Ada rasa yang tak biasa yang kini membelenggu dalam jiwa, aku mencintaimu, tapi kau tidak. Kau memilih diam dan acuh terhadap semua cinta yang kuberikan.
Di sebuah ruang kelas terlihat tiga orang gadis tengah melingkar membahas masalah remaja dan percintaan yang tak pernah usai.
"Jadi, apa benar jika Jianghan juga mencintaiku?" tanyaku yang penasaran dengan ucapan Fen.
"Tidak, itu semua salah!" sahut seseorang dengan suara yang lantang hingga membuat kami terdiam.
"Yui?" kejut kami yang melihat tiga orang gadis dari kelas B yang terkenal sebagai geng wanita paling populer di sekolah, mereka adalah Girls Out, beranggotakan Yui Xin Lie, Min Lilly dan Yuna Hao. Mereka wanita populer dan cantik di sekolah hanya saja mereka sombong, aku tahu bahwa Yui juga menyukai Jianghan maka dari itu, ia tak mau jika ada wanita lain yang juga menyukai sosok pria cerdas itu, ia mengklaim bahwa Jianghan hanya miliknya dan tak ada seorangpun yang bisa memilikinya selain dirinya. Memang aneh, ya begitulah namanya juga seorang psikopat, segala cara akan dilakukan demi keinginannya terwujud.
"Apa yang kau bicarakan itu semua tidak betul, Jianghan tak mungkin menyimpan perasaan pada gadis aneh seperti dirimu, Lin. Mana mungkin dia menyukai gadis bodoh dari kelas F, dia itu berasal dari kelas terpandang, sementara kau dari kelas terbawah." sindir kerasnya yang mulai diiringi dengan gelak tawa jahat bak seorang nenek sihir dalam suatu cerita negeri dongeng.
"Jaga ucapanmu, Yui." sahut Fen yang mulai berdiri menudingkan telunjuknya ke arah gadis yang baru saja mengejekku. Yui hanya menyentuh bibirnya dan menatap seakan ia menantang Fen
"Seharusnya kau yang menjaga ucapanmu, Fen. Apa kau tak tahu dengan siapa kau bicara?" balasnya yang kali ini menepuk pundak Fen.
"Siapapun dirimu, aku tak peduli. Siapapun yang berani mengusik ketenanganku, aku siap melawannya meskipun kau adalah anak dari seorang presiden sekalipun aku tak takut selagi apa yang kulakukan itu benar." jawab Fen dengan lantangnya, ia tak gentar dengan ucapan Yui. Yui adalah anak dari salah satu orang terpandang di Hangzhou.
Yui mulai menyeringai sadis, tatapannya semakin tajam seakan ia tak percaya bahwa ada seseorang yang benar-benar berani melawannya, terlihat Fen mulai menyisingkan lengan bajunya dan ia juga mulai melakukan pemanasan terhadap lehernya dengan menggerakannya ke kanan dan ke kiri, seakan ia ingin melakukan penyerangan terhadap tiga gadis pengganggu itu.
Yui dan kedua sahabatnya mulai panik dan bergegas pergi begitu saja tanpa sepatah kata yang terucap.
"Oh iya, asal kau tahu, Lin Jianghan hanya milikku dan dia terlahir untukku, maka jauhi dia. Aku tak mau jika kekasihku direbut oleh wanita seperti dirimu." tambahnya yang kali ini sembari berdiri di depan pintu kelasku. Aku terperangah kaget mendengar ucapannya, mengapa ia berkata seperti itu?
"Hei, mengapa kalian pergi? Urusan kita belum selesai." teriak Fen dengan lantang yang melihat Girls Out mulai berlari terbirit-birit
"Sudahlah, Fen abaikan saja mereka." ucapku yang kali ini memintanya untuk duduk kembali di kursinya.
"Apa tadi kau akan menghajarnya, Fen?" tanya Shu In dengan penasarannya
"Tidak, aku hanya menakut-nakutinya saja kau tahu leherku tadi pegal." jawab Fen yang mulai tertawa kecil.
"Ah, kau ini. Kukira kau tadi ingin menghajarnya."
"Tidaklah, aku tak senekad itu." elak Fen yang mulai menyangga pipinya
"Aku sangat heran dengan mereka, bagaimana bisa ia berkata seperti itu? Percaya dirinya sangat tinggi." sahut Shu In yang menepuk jidatnya yang merasa terheran-heran dengan sikap Yui dan antek-anteknya.
"Kurasa pikirannya sudah gila." tambah Fen yang terus menggeleng dengan tangan yang terlipat di dadanya. Aku hanya mengangkat bahuku. Aku tak tahu, mengapa perkataan Yui tentang Jianghan adalah jodohnya mulai menancap tajam dipikiranku, aku mulai terbayang jika benar suatu saat nanti Jianghan benar-benar menikah dengan sosok wanita ini, apakah aku kuat menahan cemburu, ketika melihatnya berjalan berdampingan dengan setelan jas hitam dan gaun putih sembari mengucap sumpah di hadapan pendeta dan saksi. Ah, tidak mungkin. Ini tidak mungkin terjadi, Jianghan tidak mungkin menikah dengan Yui, mereka tak pantas untuk disatukan. Aku yang terus menggelengkan kepalaku sembari menggigit bibir bawahku merasakan bahwa khayalanku itu nyata.
