat seram dan garang. "Ya Tuhan, masa iya aku harus bilang apa yang aku lihat semua..?!" Bisik Susi enggan melihat wajah Akbar lebih lama lagi.
"Woooi..!!" Teriak Akbar tepat di telinga Susi. "Malah bengong lagi lu..?!"
"Aku gak ngelakuin apa-apa, Bar..! Cuma lewat doang tadi. Dan gak sengaja aku liat kamu teriak-teriakan." Kata Susi sambil menghela napas. "Sebenarnya ada apaan sih, kok.." Ditatap Akbar dari atas sampai bawah kaki. "Kamu ada di balai desa malem-malem begini?!" Tanya Susi membalikkan fakta agar Akbar tak curiga.
"Apa urusannya sama elu?" Akbar berkilah. "kalau sampe orang tau tentang gue disini, orang yang pertama gue cari itu elu..! Ingat itu baik-baik!!" Ancam Akbar sambil menunjuk-nunjuk ke arah Susi, pergi meninggalkannya kemudian. Ada perasaan risih terhadap ancaman dan sikap Akbar sesaat tadi. Kadang, kekuasaan menjadi tameng buat Akbar dan keluarganya mengintimidasi orang lain. Tidak, Seruni, Ibunya yang selalu berbuat tidak adil pada warga.
Semua orang tau, anak dari kepala desa itu sangat baik. Sopan, santun, suka menolong, semua yang baik-baik ada pada diri Akbar. Bahkan sikap Akbar dan Seruni sangat bertolak belakang. Dan Akbar sangat menentang apa yang dilakukan ibunya terhadap warga yang jauh lebih miskin daripada kehidupan Seruni di desa ini.
Menurut ibu-ibu desa melati, Akbar sosok menantu idaman. Banyak ibu-ibu yang menginginkan Akbar jadi menantunya termasuk Adrian. Cukup beruntung Adrian bisa mendapatkan Akbar menjadi calon menantunya yang membuat ibu-ibu desa melati iri.
Tapi sekarang, Susi menjadi sedikit ilfill saat matanya mendapati Akbar melakukan hal buruk yang hampir saja menodai Diah malam itu di balai desa. "Lebih baik aku menyimpan rekaman ini biar menjadi bukti bila sesuatu terjadi pada Diah nantinya." Ujat Susi mem-Back-Up isi rekaman itu di kartu memori lain. Ia simpan di laci lemari kamarnya.
****
Dan Kemudian Di Inggris.
Mike gugup setengah mati, ia tau apa yang mau Daddy-nya katakan. "Ha..llo Dad..!" kata Mike gugup setelah menghempaskan napas panjangnya. Membelakangi Austin.
"Dimana kamu sekarang?!" Tanya Robert, Daddy dari Austin dan Mike.
"Mike.. Mike di Indonesia, Dad..!"
"Cepat pulang atau Daddy akan ke sana..!"
"Tapi Dad.. Buat ap.." Belum selesai ucapan Mike satu pukulan keras menghantam punggungnya. Ponsel di tangan terlepas. Obrolan dengan Robert sedikit terganggu.
"Aaargh.." Teriak Mike keras.
"Hallo.. Mike.. kamu kenapa? ada apa disana?!" Mendadak Robert panik. Suara Mike lambat laun menghilang oleh suara Adrian dan Austin yang berdebar. Robert bingung, begitu juga Sophia. Sedari tadi memperhatikan suaminya yang berbicara dengan kedua anak-anaknya.
"Sayang.., ada apa?!" Robert mengacuhkan pertanyaan istrinya. Telinganya tetap fokus apa yang ia dengar.
Sophia semakin dibuat penasaran dengan mimik wajah suaminya yang berubah reaksi. Ia menghampiri suaminya. "Sayang, ada apa? apa yang terjadi sama Mike dan Austin?!" Tanya Sophia sekali lagi.
"Mereka..!" Kata Robert terputus kali ini ia sangat serius mendengar sambungan telepon anaknya. Suara ribut-ribut Adrian dan pukulan baseball yang mengenai tubuh Mike berkali-kali.
"Sayang, apa yang terjadi sama Mike dan Austin? Mereka baik-baik aja kan?!" Tanya Sophia tak mengerti dengan mimik wajah suaminya.
Robert tidak menjawab, telinganya fokus pada suara Mike dan Austin dari balik ponselnya. Sophia sedikit kesal dan kuatir, ia merebut ponsel yang masih menempel ditelinga Robert. Sophia mengambil alih ponsel itu, tidak peduli walau Robert memasang wajah marah.
diletakan ponsel itu ditelinga. Suara gaduh dan teriakan Adrian bikin Sophia sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi dari balik ponsel itu. "Hallo, Mike.. Austin..? Kalian gak apa-apa kan?!" Panik, suara pekikan Mike terdengar mengerikan di telinga Sophia.
"Mike.. Austin.. Jawab Mommy..! Kalian kenapa? Ada apa dengan kalian..? Siapa yang nyakitin kalian disana..? Hallo.. Mike.. Austin..?!" Teriak Sophia. Kemudian melirik ke suaminya. Robert hanya menggeleng.
"Kita kesana sekarang..?!" Ujar Sophia menutup sambungan telepon.
"Kemana?" Tanya Robert bingung.
"Ya ke Indonesia lah sayang..! Kamu pengen denger anak kamu tinggal nama doang?!"
"Apa?!" Pekik Robert. "Kamu udah gila? Bahkan kita juga gak tau lokasi keberadaan Mike dan Austin di mana? Indonesia itu luas, bisa-bisa kita kesasar di negeri antah berantah itu..!"
Sophia langsung mendelik, matanya melotot. "Hati-hati kalau ngomong, negeri yang kamu bilang antah berantah itu negeri kelahiran istrimu ini!!"
"Maaf, tapi bisa kan kamu gak panik kayak gini..? Bisa aja kan itu cuma akal-akalan mereka biar gak disuruh balik."
"Gimana bisa kamu berpikiran kayak gitu, sih, sayang?!"
"Karena kita juga gak tau kan keadaan mereka kayak gimana disana?!"
Sophia menghela napas.. "Kalau emang kamu gak mau ke sana, aku yang akan kesana sendirian." katanya meninggalkan Robert.
"Tunggu..!" Tahan Robert. "Jangan terlalu berlebihan, bisa kan kita tenang dulu sambil telepon mereka kembali..?!" Wajahnya semakin serius. Lambat laun emosi Sophia mereda, dan akhirnya ia menyetujui usul Robert dengan anggukan kepala setelah sekian menit bertahan dengan ego-nya.
****
Bersambung...