"Hei, Kau akan membawaku kemana?" tanyaku yang mulai meronta panik karena tarikan tangan yang kasar yang ia lakukan padaku.
"Sudahlah, kau diam saja. Jangan banyak berkomentar." jawab pria itu dengan suara serak basah yang khas sembari tetap menarikku dengan kasar tuk pergi ke suatu tempat. Aku mulai menelan ludahku karena gerogi. Apa yang akan pria ini lakukan padaku?
"Tapi, kau menyakiti lenganku." ujarku dengan merintih sakit karena cengkraman tangannya yang semakin menguat dari sebelumnya. Ia hanya diam tak menjawab.
Terlihat ia membawaku ke sebuah taman yang sepi tanpa pengunjung, ia mulai duduk di sebuah kursi panjang taman yang kosong sembari tangannya tetap menggenggam pergelangan tangan kananku.
"Jianghan, mengapa kau mengajakku kemari?" tanyaku sekali lagi dengan nada agak sedikit ragu takut jika ia nanti memarahiku karena aku terlalu banyak berkomentar karena sikapnya. Tapi, sungguh ia sangat agresif hari ini.
Ia hanya menatap mataku dengan sorot mata yang tajam seakan ia punya nafsu birahi terhadap seorang wanita yang kini tengah berdiri menjulang ketakutan di hadapannya, terlihat ia mulai memperhatikanku dari ujung rambut hingga ujung kaki sembari kepalanya mengangguk-angguk bagai burung hantu, apa yang sebenarnya ia pikirkan hingga membuat bibirnya menyeringai ngeri menatap tubuhku.
Aksi Jianghan semakin nekat perlahan-lahan ia mulai menarik tanganku dan memintaku untuk berdiri lebih dekat di depannya, ia juga memintaku tuk duduk dalam pangkuan kakinya dan menghadapkan tubuhku padanya.
Terlihat tangannya juga mulai menggeliat nakal dan mendekap erat pinggulku, kini aku benar-benar menatapnya dengan sangat jelas. Kedua lenganku kini mulai mengalung pada lehernya. Napasku mulai menjadi tak teratur karena hal mengejutkan seperti ini.
"A.. Apa yang akan kau lakukan padaku, Jianghan?" tanyaku padanya dengan penuh tanda tanya melihat ulahnya yang tidak senonoh memperlakukan seorang wanita, aku ini wanita bukan seorang budak pelayan nafsunya.
Ia hanya membatu seribu bahasa dan matanya terus memandangiku yang kini tengah duduk di pangkuannya, tangannya juga mulai meraba-raba punggungku dengan halus, ini membuatku semakin risih dan inginku berdiri dari pangkuannya namun ia menahanku dengan menggelengkan kepalanya ke arahku memintaku untuk tetap berada dalam posisiku saat ini. Apa yang dipikirkan oleh Jianghan sebenarnya? Mengapa ia bersikap demikian padaku? Apakah ia ingin melecehkanku di taman pinggir kota di senja hari seperti ini? Aku mulai ketakutan, keringat dingin mulai keluar bercucuran membasahi dahi dan leherku.
Jantungku juga tak mau kalah, ia mulai berdegup dengan kencang tak seperti biasanya ketika tangannya mulai mengusap keringat pada dahi dan leherku dengan usapan yang halus sekan-akan ia menikmati setiap belaian yang ia curahkan padaku, aku hanya diam terbawa suasana dan merasakan tiap belaian halus yang menggelenjang di tubuhku, bodohnya aku, aku tak protes sedikitpun dengan apa yang ia lakukan padaku.
Hatiku mulai khawatir melihat tangan yang satunya kini tengah turun meraba pahaku yang tertutupi celana jeans hitam.
"J.. Jianghan.." ucapku yang menyebut namanya dengan sedikit gagu karena sikapnya, tiba-tiba ia menyodorkan jari telunjuknya dengan maksud untuk menutup mulutku dan berhenti berbicara.
"Kau nikmati saja alurnya, Lin." jawab Jianghan dengan nada mesra sepertinya ia berniat tuk menggoda.
Jianghan mulai menarik leherku dan mendekatkan wajahnya hingga dapat kurasakan hembusan napasnya yang keluar menerpa wajah mungilku. Ia kini mulai mengecup hidungku dengan lembut sontak hal ini membuatku refleks tuk menutup mata. Kurasakan tangannya yang hangat mendekap erat tubuhku yang membuatku semakin dekat tanpa adanya jarak diantara kita hingga membuat punggung Jianghan bersandar pada punggung kursi taman hari itu.
"Apakah kau mencintaiku, Lin?" ucapnya yang sayup-sayup membuat mataku terbelalak lebar, terpaan angin sore yang berhembus menerpa tubuh kami membuat suasana semakin terasa mesra dan harmonis, di bawah cahaya senja yang menyinari seluruh kota Hangzhou menjadi kilauan romansa dan akan menjadi saksi bisu kemesraan antara aku dengan Jianghan.
"Aku mencintaimu melebihi apapun, Jianghan. Aku akan selalu mencintaimu sampai kapanpun." ucapku padanya sembari melempar senyum tulusku, kali ini rasa takutku mulai mereda hanya rasa dalam dada yang terus berbunga.
Di bawah cahya jingga sore ini, Jianghan mulai mengalungkan tangannya erat tanpa ragu tuk memeluk lebih dalam tubuhku. Kusandarkan kepalaku pada bahunya, aku tetap berada dalam pangkuan dan pelukan hangatnya, aku bagaikan seorang anak kecil yang tak mau kehilangan permennya, aku terus memeluknya tanpa sekat diantara kita. Aku mulai membalas pelukannya dengan erat, terasa sedikit demi sedikit jari jemari Jianghan mulai menyibak rambut hitamku dengan lembut hingga membuatku tenggelam dalam pelukannya di bawah cahya oranye milik sang senja yang menyinari kota Hangzhou hari itu.