"Lin, apa kau baik-baik saja?" tanya Shu In yang mulai menyentuh bahuku
"Tidak, aku tidak apa-apa." jawabku yang mulai terbangun dari khayalan mengerikanku tentang Yui dan Jianghan.
"Jangan kau pikirkan ucapan nenek sihir itu, ia hanya iri padamu, Lin. Aku yakin bahwa Jianghan tertarik padamu." bisik Fen yang mulai membahas bahasan itu lagi. Aku hanya memutar bola mata malas dan menghela napasku.
"Entahlah, aku tak berharap demikian, aku takut jika aku terlalu mengharapkan cintanya malah takdir tak menyatukan." responku yang mulai membuka bukuku hingga membuat mereka mengangguk mengiyakan.
Aku tak tahu bagaimana isi hati seseorang, mungkinkah dia mencinta atau mungkinkah dia membenci, aku tak tahu, Tuhan-lah yang tahu segala isi hati dan pikiran umat-Nya. Aku mencintainya tapi belum tentu ia juga akan mencintaiku, aku mengharapkannya tapi mungkin saja ia mengharapkan orang lain selain diriku. Cinta memang rumit, tapi tanpa cinta hidup tiada berharga.
Jam sudah menunjuk pukul 10 pagi, bel istirahat mulai berbunyi. Kantin sekolah mulai dipadati siswa yang mulai kelaparan dan ingin makan siang.
"Nampaknya meja sudah penuh, lalu kita makannya bagaimana?" tanya Shu In yang mulai mengerucutkan bibirnya memandang suasana kantin yang mulai memadat tanpa renggang sedikitpun, kursi-kursi yang biasanya kosong kini mulai penuh dengan pengunjung.
"Bagaimana kalau kita makan di taman belakang sekolah saja?" saran Fen
"Ide yang bagus!" ucapku dan Shu In secara bersamaan hingga membuat Fen tersenyum riang.
"Lin!" panggil seorang pria yang mulai melambaikan tangannya ke arahku, aku mulai menyipitkan mataku memandang sosok pria yang duduk di kursi belakang kantin.
"Lian?" sapaku lagi dengan suara yang lantang sembari membalas lambaian tangannya. Akupun bergegas menghampirinya.
"Kemarilah duduk dan makanlah bersamaku, kebetulan kursiku masih kosong." tawar Lian padaku, aku mulai melirik ke arah kedua sahabatku, nampaknya Shu In mulai menyenggol lenganku yang nampaknya meminta untuk menyetujui tawaran pria ini untuk makan siang bersama.
"Baiklah, aku akan makan siang bersamamu."
Lian mulai tersenyum memandangku. Lian adalah pria yang baik, kami berkenalan dengan cara yang tak disengaja ketika aku menabraknya, dia siswa kelas A yang kebetulan satu kelas dengan Jianghan.
Tiba-tiba seseorang datang dengan membawa bekal makannya dan duduk di depan kursiku.
"Yuan Lin? Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya yang keheranan melihat aku duduk bersama Lian
"Aku sedang makan." jawabku dengan sinis, terdengar Jianghan mulai menghela napasnya seakan ada sesuatu hal yang berat menyelimuti batinnya. Jianghan mulai berdiri dan melihat sekitar tak ada lagi kursi yang tersedia, hanya meja Lian yang tersisa.
"Duduk dan makanlah bersama kami, Jianghan." pinta Lian pada Jianghan.
"Baiklah." responnya yang mulai duduk pada kursinya kali ini Jianghan duduk tepat dihadapanku, kupandangi wajahnya yang tengah makan siang serasa aku sedang makan bersama dengan Jianghan. Ia sangat tampan sekali.
Jianghan mulai melirik tajam ke arahku.
"Apa?" desisnya sembari menatapku. Aku hanya memutar bola mata malasku dan mencoba menendang kakinya yang ada di bawah meja.
"Aw!" rintihnya hingga membuat semua orang yang duduk melirik Jianghan.
"Kau kenapa?" tanya Shu In yang mulai terheran melihat Jianghan yang tengah meringis menahan kesakitan. Jianghan mulai melirikku dan menatapku dengan tajam, aku membalasnya dengan membelalakkan mataku dengan tajam.
"Tidak, bukan apa-apa." jawabnya yang cuek sembari meneruskan makannya. Aku mulai tersenyum sinis, rasakan saja tendangan kakiku. Rasanya menyenangkan menggoda Jianghan seperti ini, melihat wajahnya kesal membuatku sangat bahagia dan ia terlihat semakin tampan.